Hashim Klaim Prabowo Batalkan Korupsi di Kemenhan Senilai Rp51 Triliun
Untuk harga satu senjata, seharusnya dibanderol USD 800 tetapi ditulis USD 10.800.
Untuk harga satu senjata, seharusnya dibanderol USD 800 tetapi ditulis USD 10.800.
Hashim Klaim Prabowo Batalkan Korupsi di Kemenhan Senilai Rp51 Triliun
Wakil Ketua Dewan Pembina DPP Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo mengungkapkan, terdapat kasus korupsi di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) di masa awal Prabowo Subianto menjabat.
- Hashim Sebut Prabowo Sadar Bakal Dikritik Usai Pilih Gibran jadi Cawapresnya
- Demi Menangkan Prabowo-Gibran, Golkar Tunjuk Idrus Marham jadi Ketua Dewan Penasihat Bappilu
- PDIP Terbuka Koalisi dengan Prabowo: Syaratnya Ganjar Capres, Megawati tak Pernah Batalkan Keputusan
- Budiman Sudjatmiko Merapat ke Prabowo, Sinyal Perpecahan Kader PDIP Dukung Ganjar?
Kala itu, cerita Hashim, Prabowo harus menandatangani kontrak senilai Rp51 triliun. Angka tersebut ternyata sudah dinaikkan dari nilai yang sebenarnya.
Hashim berujar, kontrak tersebut terkait dengan pembelian senjata. Untuk harga satu senjata, seharusnya dibanderol 800 dolar tetapi ditulis 10.800 dolar.
"Mark upnya 1.250 persen. Bisa dihitung, harga asli 800, yang datang ke meja menteri pertahanan, 10.800 dollar, mark up-nya saya hitung," ujar Hashim.
Mendengar hal itu, Prabowo mengaku kaget. Ia pun langsung membatalkan seluruh kontrak yang sedang berjalan.
"Waktu saya lapor ke kakak saya, dia tidak mau percaya karena dia sudah bicara bocoran-bocoran berapa tahun. Dia dikritik sebagai Prabocor," ucap Hashim.
"Dia tidak ada waktu untuk tender ulang. Apa yang terjadi? Dia batalkan semua kontrak. Dia batalkan kontrak-kontral senilai Rp51 triliun dari pada dia merestui korupsi karena dia sudah tahu ini korupsi," sambungnya.
Hashim pun memuji pilihan yang diambil Prabowo. Pasalnya, bisa saja Prabowo mengambil untung sedikit karena tidak akan ketahuan.
"Kalau Prabowo jahat, dia minta saja satu persen dari rekanan. Nggak usah gila-gila lah, nggak usah 50 persen, 100 persen, lima persen aja. Saya kira BPK atau KPK tidak akan lihat itu. Betul tidak?" tutupnya.