PDIP yakin DPR tak kuasa sandera Jokowi jika jadi presiden
"Selama (Jokowi) pro-rakyat tidak ada kekuatan manapun bisa menahan selain rakyat itu sendiri."
Pengesahan revisi Undang-undang MPR, DPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) lewat sidang paripurna DPR semalam memutuskan ketua DPR tidak otomatis dipegang oleh partai pemenang pemilu legislatif, melainkan harus dipilih kembali . Hal ini lantas membuat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), sebagai pemenang pemilu, kecewa.
Sebab, menurut Wasekjen PDIP Hasto Kristiyanto , revisi undang-undang tersebut membuat DPR tidak menunjukkan representasi hasil pemilu legislatif. Hasto menilai, revisi pada poin tersebut hanya hasil permainan segelintir elite.
"Orang melupakan satu tarikan nafas antara Pileg dengan yang terjadi di DPR. Itu harus dipahami elite. Tidak ditentukan sosok Ical, Marzuki Alie, atau sosok yang mencoba seperti Setya Novanto yang menjauhkan apa yang diputuskan rakyat dengan di DPR," kata Hasto di rumah Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, Kebagusan, Jakarta Selatan, Rabu (9/7).
Menurut Hasto, manuver politik di DPR harusnya menunjukkan suasana kebatinan rakyat. "Dipatahkan ambisi kekuasaan. Rakyat tahu dari tangan mereka (elite) demokrasi dikerdilkan dan jadi alat permainan elite serta melanggengkan kepentingan tertentu," kata Hasto.
Ditanya apakah keputusan paripurna tersebut adalah tanda-tanda DPR bakal menyandera Joko Widodo ( Jokowi ) jika terpilih menjadi presiden mendatang, Hasto mengatakan, "Selama ( Jokowi ) pro-rakyat tidak ada kekuatan manapun bisa menahan selain rakyat itu sendiri."
"Jangan elite terlepas dari basis rakyat dengan kasus-kasus di dalamnya," ujarnya.
Namun demikian, Hasto meyakini, konfigurasi DPR mendatang akan berubah seiring dengan pelantikan para legislator yang baru, periode 2014-2019.
Untuk diketahui, pasal yang paling substansial dalam UU MD3 ini adalah pasal 84 yang menyatakan pimpinan alat kelengkapan dipilih melalui sistem paket. Dalam aturan lalu, yang diatur dalam UU MD3 pasal 82, pimpinan DPR dan alat kelengkapan diberikan secara proporsional sesuai dengan hasil pemilu legislatif. Aturan yang lalu ini membuat Partai Demokrat otomatis mendapat jatah Ketua DPR karena menjadi pemenang pada Pemilu Legislatif 2009.