Keputusan Menkum HAM bahayakan demokrasi, Gerindra dukung hak angket
"Dari mulai hari pertama dia menjabat lebih banyak keputusannya politik ketimbang hukum," ujar Fadli Zon.
Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie (Ical) dan PPP kubu Djan Faridz berencana menggalang dukungan hak angket untuk Menkum HAM Yasonna Laoly. Menteri Yasonna dianggap terlalu jauh mencampuri urusan rumah tangga kedua partai dengan hanya mengakui satu kubu.
Partai Gerindra pun mendukung langkah yang dilakukan kubu Ical dan Djan Faridz untuk menggalang dukungan bagi Yasonna. Keputusan menteri dari PDIP itu dinilai telah mengancam demokrasi di Indonesia.
"Tentu ini saya kira ini suatu hal yang sangat wajar dan bagus, kalau saya sendiri melihat ini bagus saja. Supaya keputusan apalagi yang menimbulkan kontroversi seperti sekarang ini bisa dipertanggungjawabkan. Apalagi banyak sekali kejanggalan-kejanggalan yang diambil Menkum HAM," ujar Waketum Gerindra Fadli Zon usai menjenguk Haryanto Taslam di RS Medistra, Jakarta, Sabtu (13/3).
"Dari mulai hari pertama dia menjabat lebih banyak keputusannya politik ketimbang hukum. Jadi ini saya kira akan membahayakan demokrasi kita," tambah Fadli.
Menurut Fadli, Menteri Yasonna harusnya kritis dalam menanggapi kisruh partai Golkar dan PPP. Namun apa yang dilakukan Yasonna dinilai Fadli justru memperkeruh kedua partai.
"Apalagi katanya ada pemalsuan-pemalsuan yang sekarang dilaporkan ke kepolisian. Ini saya kira akan membahayakan demokrasi kita, ketika legitimasi dari sebuah munas yang merupakan proses demokrasi dalam politik dibegal oleh kekuasaan-kekuasaan," terangnya.
Meski demikian, pria berkaca mata ini membantah bahwa dukungan ini karena kubu Ical dan Djan faridz pendukung setia Koalisi Merah Putih. Fadli menyebut dukungan hak angket adalah bentuk pengawasan yang dimiliki DPR kepada pemerintah.
"Kita perlu ikut campur ini bukan Gerindra, kita DPR mengawasi tindakan pemerintah. Jadi ini dalam rangka pengawasan. Tugas saya mengawasi Menkum HAM, itu amanat dari undang-undang bukan ikut campur," imbuhnya.