Duduk Perkara Pengakuan Mantan Jubir Anies soal Ordal
Anggawira menilai Anies Baswedan lupa dengan sejarah soal pernyataannya orang dalam atau 'ordal'.
Mantan Jubir Anies-Sandi saat Pilgub DKI Jakarta 2017 Anggawira menyindir balik Anies mengenai ordal itu.
- Dukcapil Buka Suara Terkait KTP Dua Putra Anies Baswedan Dicatut Dukung Calon Independen Pilgub Jakarta Dharma Pongrekun
- Anies Jawab Tudingan Ordal di TGUPP: Tunjukkan Buktinya!
- Mantan Jubir Ungkap Fenomena 'Ordal' Anies Baswedan saat Jadi Gubernur DKI
- Cerita Anies Diminta Bikin Pidato Kekalahan saat Pilgub DKI Putaran Dua Lawan Ahok
Duduk Perkara Pengakuan Mantan Jubir Anies soal Ordal
Fenomena ordal atau orang dalam yang dilontarkan Capres nomor urut 1 Anies Baswedan menuai polemik. Ia mengungkit fenomena orang dalam yang merebak di Indonesia saat tanya jawab dengan capres nomor urut 2 Prabowo Subianto saat debat perdana capres di KPU, Selasa (12/12).
Namun, Mantan Jubir Anies-Sandi saat Pilgub DKI Jakarta 2017 Anggawira menyindir balik Anies mengenai ordal itu.
Dia menilai Anies Baswedan lupa dengan sejarah soal pernyataannya orang dalam atau 'ordal'.
Anggawira menyinggung saat Anies menjabat gubernur Jakarta menempatkan 'ordal' di sejumlah instansi.
Salah satunya di Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP). Sehingga sikap Anies bertolak belakang dengan ucapannya.
"Bahkan bukan hanya di TGUPP karena di dalam penentuan komisaris di BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) ada orang-orang dalam, dan timses yang masuk," jelas Anggawira pada keterangannya, Sabtu (16/12).
"Mas Anies saat menjabat gubernur juga ada orang-orang di dekatnya yang masuk menjabat posisi-posisi 'orang dalam' seperti di Komisaris LRT Jakarta, BUMD PT Jakpro, itukan orang dekat Mas Anies apalagi yang di TGUPP, 'orang dalam semua'," tuturnya
Anggawira lalu menyebut nama Geisz Chalifa yaitu orang dekat Anies yang pernah menjabat sebagai Komisaris PT Pembangunan Jaya Ancol, Tbk (PPJA). Lalu nama Thomas Lembong yang juga pernah menjabat sebagai Komisaris Utama PT Pembangunan Jaya Ancol.
Kemudian ia menyinggung nama Usamah Abdul Aziz yang disebut orang dekat Anies yang menjadi Anggota TGUPP DKI. Selain itu, ada Rene Suhardono yang menjadi Komisaris PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk.
Ketua Umum Relawan Pengusaha Muda Nasional (Repnas) Indonesia Maju tersebut menganggap pernyataan Anies soal 'ordal' adala bumerang. Sebab, apa yang dikatakan Anies dalam debat juga ia dilakuka saat menjabat sebagai Gubernur DKI.
"Saya melihatnya menjadi bumerang. 'Orang dalam' ini kan seperti terpercik muka sendiri jadinya," tegas Anggawira.
Selain itu, Anggawira juga menganggap bahwa demokrasi yang buruk seperti dibilang Anies juga blunder. Menurutnya, Anies menyampaikan sesuatu lebih banyak asumsi tanpa fakta.
"Mas Anies juga menyindir-nyindir sekarang tidak demokratis, kalau tidak demokratis berarti dia tidak jadi gubernur. Mas Anies dalam memaparkan sesuatu itu lebih banyak asumsi dan opini saja tanpa fakta," kata Anggawira.
Sementara itu, Tim Nasional Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN) membantah tuduhan bahwa banyak orang dalam (ordal) di Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) saat Anies menjabat Gubernur DKI Jakarta.
Juru Bicara (Jubir) Timnas AMIN Billy David Nerotumilena mengatakan bahwa semua tim TGUPP dan pimpinan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta dipastikan bukan orang dalam.
"Karena mereka sudah melalui mekanisme seleksi yang ketat dan dengan azas meritokrasi," kata Billy ketika dihubungi di Jakarta, Minggu (17/12).
Billy meminta kepada pihak yang menyatakan ada ordal saat kepemimpinan Anies untuk datang ke Pemprov DKI Jakarta. Menurutnya, tuduhan itu tidak sesuai lantaran buktinya tidak akan ditemukan.
"Daripada membuat pernyataan yang tidak teruji kebenarannya, bisa dicek apakah ada yang dibantu untuk masuk, atau ada yang harus bayar kepada oknum dalam Pemprov DKI," tuturnya.
Ia menjelaskan tim yang tergabung di TGUPP berjumlah banyak memerlukan banyak orang untuk bekerja sama. Tetapi, capaian hasil kerja TGUPP juga terukur dan sudah dipublikasi.
Menurutnya, orang-orang yang tergabung juga mempunyai latar belakang keilmuan, pengalaman kerja dan kesesuaian bidang yang akan dikerjakan. Sehingga, bukan sembarang orang bisa masuk.
"Tentang orang dekat yang pernah bekerja bersama-sama, selama kriteria dipenuhi dan sudah pernah teruji bekerja sama dalam tim tentu akan jadi prioritas dalam rekrutmen," tuturnya.
Billy menambahkan bahwa yang di maksud ordal oleh Anies dalam debat adalah tentang mekanisme bukan figur. Di mana proses ordal yang disinggung yaitu ketidakwajaran lahirnya keputusan MK.
"Sehingga sampai dianggap oleh MKMK (Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi) Anwar Usman melakukan kode etik berat," katanya.
Sebelumnya tuduhan bahwa Anies pun menempatkan ordal di pos tertentu saat menjabat sebagai gubernur dilontarkan oleh mantan Jubir Anies-Sandi saat Pilgub DKI Jakarta 2017, Anggawira.
Calon presiden nomor urut satu, Anies Baswedan mengatakan fenomena ordal atau orang dalam menyebalkan.
Hal itu disampaikan Anies saat merespons tanggapan calon presiden nomor urut dua, Prabowo Subianto terkait pertanyaan putusan etik Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dalam debat perdana capres pada Selasa (12/12) malam.
Prabowo terlihat emosional menanggapi pertanyaan Anies yang mengungkit masalah etika putusan Mahkamah Konstitusi yang memberikan jalan Gibran menjadi calon wakil presiden. Ketua umum Gerindra ini sampai menegaskan tidak masalah tidak punya jabatan.
Anies membalas dengan santai. Ia mengungkit fenomena orang dalam yang merebak di Indonesia.
"Fenomena ordal ini menyebalkan. Di seluruh Indonesia kita menghadapi fenomena ordal," katanya.
Praktik ordal ini selalu terjadi di mana-mana, baik di bidang olahraga, pendidikan, sampai beli tiket konser. Menurut Anies, praktik ini menghambat berjalannya meritokrasi.
"Mau ikut kesebelasan ada ordalnya, mau masuk jadi guru ordal, mau daftar sekolah ada ordal, mau tiket untuk konser ada ordal. Ada ordal di mana-mana. Yang membuat meritokrasi enggak berjalan. Yang membuat etika luntur," ujarnya.
Anies menuturkan, fenomena orang dalam terjadi di puncak proses demokrasi. Karena itu yang terjadi akan menular ke seluruh sendi masyarakat.