Jimly: Syarat 2 persen ajukan sengketa Pilkada membatasi hak rakyat
Jumlah persentase pengajuan sengketa Pilkada di MK dinilai terlalu ketat dan kaku.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengatakan, pasal 158 UU No 8 Tahun 2015 tentang Pilkada menghambat demokrasi. Menurut dia, batasan maksimal dua persen pengajuan sengketa Pilkada di MK sama dengan membatasi hak rakyat.
"Terlalu membatasi hak rakyat hanya karena evaluasi terkait dengan kasus pilkada di MK yang sebelumnya menimbulkan masalah nasional karena adanya kecurangan suap pada kasus Akil," kata Jimly di Jakarta, Kamis (21/1).
Jimly menjelaskan, pada awalnya tujuan pembatasan dua persen untuk mencegah orang-orang yang mencoba-coba 'bermain' ke MK. Namun, pada praktiknya, jumlah persentase tersebut dinilai terlalu ketat dan kaku.
Menurut Jimly, sudah ada preseden yang baik dari MK pada 2004 lalu untuk mempertimbangkan perselisihan hasil pilkada dengan melihat signifikansi perkara. Artinya, apabila terdapat suara yang tidak sah, maka pembuktiannya harus signifikan menyebabkan seseorang kalah.
"Kalau terbukti memang terjadi pelanggaran namun tidak signifikan dan mempengaruhi hasil maka dia akan di tolak. Jadi semangatnya itu jangan hanya membatasi perkara," paparnya.
Sementara itu, kuasa hukum pihak terkait di Pilkada Kabupaten Malang, Robikin Emhas mengatakan, banyak pihak yang merasa dirugikan karena batas tersebut, karena menilai tidak semua penyelenggara pemilu di tingkat bawah melakukan hal yang benar.
"Meski saya di pihak terkait dan menang, tapi bagi saya, ini kurang mengakomodir keseluruhan perkara yang mungkin saja akan menimbulkan kekalahan satu pihak karena kesalahan penyelenggara," pungkasnya.
Di dalam Pasal 158 ayat (1) dijelaskan bahwa provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan dua juta jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 2 persen dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi.
Sementara provinsi dengan jumlah penduduk 2 juta hingga 6 juta, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1,5 persen dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi.
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada serentak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2015. Pesta demokrasi ini melibatkan tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
-
Apa definisi dari Pilkada Serentak? Pilkada Serentak merujuk pada pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
-
Kapan Pilkada serentak berikutnya di Indonesia? Indonesia juga kembali akan menggelar pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak di tahun 2024. Pilkada 2024 akan dilasanakan ada 27 November 2024 untuk memilih gubernur, wali kota, dan bupati.
-
Mengapa Pilkada penting? Pilkada memberikan kesempatan kepada warga negara untuk mengekspresikan aspirasi mereka melalui pemilihan langsung, sehingga pemimpin yang terpilih benar-benar mewakili kehendak dan kebutuhan masyarakat setempat.
-
Mengapa Pilkada Serentak diadakan? Ketentuan ini diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan pemilihan, serta mengurangi biaya penyelenggaraan.
-
Kenapa Pilkada Serentak dianggap penting? Sejak terakhir dilaksanakan tahun 2020, kali ini Pilkada serentak diselenggarakan pada tahun 2024. Dengan begitu, penting bagi masyarakat Indonesia untuk mengetahui kapan Pilkada serentak dilaksanakan 2024.