PDIP-Demokrat Panas Lagi, Pengamat Bandingkan Kinerja Jokowi dan SBY
Hubungan PDIP dan Demokrat kembali bergolak. Saling serang antar kedua politikus terjadi. Gara-garanya, dipicu pidato internal Ketua Majelis Tinggi Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di acara Rapimnas partai.
Hubungan PDIP dan Demokrat kembali bergolak. Saling serang antar kedua politikus terjadi. Gara-garanya, dipicu pidato internal Ketua Majelis Tinggi Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di acara Rapimnas partai bocor di media sosial.
SBY menduga ada skenario jahat merancang Pemilu 2024 hanya dua pasang calon. Hal ini membuat telinga Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto panas. Saling tuding dan bongkar terjadi.
Pengamat politik Adi Prayitno menyatakan, pembangunan infrastruktur pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo jauh lebih baik daripada pemerintahan sebelumnya.
-
Apa yang disita dari Hasto Kristiyanto oleh penyidik KPK? Handphone Hasto disita dari tangan asistennya, Kusnadi bersamaan dengan sebuah buku catatan dan ATM dan sebuah kunci rumah.
-
Kenapa Hasto Kristiyanto melaporkan penyidik KPK ke Dewas KPK dan Komnas HAM? Dia menceritakan sempat terjadi cekcok dengan penyidik gara-gara handphonenya disita dari tangan asistennya. Pun pada saat pemeriksaan itu juga belum memasuki pokok perkara.
-
Kapan SBY diberi hadiah? Dalam kesempatan tersebut, SBY di lokasi turut mendapat hadiah lantaran bertepatan dengan momen peringatan ulang tahun mendiang istri, Ani Yudhoyono.
-
Kenapa SBY memberi lukisan kepada Prabowo? "Ini Pak Prabowo keyakinan saya atas pemipin kita mendatang, atas harapan saya, dan juga doa kita semua agar Pak Prabowo kokoh kuat seperti batu karang ini memajukan Indonesia, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menegakkan hukum dan keadilan, dan tugas-tugas lain yang diemban oleh beliau nanti. Semoga berkenan," imbuh SBY.
-
Kapan SBY memberikan lukisan kepada Prabowo? Lukisan tersebut diberikan, saat acara buka bersama seluruh jajaran Partai Demokrat, di Kawasan Jakarta Selatan, Rabu (27/3).
-
Apa yang ditolak mentah-mentah oleh Prabowo Subianto? Kesimpulan Prabowo lawan perintah Jokowi dan menolak mentah-mentah Kaesang untuk menjadi gubernur DKI Jakarta adalah tidak benar.
"Infrastruktur misalnya, dalam dua periode pemerintahan Jokowi, pembangunan jalan tol sepanjang 1.540 km di seluruh Indonesia selesai dengan kurun waktu 7 tahun. Pembangunan infrastruktur Jokowi jelas jauh lebih baik," kata Adi dikutip dari Antara, Minggu (18/9).
Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI) menjelaskan, perkembangan pembangunan tol itu sangat pesat ketimbang pada masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pada pemerintahan SBY pembangunan tol tidak semasif saat ini.
"Pembangunan ini sangat mencolok perkembangannya ketimbang periode sebelumnya, pada masa Presiden SBY sepanjang 189,2 km jalan tol baru rampung setelah pembangunan 10 tahun," ungkapnya.
Adi mengajak publik jernih mempelajari fakta perbandingan keduanya untuk menghindari klaim sepihak. Fakta pembangunan sangat terbuka dan mudah dipelajari.
Dari sisi pembangunan atau konstruksi bandara, kata dia, juga mencolok perbedaannya. Pada masa SBY, sebanyak 24 pembangunan bandara rampung dalam kurun waktu 10 tahun, sedangkan pada pemerintahan sekarang raihannya lebih dari itu.
Ada lagi, lanjut dia, di sisi infrastruktur dari segi konstruksi bandara. Pada tahun 2004 hingga 2014 sebanyak 24 pembangunan bandara terselesaikan.
"Pada masa kepemimpinan Jokowi sebanyak 29 konstruksi bandara telah selesai dan infonya menargetkan sembilan konstruksi bandara lagi akan selesai pada tahun 2023, sebelum periode kepemimpinan berakhir," kata Adi.
Selanjutnya, Adi juga membeberkan data pembangunan bendungan. Adi mengatakan bahwa pada era Jokowi sebanyak 12 bendungan selesai dalam kurun waktu 7 tahun pemerintahan.
"Sebanyak 27 bendungan ditargetkan selesai pada tahun 2024, sedangkan pada masa SBY baru 14 dalam rentang 10 tahun pemerintahan dan beberapa yang lain tercatat mangkrak," katanya.
Bahkan, jika melihat hasil survei kepuasan publik ke pemerintah, pembangunan infrastruktur menempati peringkat pertama kepuasaan publik kepada Jokowi. "Faktanya begitu. Publik melihat Jokowi sangat masif membangun infrastruktur," ujarnya.
Adi pun menyinggung pernyataan SBY yang menyebut Pilpres 2024 telah di-setting dua pasangan calon presiden. Menurut Adi, hal tersebut adalah pernyataan politik biasa menjelang pemilu.
"Saat ini situasinya memang sedang hangat jelang tahun politik. Akan tetapi, kita semua harus tahu bahwa dua paslon terjadi sejak Pilpres 2014 dan 2019. Akan tetapi, tak ada yang menuding itu hasil settingan," tuturnya.
Adi berpesan kepada elite bahwa soal paslon tentu urusan elite. Tergantung pada konfigurasi politik yang berkembang. Politik itu soal kuat-kuatan elite partai meyakinkan partai lain untuk bikin poros politik. "Ini hukum alam yang tak bisa dibantah," katanya.
Menurut dia, yang ramai itu karena ada tuduhan bahwa paslon 2024 hasil rekayasa dan settingan. Padahal, partai itu sangat otonom dan sulit diintervensi siapa pun. Buktinya sekarang sudah mulai bermunculan poros koalisi politik yang beragam.
Saling Serang
Sebelumnya diberitakan, Senior Partai Demokrat, Herman Khaeron menilai, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto ingin mengadudomba Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Herman menanggapi serangan Hasto kepada SBY soal upaya kecurangan pemilu di 2024.
Herman mengatakan, Hasto ingin memecah belah hubungan antara Megawati dan SBY. Dia menuding, cerita Hasto justru tak sesuai dengan fakta.
"Hasto jangan mau pecah belah, jangan selalu ingin mecah belah antara Bu Mega dengan Pak SBY. Jangan terus membuat renggang, ini Hasto selalu membolak balik fakta saja," kata Herman, saat dihubungi merdeka.com, Minggu (18/9).
Herman menilai, apa yang disampaikan Hasto malah membuat masyarakat berpikir bahwa selama ini yang merancang agar jalannya pelaksanaan pemilu banyak kecurangan berasal dari pihak PDI Perjuangan.
Sebab, apa yang disampaikan SBY pada pidato di Rapimnas tentang skenario dua pasang calon, merupakan fakta yang terjadi di lapangan.
"Kritik-kritik itu bisa saja terjadi, apa yang disampaikan Pak SBY bahwa bisa terjadi pemilu yang tidak adil dan jujur karena ada potensi untuk hanya menggiring dua calon dan dua calon itu pun dari pihak mereka. Terus apa yang membuat Hasto membuat kemana-kemana berbicara tanpa arah? Jadi dalam pandangan saya Hasto selama ini membuat pecah belah," ujarnya.
Terlebih, kata Herman, apa yang diungkapkan Hasto soal kecurangan pada Pemilu 2019 hanya untuk memperlihatkan dirinya loyal terhadap partai berlambang kepala banteng tersebut. Padahal, yang terjadi Hasto ingin pecah belah.
"Untuk menunjukan bahwa Hasto loyal kepada korps nya padahal sebetulnya memecah belah. Karena tidak ada juga yang membuat tuduhan Hasto itu benar, tidak ada.Kalau potensi apa yang disebutkan Pak SBY ya potensi itu ada dan kasat mata semua orang juga tahu," tegas Herman.
"Justru menurut saya ini membenarkan dia bahwa selama ini mensetting begitu. Tapi ya selebihnya menurut saya upaya Hasto untuk seolah-olah dia loyal kepada korpsnya. Padahal itu sebetulnya memecah belah," sambungnya.
Dia pun meminta Hasto sebagai petinggi partai untuk menunjukkan sikap kenegarawanan. Dan tidak memecah belah antar partai politik.
"Ayolah dalam hidup berbangsa dan bernegara itu tunjukan sikap kenegarawan," imbuh Herman.
Sekjen PDIP Panas
Sebelumnya, Hasto menyayangkan pernyataan SBY terkait tuduhan rencana kecurangan pada Pemilu 2024.
Sebelumnya diberitakan, Hasto mengungkit konstelasi Pemilu 2019. Kala itu, Demokrat ingin bergabung dengan koalisi petahana Jokowi bersama PDIP.
Pernyataan ini diungkap Hasto menanggapi pidato SBY yang menyebut ada upaya merancang skenario Pemilu 2024 hanya diikuti dua kontestan.
Hasto mengatakan, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, pada saat itu dengan tegas menyatakan tidak keberatan jika Demokrat bergabung dalam koalisi tersebut. Meskipun, publik mengetahui hubungan Megawati dan Ketua Dewan Pembina Demokrat SBY, tidak berjalan mulus.
"Kalau saya melihat ini sedikit cerita 2019 lalu, saat itu ketika Demokrat mau bergabung dengan pemerintahan Pak Jokowi, dilakukan banyak diskusi. Saya mendengar dengan mata kepala saya sendiri, bahwa Ibu Mega tidak keberatan. Karena 2014 dengan 2019 berbeda," jata Hasto, dalam konferensi pers yang disiarkan secara virtual, Minggu (18/9).
"2014 Pak Jokowi belum jadi presiden dan 2019 Pak Jokowi sudah jadi presiden. Sehingga dalam menetapkan capres menjadi kewenangan penuh dari Pak Jokowi. Nah saat itu Ibu Mega sudah mengatakan tidak keberatan kalau Demokrat mau bergabung, selama itu keputusan dari Pak Jokowi," sambungnya.
Namun, setelah diskusi tersebut final, tiba-tiba Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melakukan pidato dan menyebut bahwa ada upaya penjegalan Demokrat bergabung dalam koalisi Jokowi. Karena ada salah satu ketua umum partai yang tidak setuju.
"Lalu saya sampaikan itu ada jejak rekamnya, saya sampaikan ke saudara Pak SBY, Pak Agus teman saya di Komisi VI DPR dulu. Dan Pak Agus saya sampaikan sikap PDIP tersebut monggo, Agus Hermanto sekiranya mau bergabung dengan pemerintahan Pak Jokowi lalu dilakukan lobi-lobi," ujarnya.
"Pak SBY melakukan lobi ke Gerindra melakukan lobi ke tempat Pak Jokowi dan kemudian tidak mengambil keputusan dan kemudian Pak SBY berpidato. Bahwa di dalam kerja sama itu tidak bisa bergabung, karena ada salah satu ketum partai yang keberatan," tambahnya.
Atas sikap Demokrat tersebut, Hasto yang pada saat itu mengetahui bagaimana kronologi kerja sama dalam pembentukan koalisi Jokowi di 2019 langsung membantah tudingan itu. Sebab, dia memiliki bukti kuat bahwa perihal ketidak beratan Megawati jika Demokrat bergabung.
"Saya langsung menyampaikan pada Pak Agus Hermanto yang notabene masih saudara Pak SBY mengingat di Demokrat masih banyak persaudaraan di dalam elit partainya, sudah saya sampaikan ke Pak Agus boleh saya cek itu. Ketika datang ke DPP. Tapi Pak SBY sendiri yang justru membatalkan secara sepihak," tegas Hasto.
Kendati demikian, Hasto mengungkapkan, Demokrat kemudian berubah pikiran dan kembali menawarkan diri untuk bergabung dalam koalisi. Akan tetapi, karena merasa porsi koalisi sudah cukup menstabilkan pemerintahan kelak, dan merasa Demokrat tidak teguh pada pendiriannya, akhirnya penawaran gabung tersebut ditolak.
"Baru pada malam hari jelang pendaftaran sekitar jam 8 malam, kami dapat info kalau Demokrat mau bergabung. Saya rapatkan dengan Sekjen ini sebelumnya Demokrat ingin gabung, kemudian menyatakan tidak. Tapi malam hari jelang pendaftaran dia mau gabung, saya tanyakan bagaiamna? Ternyata semua tidak sependapat. Karena koalisinya cukup menjamin stabilitas pemerintahan. Sehingga tidak jadi," ucapnya.
"Ada Golkar, ada PPP, akhirnya penawaran terakhir kita tolak. Sehingga penawaran tidak gabungnya Demokrat itu tidak ada penjegalan, tapi karena strategi yang salah," imbuh Hasto.
Isu jegal muncul saat hubungan Demokrat kian dekat dengan Anies Baswedan. Bahkan, sejumlah perwakilan daerah Partai Demokrat mendukung duet antara Gubernur DKI Jakarta itu dengan ketua umumnya, AHY.
SBY melalui pidatonya membuat pernyataan, jika ada sejumlah pihak yang tidak menghendaki hal itu terjadi. Sehingga terjadilah aksi jegal dengan membuat Pemilu Presiden 2024 hanya tercipta dua poros saja. Alhasil, keinginan duet Anies-AHY tidak punya kesempatan.
“Konon, akan diatur dalam Pemilihan Presiden nanti hanya diinginkan oleh mereka hanya dua pasangan capres dan cawapres saja yang dikehendaki oleh mereka. Jahat bukan, menginjak-injak hak rakyat bukan?” kata SBY dalam video viral tersebut.
(mdk/rnd)