Partai pendukung Jokowi ragukan kapasitas Jonan pimpin ESDM
Partai pendukung Jokowi ragukan kapasitas Jonan pimpin ESDM. Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mengangkat Ignasius Jonan sebagai Menteri. Setelah dicopot dari Menteri Perhubungan pada akhir Juli lalu, selang tiga bulan kemudian Jonan kembali bergabung dengan kabinet kerja sebagai Menteri ESDM.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mengangkat Ignasius Jonan sebagai Menteri. Setelah dicopot dari Menteri Perhubungan pada akhir Juli lalu, selang tiga bulan kemudian Jonan kembali bergabung dengan kabinet kerja sebagai Menteri ESDM.
Pengangkatan kembali Jonan masuk kabinet menuai pro dan kontra. Tidak sedikit, bahkan partai pendukung pemerintah juga ikut mengecam keputusan Jokowi dalam penunjukkan Jonan. Terlebih, Jokowi juga menunjuk Arcandra Tahar sebagai wakil menteri ESDM, setelah dipecat dari kursi Menteri ESDM karena tersangkut kasus kewarganegaraan ganda.
Kapasitas Jonan pimpin 'kursi panas' ESDM diragukan banyak pihak. Jonan dinilai tak memiliki kemampuan di bidang energi. Sebelum jadi menteri perhubungan, Jonan adalah Dirut PT KAI di era Dahlan Iskan.
Anggota Komisi VII Partai Hanura Inas Nasrullah Zubir mengaku tidak percaya Jokowi melantik Jonan dan Arcandra sebagai pimpinan di Kementerian ESDM. Dia menilai keputusan tersebut terkesan dipaksakan agar Arcandra bisa mendapat jabatan.
"Spechless! Kelihatan banget dipaksakan dengan adanya Wamen ESDM," kata Inas saat dihubungi, Jumat (14/10).
Menurutnya, Jonan hanya akan menjadi boneka dari Arcandra seperti yang dialami Jero Wacik. Sebab, Arcandra yang jauh lebih paham mengelola sektor energi dan sumber daya mineral ketimbang Jonan.
"Jonan akan seperti Jero Wacik. Boneka doang yang paham wamen," terangnya.
Politisi Hanura ini berujar seharusnya Jokowi tidak terlalu terburu-buru memberikan jabatan Wamen ESDM kepada Arcandra. Lebih tepat, katanya, Arcandra ditempatkan sebagai Kepala SKK Migas agar membuktikan kinerjanya terlebih dahulu.
"Pantesnya Arcandra dipercaya sebagai kepala SKK Migas, itu pas. Beres-beresin dulu di sana buktikan dulu. Baru periode berikutnya baru angkat jadi menteri, jangan buru-buru lah," kata dia.
Selain itu, karakter Jonan yang dikenal tempramental dikhawatirkan akan menimbulkan keributan dengan Arcandra saat mengelola kementerian ESDM.
"Kita kan tahu Jonan tempramental juga. Jangan sampai nanti di dalam ESDM bikin gaduh mereka berdua berantem," tutup Inas.
Kritik tak cuma datang dari Hanura, NasDem sebagai partai pendukung Jokowi juga keras mengkritik keputusan itu. Politikus NasDem Taufiqulhadi memberikan sejumlah catatan kepada Jonan dan Arcandra.
Pertama, publik masih mempertanyakan polemik paspor ganda yang dimiliki Arcandra. Menurutnya, Arcandra belum memberikan penjelasan apapun soal masalah itu.
"Sekarang ini diangkat kembali menjadi wakil menteri ESDM. Menurut saya, ada sedikit ketidakpantasan dalam kontes politik. Karena belum menjelaskan apapun terhadap posisi dia," kata Taufiq saat dihubungi, Jumat (14/10).
"Walaupun, dia telah dipulihkan kembali sebagai warga negara Indonesia. Tetapi belum memulihkan pertanyaan dari masyarakat. Bahwa benar atau tidak bahwa dia menyembunyikan kewarganegaraan ganda. Itu untuk Arcandra," sambungnya.
Soal Jonan, Taufik berpendapat, jika dia memang dianggap memiliki kapasitas dan layak sebagai menteri seharusnya tidak dicopot dari jabatannya di Kementerian Perhubungan. Sehingga, lebih baik Jonan tidak copot dan hanya mendapat rotasi jabatan.
"Untuk Jonan, kalau memang benar presiden menganggap orang ini adalah tepat menjadi menteri, ia layak menjadi ada kapabilitas, kapasitas, kenapa harus diberhentikan dulu," terangnya.
Anggota Komisi III ini menambahkan, ada kesan ketidakcermatan dari pemerintah dalam pengangkatan Arcandra dan Jonan. Sekaligus menimbulkan pertanyaan, apakah sumber daya manusia Indonesia tidak ada yang pantas menjadi pimpinan ESDM selain mereka berdua.
"Menurut saya ada sedikit ketidakcermatan melihat orang-orang berkaitan dengan Archandra sekali lagi saya mengatakan bahwa ketika dia ditempatkan lagi walapun sebagai menteri, seakan-akan di Indonesia ini tidak ada lagi orang," pungkasnya.