Ketua Komisi II DPR: Surat edaran KPU melanggar UU
KPU diingatkan agar tidak membuat aturan yang mengabaikan peraturan yang berlaku.
Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman menilai Surat Edaran KPU bernomor 32/KPU/VI/2015 tentang pengaturan calon petahana (incumbent) melanggar Undang-undang Pemerintah Daerah. Menurutnya surat edaran tersebut bertentangan dengan UU Pemda.
"Surat edaran itu kita luruskan, harus kita patuhkan dengan UU, karena keterkaitannya tadi. UU mengatakan satu periode, 2,5 tahun. Ini melanggar UU," ujar Rambe seusai Raker Komisi II DPR dengan KPU di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (23/6).
Rambe juga mengingatkan KPU agar tidak membuat aturan yang mengabaikan peraturan yang berlaku. Termasuk membuat surat edaran yang melampaui kewenangannya.
"Jadi tidak boleh mengeluarkan aturan termasuk surat edaran dari KPU. Jadi aturannya tidak ada, dibuat aturan, ini yang tidak boleh," tandasnya.
Terkait calon petahana yang mengundurkan diri untuk memuluskan keluarganya jadi calon kepala daerah, Rambe menegaskan pengunduran diri tersebut harus ada keputusan dari pemerintah melalui Mendagri dan DPRD. DPRD sebagai wakil rakyat harus dihormati karena calon petahana yang mengundurkan diri harus meminta izin kepada para pendukungnya minimal melalui DPRD.
"Di situ kan ada sumpah jabatan. Jadi, harus ada sidang DPRD dalam mengundurkan diri, apakah diterima atau tidak," tegasnya.
Sementara anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Sa'duddin meminta ketegasan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo terkait surat edaran KPU tersebut. Menurutnya, surat edaran tersebut dinilai membuka peluang bagi hadirnya politik dinasti dalam pilkada serentak.
"Pak Menteri, surat edaran tersebut bertentangan dengan konstitusi, melampaui UU tentang pelaksana pilkada. Saya minta Pak Menteri telusuri ini, apa itu disengaja oleh KPU? Saya dukung Pak Menteri, surat itu ditolak saja agar tak jadi masalah," pungkasnya.