Jokowi singgung Lurah Susan di debat Capres
Didemo karena beragama Kristen. Jokowi tetap mempertahankan Lurah Susan.
Debat perdana antara dua calon presiden dan wakil presiden di Balai Sarbini, Senin 10 Juni kemarin memunculkan nama Lurah Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Susan Jasmine Zulkifli dalam pernyataan Joko Widodo, Senin 10 Juni 2014.
Ketika moderator debat Zainal Mochtar Husein bertanya ihwal kebhinnekaan, Jokowi mengingat Lurah Susan. "Bhineka tunggal ika sudah final. Kami tidak ingin ungkit itu lagi. Kita mengangkat Lurah Susan di Lenteng Agung ketika itu melalui seleksi dan promosi terbuka, baik kompetensi, manajemen leadership, dan administrasi. Namun ada yang mendemo agar diganti karena mayoritas berbeda dengan lurah itu. Saya sampaikan itu sudah final sehingga tidak menggangu keputusan kami," kata Jokowi.
Bagaimana sesungguhnya cerita soal Lurah Susan itu?
Susan Jasmine Zulkifli nama panjangnya. Ia tak pernah bermimpi suatu saat akan menjadi seorang lurah di Jakarta. Saat menjadi Pegawai Negeri Sipil di tahun 1991, ia hanya ingin menjadi pegawai negeri yang baik. Lebih 20 tahun menjadi PNS, golongannya baru III-D, jabatannya hanyalah Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Kelurahan Senen. Lalu Jakarta memasuki babak baru setelah di tahun 2012, Joko Widodo menjadi Gubernur.
Di bulan-bulan pertama, Jokowi merombak tata pemerintahan di ibukota. Ia menggelar tradisi baru perekrutan pejabat yang lebih transparan: Lelang Jabatan untuk kursi lurah dan camat di seluruh Jakarta. Susan yang menganggap dirinya mampu tak melewatkan kesempatan itu. Ia mendaftar, mengikuti serangkaian uji kompetensi dan ia memperoleh nilai terbaik di kelompoknya.
Hasil tes yang moncer itu mengantar Susan menjadi Lurah Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Ia menjadi lurah pada Juli 2013. Perempuan 43 tahun itu menjadi perempuan pertama yang menjadi lurah di sana. Tapi perjalanan Susan tak mulus benar, ia menghadapi penolakan sekelompok warga untuk alasan yang tak lazim: Susan beragama Kristen.
Penolakan warga Lenteng Agung itu bermula ceramah tarawih di Masjid Abu Bakar Siddiq pada bulan Ramadan Agustus 2013. "Penceramahnya 'orang-orang panggilan'," kata Edi, seorang warga. Penceramah itu, kata Edi, menyampaikan bahwa dalam Islam, umat muslim tidak boleh dipimpin oleh orang nonmuslim, apalagi kalau muslim di suatu wilayah itu jadi mayoritas.
Pada hari Rabu 25 September 2013, dua ratusan warga Kelurahan Lenteng Agung menggelar unjuk rasa menolak Susan di depan Kantor Kelurahan Lenteng Agung. Mereka membentang kain putih 50 meter untuk ditandatangani warga yang menolak sang lurah. Mereka juga mengusung keranda bertuliskan "Matinya Demokrasi di L.A. Jokowi-Ahok=Arogan Otoriter." Suasana mencekam, ratusan polisi berjaga.
Aksi sekelompok warga Lenteng Agung ini didukung organisasi Front Pembela Islam (FPI) Jakarta. "Ia memimpin tidak pada tempatnya," ujar Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah FPI Jakarta, Novel Ba'mumin. Menurut dia, Susan tak tepat memimpin daerah yang penduduknya mayoritas muslim. Novel bahkan menuduh Wakil Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama punya agenda pribadi dalam menempatkan Susan sebagai lurah di Lenteng Agung.
Aksi penolakan terhadap Susan menjadi topik nasional. Tak kurang dari Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi meminta Jokowi mengevaluasi penempatan Susan sebagai Lurah Lenteng Agung. Penolakan warga terhadap Susan dikhawatirkan mengganggu kinerjanya. "Tujuan pemberian jabatan tertentu kepada seseorang adalah kesuksesan program karena kinerja yang baik, kata Gamawan.
Untuk semua penolakan yang ia hadapi, Susan tak terlalu mengambil pusing. "Saya biasa saja, saya bekerja yang baik," kata Susan. Ia tak mau mundur dari jabatannya. Tekad Susan untuk bertahan dan melayani warga Lenteng Agung kian kukuh ketika ia mengetahui, Gubernur Jakarta, Joko Widodo mendukung dan memilih mempertahankannya.
Di depan para wartawan, Joko Widodo menegaskan tidak akan memindahkan Lurah Lenteng Agung, Susan Jasmine Zulkifli. "Saya menilai lurah dan camat itu berdasarkan prestasi. Bukan berdasarkan agama. Saya menilainya dari kemampuan menyelesaikan masalah, integritas, dan kemampuan dalam bekerja," kata Jokowi.
Untuk melakukan evaluasi kinerja Susan, kata Jokowi, ia butuh waktu setidaknya enam bulan lamanya. "Baru bisa melakukan penilaian. Kalau bagus, dipertahankan. Kalau tidak ya diganti," katanya. (skj)