BPIP: Sikap Intoleransi Akar Masalah Radikalisme dan Terorisme
Pancasila menjadi penting dibumikan khususnya bagi para generasi muda guna mencegah intoleransi
Pancasila menjadi penting dibumikan khususnya bagi para generasi muda guna mencegah intoleransi
BPIP: Sikap Intoleransi Akar Masalah Radikalisme dan Terorisme
Direktur Pengendalian Bidang Pengendalian dan Evaluasi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Mukhammad Fahrurozi mengungkap, sejumlah isu-isu negatif yang melekat di Indonesia.
Di antaranya, sikap intoleransi yang perlu menjadi perhatian. Sebab, hal itu menjadi cikal bakalnya masalah radikalisme di Indonesia.
"Sikap intoleransi adalah akar dari masalah radikalisme dan terorisme. Intoleransi yang terus berlangsung dapat mengarah pada ekstrimisme, yang bertentangan dengan nilai-nilai sosial masyarakat,” kata Fahrurozi.
Hal itu diungkap saat Fahrurozi menjadi pembicara di acara Talkshow Pembinaan Ideologi Pancasila di Lingkungan Kampus Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar', UIN Alauddin Makassar, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Kamis (25/4).
Karena itu, BPIP berdasarkan instruksi yang diberikan oleh Presiden Jokowi agar berfungsi menekankan pentingnya membumikan nilai Pancasila pada generasi muda.
"Karena, generasi muda memiliki peran penting dalam membangun Indonesia maju, sehingga mereka perlu diberdayakan, memiliki daya saing, dan menghargai nilai-nilai gotong royong,” tambah Fahrurozi.
Sementara itu, Rektor UIN Alauddin Makassar, Prof. H. Hamdan Juhannis menjelaskan bahaya dari kecanduan narkoba.
Hamdan mengatakan, penting untuk diingat bahwa kecanduan narkoba, terlepas seberapa pintar seseorang, dapat menghancurkan segalanya.
“Harus kita pahami bahwa, transformasi sejati terjadi di dalam hati, bukan sekadar pada penampilan fisik.", jelas Hamdan.
Forum Komunikasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Prof. Dr. H. Muammar Bakri menilai, pentingnya menjaga pikiran. Agar tidak terjangkit intoleransi atau radikalisme.
Prof Bakri mengatakan, jika terjangkit ‘penyakit’ dalam pikiran, seperti intoleransi atau radikalisme, tindakan pencegahan menjadi penting untuk mencegah penyebarannya.
“Namun, jika kita sudah 'terinfeksi', langkah yang diperlukan adalah pengobatan. Ini menggarisbawahi pentingnya untuk menangani masalah ideologi dan keyakinan yang negatif,” kata Prof Bakri.
“Dengan menjaga 'kekebalan' pikiran kita, kita dapat meminimalkan risiko terpapar ideologi yang merugikan, tetapi jika terjadi paparan, langkah pengobatan perlu segera diambil untuk mengatasinya,” ungkap Prof Bakri.
Dalam forum itu, Kepala Subdirektorat 1 Ditkrimum Polda Sulsel AKBP Benyamin Buntu menambahkan, peran kepolisian dalam mengurangi radikalisme dan terorisme.
Menurut dia, tahapan terorisme tidak hanya merugikan individu dan masyarakat, tetapi juga merusak fasilitas umum dan negara.
“Ini sering kali berakar dari intoleransi. Para pelaku terorisme seringkali memiliki pemahaman yang keliru, menganggap tindakan kekerasan sebagai jihad dan jalan menuju surga, padahal itu sebenarnya merupakan tindakan menyimpang yang membahayakan,” ujar Benyamin.
Kata Benyamin, Polisi bertanggung jawab untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
Serta mengurangi radikalisme dan terorisme melalui penyuluhan dan langkah-langkah pencegahan.
Khususnya melalui peran Babinkamtibmas di tingkat desa.