Jawaban Petinggi Lembaga Saat Quick Count Pilpres 2019 Dituding Bayaran dan Bohong
Denny JA mengakui adanya bayaran terhadap lembaga yang didirikannya.
Beberapa lembaga telah melakukan hitung cepat atau quick count Pilpres 2019. Hasil quick count ini tengah jadi sorotan lantaran ada yang tak percaya. Bahkan ada tudingan lembaga-lembaga yang mengadakan quick count itu bayaran dan datanya bohong.
Para petinggi lembaga yang mengadakan quick count pada Pilpres 2019 akhirnya buka suara. Mereka menjelaskan cara kerja quick count dan tudingan ada bayaran. Berikut penjelasan mereka:
-
Apa itu quick count? Quick count adalah metode perhitungan cepat yang dilakukan oleh lembaga survei atau lembaga riset untuk memprediksi hasil pemilu berdasarkan sebagian data suara yang sudah masuk.
-
Mengapa hasil quick count Pilkada DKI 2017 sangat penting? Hasil quick count tersebut menjadi perhatian utama, karena sering kali memberikan indikasi kuat mengenai hasil akhir sebelum perhitungan resmi diumumkan oleh KPU.
-
Siapa yang melakukan Quick Count? Quick count dilakukan oleh lembaga survei, lembaga pemantau pemilu, atau kelompok masyarakat sipil yang independen dan tidak terafiliasi dengan calon atau partai politik.
-
Apa hasil quick count Pilkada DKI 2017 putaran kedua? Hasil quick count Pilkada DKI 2017 putaran kedua menunjukkan bahwa pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno memperoleh dukungan sebesar 58,5%, sedangkan pasangan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat, mendapatkan dukungan sebesar 41,5%.
-
Di mana data Quick Count diambil? Pada awalnya, para lembaga survei melakukan pemilihan TPS secara acak yang akan menjadi sampel untuk dihitung.
-
Siapa saja yang ikut dalam Pilpres 2019? Peserta Pilpres 2019 adalah Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
Denny JA LSI
Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny Januar Ali menjawab tudingan adanya bayaran terhadap lembaga survei. Denny mengakui adanya bayaran terhadap lembaga yang didirikannya. Menurut dia orang berani membayar lembaga survei karena data yang didapatkan kredibel. Rekam jejak juga jadi acuan alasan orang bersedia membayar sebuah lembaga survei. Sebab ketika rekam jejak lembaga survei bagus, dapat dipastikan data-data diperoleh juga kredibel.
"Kita pun enggak bantah (dibayar) karena mustahil LSI membiayai dirinya sendiri semuanya, terus siapa yang menggaji kita? Pasti lah LSI itu ada yang bayar, itu pasti tidak bisa ditolak itu. Tapi disitulah kuncinya, kita tidak mungkin dibayar orang kalau kita enggak kredibel. Orang engga mau beli data palsu. Justru semakin mahal data lembaga survei dia semakin kredibel. Makin bertahan panjang, pasti rekam jejaknya orang mau membayar dia. Sebaliknya jika ada isu lembaga survei dibayar, pasti dia dibayar. Justru kalau tidak dibayar jadi pertanyaan dari mana dia bisa hidup," kata Denny JA dikutip dari akun YouTube Denny JA's World, Selasa (23/4).
Charta Politika
Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya membantah soal tudingan adanya bayaran terhadap hasil quick count atau hitung cepat Pilpres 2019 dari paslon tertentu. Dia menegaskan hasil quick count Charta Politika bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
"Tidak sama sekali (ada bayaran) untuk quick count. Dan itu bisa dipertanggungjawabkan secara legal dengan tempat-tempat media kita bekerja sama, dan saya bisa buktikan itu fitnah," katanya dalam acara Mata Najwa beberapa waktu lalu.
Penjelasan Indikator Politik
Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi menanggapi tudingan soal hasil hitung cepat yang dinilai bohong oleh beberapa pihak. Dia mengatakan publik akan menilai sendiri apakah lembaga survei telah menjalankan quick count dengan benar atau tidak pada 22 Mei mendatang. Sebab pada tanggal itu KPU akan merilis hasil hitung Pilpres 2019.
"Kalau misalnya ada perbedaan data KPU dan quick count, bisa jadi quick count-nya salah, bisa jadi data KPU-nya salah. Di situlah kita saling mengecek. Ini gunanya demokrasi, adalah saling recheck berdasarkan data scientific, bukan didasarkan pada katanya-katanya," kata Burhanuddin beberapa waktu lalu.
Indo Barometer
Peneliti dan Penanggung Jawab Survei Indo Barometer Asep Saifuddin menjelaskan mengenai quick count yang dilakukan oleh lembaganya. Menurutnya, pengolahan data quick count berdasarkan data, sementara survei dan exit poll berdasarkan opini responden terpilih.
"Quick count itu beda dengan survei atau exit poll. Quick count pada dasarnya sama dengan real count yang dilakukan KPU. Jadi quick count tidak bisa di-apple to apple kan dengan survei atau exit poll. Jenis datanya juga berbeda, bahwa survei dan exit poll sama-sama opini. Sementara quick count sampling terhadap populasinya, dugaan tak bias dari real count-nya," jelas Asep.
Cyrus Network
CEO Cyrus Network, Hasan Nasbi Batupahat membantah jika hasil hitung cepat atau quick count Pilpres 2019 disebut untuk menipu publik. Meski begitu, dia mengaku sebuah lembaga survei bisa bekerja sama dengan calon tertentu dalam pemilu. Namun untuk menentukan hasil, lembaga survei akan profesional.
"Ini terkait marwah dan martabat pollster. Pollster dan lembaga survei bisa saja ada yang berpihak, mendukung calon-calon tertentu. Tapi kalau mengeluarkan hasil, pasti profesional. Kami yang bergabung dengan PERSEPI, itu sudah bersedia diaudit jika publik merasa curiga dengan hasil lembaga," kata Hasan.
(mdk/has)