Bawaslu: Pilkada 2017 bukan hanya Pilgub DKI Jakarta
Di pilkada serentak 2017, akan ada pemilihan kepala daerah di 7 provinsi, 18 kota dan 76 kabupaten di seluruh Indonesia.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nelson Simanjutak mengungkapkan Pilkada 2017 mendatang bukanlah hanya tentang Pilgub DKI Jakarta. Dalam pilkada serentak tersebut akan ada pemilihan kepala daerah di 7 provinsi, 18 kota dan 76 kabupaten di seluruh Indonesia.
"Jadi pilkada 2017 itu bukan cuma Pilkada untuk DKI Jakarta, tapi ini pilkada serentak untuk seluruh daerah di Indonesia," kata Nelson di Jakarta, Selasa (21/6).
-
Kapan Pilkada DKI 2017 dilaksanakan? Pemilihan umum Gubernur DKI Jakarta 2017 (disingkat Pilgub DKI 2017) dilaksanakan pada dua tahap, yaitu tahap pertama di tanggal 15 Februari 2017 dan tahap kedua tanggal 19 April 2017 dengan tujuan untuk menentukan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2017–2022.
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada serentak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2015. Pesta demokrasi ini melibatkan tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
-
Apa definisi dari Pilkada Serentak? Pilkada Serentak merujuk pada pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
-
Apa saja isu yang muncul selama Pilkada DKI 2017? Apalagi pemilihan tersebut juga diwarnai dengan isu-isu seperti agama, etnis, dan kebijakan publik.
-
Kapan Pilkada DKI 2017 putaran kedua dilaksanakan? Pemungutan Suara Putaran Kedua (19 April 2017):Putaran kedua mempertemukan pasangan Ahok-Djarot dan Anies-Sandiaga.
-
Mengapa Pilkada penting? Pilkada memberikan kesempatan kepada warga negara untuk mengekspresikan aspirasi mereka melalui pemilihan langsung, sehingga pemimpin yang terpilih benar-benar mewakili kehendak dan kebutuhan masyarakat setempat.
Indikator pasangan calon yang akan diusung saat ini juga masih harus diperhatikan secara khusus. Baik dari calon yang diusung partai politik maupun pasangan perseorangan.
"Pada pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik hal-hal yang harus diperhatikan yaitu belum berdasarkan pada proses rekrutmen yang ideal," tutur Nelson.
Selain proses rekrutmen, Nelson juga mengatakan pasangan calon yang diusung partai cenderung memilih calon yang populer, bukan yang dibutuhkan oleh masyarakat.
"Masih ada juga potensi mahar politik dalam pilkada dan pemenang pilkada cenderung menggunakan money politic," tambah Nelson.
Sementara itu, bagi pasangan calon perseorangan dia juga menilai proses ini sarat akan rekayasa data pendukung.
Tak hanya itu, dari segi pemilih juga Nelson menilai, partisipasi pemilih di tiap penyelenggaraan pemilu semakin rendah karena apatis. Masyarakat menilai pelaksanaan pemilu tidak memberikan dampak pada kehidupan sehari-hari.
"Mereka lebih memilih pergi ke pasar atau ke sawah daripada untuk datang ke TPS," kata Nelson.
Dia juga menilai mereka yang datang ke TPS untuk memilih merupakan pemilih yang dimobilisasi. Baik itu karena menerima uang calon atau karena adanya kedekatan emosional antara pemilih dengan calon yang dipilih.
(mdk/dan)