Hasil Survei Dituding Berpihak ke Prabowo-Sandi, Ini Penjelasan Litbang Kompas
Hasil survei Litbang Kompas dinilai berbeda dibanding dengan survei dari lembaga lainnya, di mana elektabilitas Paslon 01, Jokowi-Ma'ruf menurun sementara Paslon 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengalami kenaikan signifikan dari survei sebelumnya pada Oktober 2018.
Hasil survei Litbang Kompas dinilai berbeda dibanding dengan survei dari lembaga lainnya, di mana elektabilitas Paslon 01, Jokowi-Ma'ruf menurun sementara Paslon 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengalami kenaikan signifikan dari survei sebelumnya pada Oktober 2018.
Banyak pihak yang menuding bahwa Litbang Kompas memiliki kecenderungan berpihak pada Paslon 02. Peneliti Litbang Kompas, Toto Suryaningtyas mengatakan, ia menyadari hal tersebut.
-
Dimana Prabowo Subianto kalah dalam Pilpres 2019? Namun sayang, Ia kalah dari pasangan Jokowi-Ma'aruf Amin.
-
Siapa saja yang ikut dalam Pilpres 2019? Peserta Pilpres 2019 adalah Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
-
Siapa yang menjadi Presiden dan Wakil Presiden di Pilpres 2019? Berdasarkan rekapitulasi KPU, hasil Pilpres 2019 menunjukkan bahwa pasangan calon 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin, meraih 85.607.362 suara atau 55,50%, sementara pasangan calon 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, meraih 68.650.239 suara atau 44,50%.
-
Bagaimana tanggapan Prabowo atas Jokowi yang memenangkan Pilpres 2014 dan 2019? Prabowo memuji Jokowi sebagai orang yang dua kali mengalahkan dirinya di Pilpres 2014 dan 2019. Ia mengaku tidak masalah karena menghormati siapapun yang menerima mandat rakyat.
-
Apa yang diraih Partai Gerindra di Pemilu 2019? Pada Pemilu 2019, perolehan suara Partai Gerindra kembali naik, walau tidak signifikan. Partai Gerindra meraih 12,57 persen suara dengan jumlah pemilih 17.594.839 dan berhasil meraih 78 kursi DPR RI.
-
Apa yang diusung Prabowo Subianto dalam acara tersebut? Ketua Umum Pilar 08, Kanisius Karyadi, mengatakan bahwa kegiatan yang diikuti oleh 70 ribu lebih peserta ini merupakan bentuk dukungan terhadap Prabowo Subianto dalam menjaga dan merawat Persatuan Indonesia, sejalan dengan Sila ke-3 Pancasila.
"Soal hasil survei kami yang terakhir, memang memberikan hasil yang bisa dibilang agak berbeda dengan lembaga-lembaga yang lain," ujar Toto dalam diskusi di Upnormal Coffee Roaster, Raden Saleh, Jakarta, Selasa (26/3).
"Sebetulnya kami sendiri juga cukup surprise ketika melihat hasil semacam itu. Tapi kalau dilihat dari statistik, angka kami masih masuk rentan margin error dari lembaga-lembaga yang lain," lanjutnya.
Meski begitu, Toto menegaskan, hasil tersebut bukan berarti survei lembaganya berpihak pada salah satu calon dalam Pilpres 2019. Menurutnya, lembaga Litbang Kompas telah melakukan survei dengan jujur dan bersih tanpa ada upaya untuk memanipulasi hasil.
Lagipula, Toto menilai hasil survei Litbang Kompas bisa berbeda karena teknik pengambilan sampel dan metodologi yang digunakan setiap lembaga survei juga tidaklah sama.
"Kami sejak awal tidak ada skenario atau intensi baik dalam penyusunan konsep, kuesioner, itu tidak ada kecondongan apapun baik kepada 01 ataupun 02. Kalau sekarang hasilnya seperti itu, ada narasi-narasi mendorong untuk mengira kami mempunyai maksud tertentu. Itu kalau bisa saya sampaikan, itu tidak ada (keberpihakan)," tegasnya.
"Jadi kalau bicara sebetulnya angka kami tidak berbeda jauh, tetapi memang banyak yang bilang kami memakai angka skeptis. Lalu dari (kubu) 02 melonjak, lalu pandangan dari publik semakin terbentuk, seakan-akan menempatkan kami pada keberpihakan tertentu," kata Toto.
Dia menambahkan, lembaganya sangat kredibel. Alat ukur yang dimiliki Litbang Kompas kuat karena sebaran cakupannya yang luas.
"Jadi kalau bicara sebetulnya angka kami tidak berbeda jauh, tetapi memang banyak yang bilang kami memakai angka skeptis. Lalu dari (kubu) 02 melonjak, lalu pandangan dari publik semakin terbentuk, seakan-akan menempatkan kami pada keberpihakan tertentu," tukasnya.
Dalam kesempatan yang sama, pakar psikometri riset dan statistik, Yahya Umar menjelaskan, perbedaan hasil survei seperti yang ditemukan Litbang Kompas sebenarnya wajar terjadi.
"Hasil lembaga survei memang harus berbeda. Mengingat, caranya dan teknik pemilihan responden berbeda, metode pengambilan surveinya juga berbeda. Justru, jika lembaga survei berbeda tapi hasilnya sama itulah yang dipertanyakan," ujarnya.
Sedangkan Peneliti LSI Denny JA, Ikrama Masloman yang hadir dalam diskusi itu mengatakan, survei juga hanya berlaku pada saat survei dilakukan. Survei juga tidak mampu mendeteksi golput, dimana hal itu masih banyak terjadi di kalangan milenial.
"Misalnya di 2019 ini di pemilu ada seperti ancaman juga partisipasi akan menurun. Tapi soal teknis ya. Di survei kami (LSI Denny JA) hanya 50 persen yang tahu bahwa pada 17 April ada pemilihan presiden, yang tahu ada pilpres yang tanggalnya benar 17 April. Terlepas nanti ada masalah pragmatis ya, artinya pemilih melihat mereka lebih baik bekerja daripada datang ke TPS," tukas Ikrama.
Pengamat Politik, Adi Prayitno menambahkan, masyarakat sebaiknya juga tidak langsung menghakimi sebuah lembaga survei bila hasil yang dikeluarkan tidak sama dengan yang lainnya. Sebab, survei hanya membantu memberikan gambaran terhadap prospek politik yang sedang berlangsung.
"Jadi apapun hasil survei itu harus dimaknai biasa-biasa saja. Yang harus dianggap sebagai bagian dari kepentingan politik elektoral kita saat ini, gitu ya," tukas Adi.
"Tentu saja publik tidak perlu harus menghakimi lembaga survei ini adalah lembaga survei yang tidak kredibel, pesanan, atau apapun, karena survei ini adalah suatu metologi yang cukup rumit dan tentu semua lembaga survei mempertaruhkan kredibilitasnya," tambahnya.
Reporter: Ratu Annissa Suryasumirat
Sumber: Liputan6.com
Baca juga:
JK Soal Janji Sandiaga Buyback Indosat: Tidak Sesuai Filosofi Investasi
Fadli Zon Khawatir Fatwa Golput Haram Timbulkan Kontroversi Baru
JK Sebut Erwin Aksa Tak Minta Izin, Cuma Beritahu Dukung Prabowo-Sandi
Prabowo: Kalau Difitnah, Kita Joget Saja
Fadli Zon Sindir Jokowi: Kalau Elektabilitas Petahana di Bawah 50%, Itu Game Over!
Prabowo: Korupsi di Indonesia Sudah Terlalu Banyak, Saya Muak!