Pansus Pemilu sebut perdebatan soal PT karena MK tak tegas
Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy mengatakan perdebatan soal ambang batas pencalonan Presiden ini dikarenakan ketidaktegasan MK terkait putusan soal Pemilu Serentak 2019. Dengan Pemilu digelar serentak maka seharusnya penerapan ambang batas pencalonan Presiden sebesar 20 persen dari total kursi DPR tidak relevan.
Sikap fraksi-fraksi partai masih terbelah terkait ambang batas pencalonan Presiden (Presidential Treshold). Golkar, NasDem, PKS dan PDIP mempertahankan ambang batas pencalonan presiden pada Pemilu 2019 sebesar 20 persen dari total kursi di DPR atau 25 persen suara nasional.
Sementara, empat fraksi lain yakni PAN, Hanura, Demokrat dan Gerindra ingin angka ambang batas pencalonan presiden sekitar 0 persen. PKB dan PPP mengusulkan angka ambang batas pencalonan Presiden (Presidential Treshold) disamakan dengan angka parliementary threshold sebesar 5 persen.
Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy mengatakan perdebatan soal ambang batas pencalonan Presiden ini dikarenakan ketidaktegasan MK terkait putusan soal Pemilu Serentak 2019. Dengan Pemilu digelar serentak maka seharusnya penerapan ambang batas pencalonan Presiden sebesar 20 persen dari total kursi DPR tidak relevan.
"Ketegasan yang diminta di MK apa? Kasih jawaban dong ke kami bahwa keputusan MK berimplikasi langsung kepada tanpa threshold untuk presiden, mau enggak MK, enggak mau," kata Lukman di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (17/5).
MK, kata Lukman, tidak memberikan penjelasan bahwa amanat putusan pemilu 2019 dilakukan serentak itu bisa berdampak pada angka ambang batas pencalonan Presiden. Lukman menyebut MK hanya menunggu gugatan dari putusan tersebut.
"Atau tegaskan saja ke kami keputusan MK tentang keserentakan tak berimplikasi langsung ke PT, enggak mau juga. MK ini menunggu digugat," tegasnya.
Karena tidak memberikan penjelasan yang detil, maka fraksi-fraksi partai di DPR menggunakan subjektivitas masing-masing terkait ambang batas pencalonan presiden. Alhasil, perdebatan antar fraksi pun menjadi alot seperti sekarang.
"Ini sudah ada upaya pansus datang ke MK untuk tanya, kira kira bagaimana. Kalau A kita bikin pakai PT, B enggak pakai, enggak mau jawab. Akhirnya kembali ke subjektivitas fraksi untuk menafsirkan ala dia sendiri, balik lagi. Antara telor sama ayam," ujar Lukman.
"Karena ini akan jadi objek gugatan maka MK enggak akan menjawab. MK akan menjawabnya ketika nanti digugat," sambungnya.
Pansus RUU Pemilu berkaca dari penerapan sistem keserentakan dan angka ambang batas di pencalonan Presiden di negara Brazil. Akibat dari penerapan sistem tersebut, lanjutnya, keberadaan partai kecil menjadi hilang dengan partai besar.
"Ini jangan dianggap sebuah pertarungan tak ada landasan teorinya, tak ada hitungannya. Kita harus hormati partai kecil yang berusaha untuk survival," tuturnya.
Untuk itu, Wasekjen PKB ini memahami maksud dari partai-partai kecil mengusulkan ambang batas pencalonan dihapuskan. Penentu keputusan ambang batas pencalonan presiden ini berada di tangan partai-partai menengah seperti PKB, PKS dan Demokrat.
"Tinggal kami partai menengah, bela rakyat kecil atau rakyat kecil, kalau kami bela rakyat kecil maka kami bergabung dengan partai kecil, selamat tinggal partai besar. Partai menengah itu PKB, PKS, Demokrat. Itu aja pertimbangannya. Gitu kan," tutupnya.