Didukung tim semut, Uglu siap bersaing dengan Risma di Pilwalkot
Dukungan untuk Uglu juga terlontar dari politisi PDIP Surabaya, Adi Sitarwijono
Meski tak mudah maju sebagai bakal calon wali kota melalui jalur independen atau perseorangan, bukan berarti mustahil dilakukan. Dengan catatan, si bakal calon mampu mengumpulkan sejumlah dukungan sesuai syarat yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Sesuai Perpu Nomor 1 Tahun 2004, jumlah dukungan yang diajukan oleh bakal calon via independen, hanya ditetapkan tiga persen dari jumlah penduduk di kota atau kabupaten yang akan menggelar Pilkada.
Di Surabaya, Jawa Timur, yang juga akan menggelar pemilihan kepala daerah misalnya. Kota Pahlawan ini memiliki jumlah penduduk sekitar 2,9 juta. Itu artinya, bagi bakal calon yang akan merebutkan kursi Surabaya 1 di Pilwali yang rencananya digelar serentak pada awal 2016 mendatang (sebelumnya dijadwalkan pada Desember 2015), harus memiliki jumlah dukungan 87 ribu KTP.
Namun, syarat tersebut berubah, setelah Perpu Nomor 1/2014 itu direvisi. Syarat dukungan naik menjadi 6,5 persen atau 188.500 orang. Meski berat, sejumlah tokoh yang hendak maju mengikuti running Pilwali Kota Surabaya via jalur perseorangan, terjadi masih nekad maju merebutkan kursi utama di balai kota.
Sebut saja, Budi Sugiharto, praktisi media massa yang mengaku berniat maju sebagai bakal calon Wali Kota Surabaya via independen bersama Sukoto dan Dhimam Abror. Uglu, sapaan Budi Sugiharto mengaku yakin mampu memenuhi syarat yang diajukan KPU Surabaya tersebut. Keyakinan ini sempat diungkap tim suksesnya M Zurqoni, yang mengaku siap menggalang dukungan, sedikitnya 200 ribu KTP untuk Uglu.
Bahkan, alumni Stikosa AWS ini menyebut telah menyiapkan posko dukungan di kawasan Prapen, Surabaya. Dia juga mengklaim telah melakukan konsolidasi dengan melibatkan mahasiswa dan beragam komunitas yang tersebar di Surabaya untuk mensosialisasikan pencalonan Uglu sebagai wali kota di Kota Pahlawan ini.
"Kami ingin anak muda ikut diberi kesempatan memimpin. Kami menilai Budi Sugiharto yang berlatar belakang jurnalis memiliki integritas dan kemampuan melanjutkan program-program Bu Risma (Tri Rismaharini) menjadikan Surabaya menjadi lebih baik," kata pemilik Warung Mbah Cokro ini, Selasa (24/2).
Memang, mantan aktivis 1998 ini mengakui, jalan menuju pencalonan wali kota via independen tak semudah membalik telapak tangan. "Jelas Parpol tidak akan tinggal diam. Tapi kami tetap akan berusaha keras menggalang dukungan dari publik, sebab jalur independen itu sebagai calon alternatif," katanya.
Untuk mewujudkan mimpi Uglu itu, Zurqoni kembali mengklaim, saat ini, pihaknya sudah menyebar ratusan relawan untuk menggalang dukungan. "Mereka sudah menyebar ke 31 kecamatan yang ada di Kota Surabaya. Tim ini kami sebut Tim Semut," kata Zurqoni.
Menurut bapak satu anak ini, semut mampu mengalahkan gajah jika bersatu. "Meski semut, tapi kalau bersatu, hewan sekecil apa-pun akan mampu mengalahkan gajah. Kenapa harus lawan gajah? Karena calon-calon lain yang mulai bermunculan itu datang dari tokoh-tokoh yang sudah memiliki nama besar, makanya kita ibaratkan gajah," jawab Zurqoni enteng.
Dukungan untuk Uglu juga terlontar dari politisi PDIP Surabaya, Adi Sitarwijono. Dia mengaku sangat mengapresiasi keputusan Uglu maju sebagai Wali Kota Surabaya via jalur independen.
"Sebagai mantan jurnalis, saya sengat mengenalnya, dia (Uglu) itu sosok muda yang dinamis. Sebagai seorang jurnalis di Surabaya, tentu dia sangat paham kultur masyarakat di Kota Surabaya," ungkap Wakil Ketua Komisi A DPRD Surabaya tersebut.
Menurutnya, Kota Surabaya membutuhkan sosok muda yang bisa tampil sekaligus berperan aktif melakukan perbaikan dalam pemerintahan.
"Surabaya memang memerlukan sosok muda yang kreatif seperti dia sebagai penyeimbang, dan sejak Pilkada tahun 2005, di Surabaya memang selalu muncul bakal calon yang berlatar belakang jurnalis, tentu ini merupakan hal yang positip," papar politisi yang akrab dipanggil Awi ini.
Awi menyarankan, agar Uglu segera masuk ke pusaran. Karena sejatinya, komunitas jurnalis itu posisinya berada di pinggir pusaran dan bertugas mengamati dan mencatat, tetapi begitu ada niat maju menjadi kepala daerah, maka segera melakukan transformasi yang cepat.
"Saran saya, segera susun tim kerja dan bersosialisasi, jangan hanya berada di pinggir, segera masuk ke pusaran pertarungan, karena latar belakang jurnalis jika akan terjun menjadi pemain itu, dibutuhkan transformasi yang cepat agar bisa menunjukkan kualitas dan kredibilitasnya secara penuh, bukan setengah-setengah," pungkasnya.