Hanura: Pilih capres jangan coba-coba, bangsa dan rakyat rugi
Hanura tak mau membedakan usia dalam hal pencapresan yang menyangkut nasib bangsa lima tahun ke depan.
Sekretaris Fraksi Hanura DPR Saleh Husin tak sepakat dengan anggapan bahwa masyarakat lebih memilih capres muda ketimbang tua. Dia tak mau membedakan usia dalam hal pencapresan yang menyangkut nasib bangsa lima tahun ke depan.
Saleh mengatakan, untuk memimpin bangsa yang dibutuhkan bukan capres tua dan muda. Melainkan, kata dia, dibutuhkan figur yang mampu dan memiliki pengalaman membenahi bangsa.
"Untuk memimpin bangsa sebesar Indonesia, kita tidak boleh terjebak pada tua muda, laki perempuan namun lebih pada kapasitas dan kapabilitas calon yang bersangkutan," kata Saleh saat dihubungi, Senin (13/1).
Dia menilai, calon presiden Indonesia harus matang dalam berbagai hal. Karena, lanjut dia, pemilu presiden bukan sekedar pemilihan kepala daerah yang bisa sekedar mencoba.
"Jadi kita jangan sekedar selalu coba-coba yang akhirnya merugikan bangsa kita lima tahun ke depan," tegas dia.
Sejauh ini, nama-nama capres yang sudah muncul ke publik memang tergolong memiliki usia yang tua. Seperti capres Hanura Wiranto , capres Golkar Aburizal Bakrie dan capres Gerindra Prabowo Subianto .
Sementara bakal capres muda yang digadang-gadang akan meramaikan pilpres yakini Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo ( Jokowi ), peserta konvensi capres Demokrat Anies Baswedan.
Dalam hasil survei Institut Riset Indonesia (INSIS) tentang partisipasi publik dalam Pemilu 2014. Partisipasi masyarakat cenderung meningkat jika partai politik mengusung capres muda di Pilpres 2014.
Menurut peneliti INSIS Mochtar W Oetomo, responden yang akan menggunakan hak pilih jika capres di Pilpres 2014 berusia di atas 55 tahun hanya 63,36 persen. Sementara yang tidak menggunakan hak pilih 8,31 persen, dan tidak tahu atau tidak jawab 28,31 persen.
Kondisi ini berbeda ketika diajukan pertanyaan kepada responden jika yang maju di Pilpres 2014 adalah capres yang umurnya kurang dari 55 tahun. Responden yang mengatakan akan menggunakan hak pilih melonjak menjadi 81,86 persen, tidak menggunakan hak pilih 4,2 persen dan tidak menjawab 13,92 persen.
"Ini temuan menarik," kata Mochtar, saat dalam keterangan pers, Minggu (12/1).
Dia menjelaskan, partisipasi pemilih dalam pemilu ada kecenderungan mengalami penurunan dari pemilu ke pemilu. Menurut dia, penurunannya berkisar 2 hingga 20 persen. Partai politik punya tanggung jawab besar untuk mengatasi kondisi ini.
"Caranya seperti mematahkan kritik satire tentang 4L (lu lagi lua lagi). Sehingga mereka bisa menawarkan tokoh baru di Pilpres 2014," kata dia.