Fadli Zon bantah Setnov lobi PM Jepang soal pembelian pesawat Amfibi
"Tidak ada itu lobi pesawat, kalau ada yang mengatakan lobi pesawat itu ngawur saja itu."
Wakil Ketua DPR Fadli Zon lagi-lagi membela Ketua DPR Setya Novanto. Setelah membela bahwa Novanto tak bersalah dalam perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia. Kini, dia membantah bahwa atasannya itu melakukan lobi ke Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe membahas pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista).
"Tidak ada itu lobi pesawat, kalau ada yang mengatakan lobi pesawat itu ngawur saja itu. Kita bicarakan normatif, nah itu dilakukan pemerintah, jadi kalau ada rencana kerjasama dengan pemerintah ya kita dukung. Tapi, yang melakukan semua itu pemerintah. Tidak ada lobi-lobian," kata Fadli di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (18/11).
Dugaan lobi tersebut juga muncul dalam pemberitaan yang ditulis media Jepang, The Japan Times pada tanggal 12 November lalu. The Japan Times menulis, Setnov menuturkan kepada Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe bahwa Indonesia mempertimbangkan pembelian US-2 jenis Amfibi sebagai sinyal kerja sama pertahanan kedua negara. Fadli Zon lagi-lagi membantah apa yang ditulis oleh media tersebut.
"Bahas apanya? Jangan-jangan kita salah baca. Saya juga baca, Japan Times. Jadi tak benar ada lobi-lobi," ujar dia.
Sebelumnya, Setnov, demikian dia disapa, diduga ikut mempertimbangkan pembelian pesawat US-2 jenis Amfibi. Padahal, Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq mengatakan, pembelian pesawat U-2 jenis Amfibi tak masuk dalam perencanaan renstra tahun 2016. Menteri Pertahanan Ryamizard juga tak pernah merencanakan pembelian pesawat tersebut.
"Di Komisi I, kami belum pernah bicarakan dengan Kemhan rencana pembelian pesawat amfibi, berfungsi fire fighting. Ketika ini belum pernah, kan enggak di-report ke pimpinan dewan. Ketika karhutla, di media muncul perlunya Indonesia pesawat fire fighting dan muncul opsi Briev (Rusia), Hercules, Chinok (Amerika), and ShinMaywa (Jepang)," kata Mahfudz di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (17/11).
"Mungkin saya berimajinasi, ketika ada informasi umum, beliau (Setnov) ke Jepang, spontan dengan gaya bisnis dan menyampaikan itu. Tetapi bahwa Ketua DPR dalam konteks ambil langkah maju broker, dealer, lobyist, menurut saya tidak karena kami belum pernah buat perencanaan (pesawat Amfibi)," tambah dia.
Mahfudz mengatakan pihaknya mendapatkan informasi dari Dubes RI di Jepang soal adanya pertemuan PM Jepang Shinzo Abe dan Setya Novanto dalam kerjasama industri pertahanan ShinMaywa dengan PT Dirgantara. Dari situ muncul adanya perencanaan pembelian pesawat Amfibi.
"Saya berimajinasi yang kira-kira terjadi bisa seperti itu. Kalau memang iya, itu hal yang umum. Itu normatif sifatnya. Ketika kita endorse kerjasama di satu sektor, dia kan enggak bisa langsung. Harus ada MoU, kecuali jual beli. MoU ini kan eksekutif, ratifikasinya baru di DPR. Setelah MoU, eksekutif kedua pihak kan harus bikin kontrak kerja sama yang biasanya kalau dia sifatnya industri langsung ke yang terkait, misalnya kapal selam ke PT PAL. Setelah kontrak baru anggaran, di sini (DPR)," kata dia.
Dia menambahkan, pembelian alutsista harus melalui proses yang begitu lama. "Kalau TNI enggak ada perencanaan, kan enggak bisa masuk. Kalau ada perencanaan pesawat Amfibi, itu akan masuk salah satu opsi. Kan ada pemilihan spesifikasi, open binding, skema pembayaran. Enggak bisa ujug-ujug," tandasnya.