Bamsoet tuding PDIP pecah belah Golkar agar menang besar di pilkada
Tudingan ini merujuk pada tak maunya PDIP revisi UU Pilkada dan sikap Menkum HAM yang ajukan banding putusan PTUN.
Bendahara Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mencium skenario besar di balik keputusan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly ajukan banding atas putusan PTUN yang menangkan Golkar kubu Aburizal Bakrie (Ical). Menurut dia, ada pihak yang ingin menang besar di pilkada dengan memelihara konflik Golkar dan PPP yang terancam tak bisa ikut pilkada.
"Kami juga mencium bau busuk dari sikap menteri Laoly sejak awal, baik terhadap PPP maupun terhadap Golkar. Tentu dia tidak akan berani bermain sendiri," kata Bambang dalam pesan singkat, Kamis (21/5).
Bambang membeberkan, salah satu bukti kuat yakni keinginan PDIP bersama Koalisi Indonesia Hebat (KIH) menolak revisi UU Pilkada. Karena salah satu cara agar Golkar dan PPP ikut pilkada yakni dengan melakukan revisi UU Pilkada dan UU Parpol, namun hal ini ditolak oleh KIH.
"Ada grand skenario yang dapat dilihat secara kasat mata. Pertama, konspirasi yang begitu kuatnya PDIP dan kawan-kawan bersama pemerintah dan KPU menolak revisi UU Pilkada," tegas Bambang.
Terlebih lagi, keputusan Yasonna yang ajukan banding atas putusan PTUN yang menangkan kubu Ical, hal ini guna mengulur waktu proses inkracht pengadilan soal dualisme yang terjadi di Golkar. Dengan demikian, Golkar tak bisa ikut pilkada sesuai dengan aturan KPU, jika parpol berkonflik harus islah atau ada putusan inkracht jika ingin ikut pilkada.
"Kedua, langkah Yasonna Laoly yang juga berasal dari PDIP mengajukan banding atas keputusan PTUN yang membatalkan SK pengesahaan kepengurusan Partai Golkar kubu Munas Ancol. Padahal kita ingat dalam RDP dengan Komisi III di DPR dia berjanji jika kalah tidak akan banding. Laoly menjilat ludahnya sendiri," tuding loyalis Ical ini.
"Dua sikap tersebut jelas sebagai upaya agar konflik PPP dan Golkar terus terpelihara. Dengan demikan maka PPP dan Golkar tidak siap dan tidak bisa ikut pilkada serentak," imbuhnya lagi.
Skenario ini, lanjut Bambang, yang dimanfaatkan oleh partai tertentu untuk bisa menguasai pilkada dengan tidak adanya calon dari Golkar. Seperti diketahui, pada Pemilu 2014, PDIP menjadi partai pemenang pemilu, kedua Golkar, ketiga, Gerindra dan keempat Demokrat.
"Mereka parno (paranoid) atau ketakutan impian dan ambisi mereka untuk menang besar dan menguasai pilkada gagal jika PPP dan Golkar ikut pilkada serentak akhir tahun ini. Kami tentu tidak akan tinggal diam," tutur dia.
Bambang pun mengingatkan kepada Yasonna bahwa apa yang telah dilakukan Politikus PDIP itu akan dicatat dalam sejarah. Dia pun mendesak kepada Presiden Jokowi untuk memerintahkan Yasonna agar tidak ajukan banding atas putusan PTUN.
"Kita tahu bahwa presiden telah meminta Laoly untuk tidak lakukan banding. Namun faktanya Laoly banding. Artinya selama tidak ada tindakan dari Presiden, kita menganggap presiden mengamini langkah Laoly. Ketiga, kepada KPU. Jangan salahkan kader-kader Golkar di tingkat akar rumput menduduki kantor KPU di daerah-daerah jika Golkar tidak dapat mengikuti pilkada serentak," lanjut dia.
"Keempat. Jika pemerintah terus melakukan pembiaran dan bahkan ikut memperuncing pertikaian internal parpol, tentu akan kita sikapi di parlemen," pungaksnya.