PDIP tegaskan tak ada dikotomi Islam dan nasionalisme
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan pertemuan PDIP dan DPP PKB membicarakan bagaimana gagasan para tokoh Islam dalam hal ini kalangan Nahdlatul Ulama (NU) dan kalangan nasionalis seperti Bung Karno bisa hidup berdampingan secara harmoni.
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan pertemuan PDI Perjuangan dan DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang dikomandoi Ketua Umum Muhaimin Iskandar atau Cak Imin membicarakan bagaimana gagasan para tokoh Islam dalam hal ini kalangan Nahdlatul Ulama (NU) dan kalangan nasionalis seperti Bung Karno bisa hidup berdampingan secara harmoni.
"Tidak ada dikotomi antara Islam dan nasionalisme, nasionalisme dan Islam. di situlah kami (PDIP dan PKB) berbicara," tutur Hasto.
-
Siapa saja yang ikut dalam Pilpres 2019? Peserta Pilpres 2019 adalah Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
-
Kapan PDIP menang di pemilu 2019? Partai pemenang pemilu 2019 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan persentase 19.33% dari total suara sah yang diperoleh.
-
Kenapa PDIP menang di pemilu 2019? Kemenangan ini juga menunjukkan bahwa citra dan program kerja yang ditawarkan oleh PDIP dapat diterima oleh masyarakat luas.
-
Bagaimana PDIP bisa menang di pemilu 2019? PDIP berhasil meraih kemenangan yang signifikan dalam pemilu 2019 dan menjadi partai pemenang dengan persentase suara tertinggi, menunjukkan popularitas dan kepercayaan yang dimiliki oleh partai ini di mata masyarakat Indonesia.
-
Kenapa PDIP bisa menjadi partai pemenang Pemilu 2019? PDIP berhasil menarik pemilih dengan agenda-agenda politiknya dan berhasil meraih kepercayaan masyarakat. Dengan perolehan suara yang signifikan, PDIP memperoleh kekuatan politik yang kuat dan pengaruh yang besar dalam pemerintahan.
-
Siapa yang menjadi Presiden dan Wakil Presiden di Pilpres 2019? Berdasarkan rekapitulasi KPU, hasil Pilpres 2019 menunjukkan bahwa pasangan calon 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin, meraih 85.607.362 suara atau 55,50%, sementara pasangan calon 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, meraih 68.650.239 suara atau 44,50%.
Hasto mengatakan dalam konteks perpolitikan hari ini, harmonisasi nasionalis dan Islam masih terus berlangsung. Setidaknya hal ini tercermin dari kerjasama yang dilakukan PDIP dan PKB untuk memperkuat sistem presidensial dalam mendukung pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Untuk itu, kata Hasto, kerjasama akan terus dilakukan dua partai ini dalam menyusun agenda politik bersama yang sesuai dengan kultur dan kepribadian bangsa serta sistem politik yang benar-benar Pancasila. Kesejarahan ini juga dijabarkan oleh pemerintahan Jokowi yang mengakui peran dan perjuangan santri dengan menetapkan setiap tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional.
"Termasuk kesejarahan ketika bung Karno menyampaikan pidato 1 Juni 1945 yang kemudian ditetapkan menjadi hari lahirnya Pancasila," jelasnya.
Sementara itu, Wakil Bendahara Umum (Wabendum) PDI Perjuangan, Juliari P Batubara mengatakan ideologi nasionalis dan Islam tak bisa dilepaskan dari sejarah bangsa Indonesia. Perjuangan dari dua kelompok ideologi inilah maka bangsa Indonesia bisa merdeka saat ini.
"Kedekatan historis nasionalis dan Islam sudah terjalin sejak sebelum bangsa ini merdeka. Karena itu saat ini tidak boleh ada perbedaan antara nasionalis dan Islam," ujarnya.
Anggota DPR dari Dapil I Jawa Tengah ini menambahkan baik nasionalis dan islam harus bahu membahu bekerjasama membangun Indonesia. Tanpa ada kerjasama yang baik antara nasionalis dan islam akan sulit terwujud Indonesia yang bisa bersaing dengan negara lain.
"Sudah saatnya nasionalis dan Islam bekerjasama seperti yang sudah ditunjukkan PDI Perjuangan dan PKB dengan mendukung penuh pemerintahan Jokowi-JK," ungkap pria yang disapa Ari ini.
Baca juga:
Diplomasi soto Solo saat Sekjen PDIP bertemu Cak Imin
Jokowi tak pilih Cak Imin jadi cawapres, PKB keluar dari koalisi
PDIP sebut gerakan #2019GantiPresiden muncul karena elektabilitas Jokowi tinggi
PDIP sebut pembagian sembako bukti Jokowi jalankan Pancasila
Cak Imin sebut pertemuan dengan PDIP bahas gagasan Bung Karno dan Gus Dur