Pembelaan anak buah Prabowo saat sang komandan dianggap tak bertaji lawan Jokowi
Fadli Zon masih yakin Prabowo menang di 2019. Kader Gerindra lainnya menyebut hasil survei hanya pesenan. Ada pula yang menyebutkan elektabilitas Prabowo turun gara-gara menahan diri ogah mengkritik pemerintah.
Sejumlah lembaga survei menyebutkan elektabilitas Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto jauh di bawah Joko Widodo dalam pertarungan Pilpres 2019. Lembaga survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) melansir, pada September 2017 dukungan untuk Joko Widodo mencapai 38,9 persen sedangkan Prabowo 12 persen.
Lembaga Indikator merilis hasil survei jika simulasi head to head seperti Pilpres 2014. Jokowi mendapatkan 58,9 persen suara responden. Sementara, Prabowo mendapatkan 31,3 persen.
Direktur Eksekutif SMRC Djayadi Hanan menuturkan, dukungan publik pada Jokowi semakin kuat. Jika Pemilihan Presiden dilakukan saat ini atau September 2017 dan diikuti dua nama calon presiden yakni Jokowi dan Prabowo Subianto, maka Jokowi bisa dipastikan menjabat presiden dua periode. Jokowi akan meraih 57 persen suara, sedangkan Prabowo meraih 31,8 persen.
Hasil sejumlah survei itu membuat anak buah Prabowo angkat suara. Meski disebut berada di bawah Jokowi, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon tetap yakin bahwa sang komandan akan menang pada Pilpres tahun 2019.
"Elektabilitas beliau selalu masuk dua besar di survei mana pun. Ini modal politik yang besar bagi Gerindra," kata Fadli Zon usai diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (7/10).
Sejumlah upaya akan dilakukan Gerindra untuk memenangkan sang Ketua Umum. Mulai dari mengerahkan kader Gerindra yang duduk di kursi DPR, DPRD, maupun sayap partai untuk turun ke lapangan. "Sekarang Pak Prabowo sudah mulai turun," ucapnya.
Fadli mengakui Jokowi bukan merupakan lawan yang mudah untuk dikalahkan. Ini merujuk pada sejumlah hasil survei. Akan tetapi, hasil survei tidak bisa dijadikan rujukan kemenangan dalam kontestasi Pilpres. "Lihat Pilgub DKI, semua menangin Ahok, yang menang Anies-Sandi. Itu kegagalan survei," ujarnya.
Wakil ketua DPR ini meminta masyarakat membuka mata terhadap kondisi bangsa selama tiga tahun di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi. Menurut dia, Indonesia tidak mengalami perubahan signifikan. Justru rakyat dinilai olehnya semakin susah.
"Ini sudah tiga tahun dan sudah cukup memberikan kesempatan (pada Jokowi)," ucapnya.
Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Gerindra Andre Rosiade mengatakan, elektabilitas Prabowo masih lebih tinggi dibandingkan Jokowi. Jika Pemilihan Presiden (Pilpres) digelar hari ini, Andre sebaliknya justru yakin Prabowo akan melenggang sebagai pemenangnya.
-
Kapan Prabowo bertemu Jokowi? Presiden terpilih Prabowo Subianto bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana kepresidenan, Jakarta, Senin (8/7) siang.
-
Apa yang dibicarakan Prabowo dan Jokowi? Saat itu, mereka berdua membahas tentang masa depan bangsa demi mewujudkan Indonesia emas pada tahun 2045.
-
Bagaimana Prabowo bisa menyatu dengan Jokowi? Saat Pilpres 2019 Prabowo merupakan lawan Jokowi, namun setelah Jokowi terpilih menjadi presiden Prabowo pun merapat kedalam kabinet Jokowi.
-
Bagaimana Presiden Jokowi mengenalkan Prabowo Subianto sebagai Presiden Terpilih? Menlu Retno mengatakan bahwa Presiden Jokowi dalam setiap kesempatan dan acara selalu mengenalkan Prabowo Subianto selaku calon presiden terpilih.
-
Bagaimana Prabowo Subianto mendapatkan dukungan dari Presiden Jokowi? Saat ini, Prabowo menjabat Menteri Pertahanan dalam Kabinet Indonesia Maju.
-
Kenapa Prabowo bertemu Jokowi di Istana? Juru Bicara Menteri Pertahanam Dahnil Anzar Simanjuntak menyebut, pertemuan Prabowo dengan Jokowi untuk koordinasi terkait tugas-tugas pemerintahan.
Menurut Andre, Partai Gerindra secara berkala melakukan survei internal. Hasilnya, Prabowo unggul atas Jokowi. Bahkan, kecenderungannya suara Prabowo terus naik sementara suara Jokowi turun terus.
"Kami Gerindra optimis Prabowo menang, kami optimis Prabowo menang di pilpres karena kami punya survei internal yang dilakukan secara berkala," ucapnya.
Terkait hasil survei SMRC ini, Andre menyebutnya sebagai bentuk pesanan. Sebab, dia berkaca pada Pilkada DKI Jakarta lalu, SMRC juga terlihat tidak obyektif dengan menempatkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di atas Anies Baswedan.
Persentase yang disebutkan dalam survei terakhirnya jelang Pilkada DKI, bahkan hanya mencatat Anies unggul satu persen atas Ahok. Padahal selisihnya pada hari-H sangat besar, Anies unggul jauh atas Ahok.
"SMRC ini kan pendukungnya Ahok, pendukungnya Jokowi. Ahok itu kan merepresentasikan Jokowi di DKI. Di tingkat nasional sekarang mirip seperti itu, padahal Prabowo masih unggul atas Jokowi," jelas Andre.
"Gerindra tidak ambil pusing dengan survei-survei pesanan, survei hanya untuk menggiring opini publik. Masyarakat sudah tahu, sudah cerdas, sekarang semua serba susah, daya beli masyarakat lemah, masak masyarakat masih mau milih Jokowi."
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad melihat, elektabilitas Prabowo turun dikarenakan saat ini sang ketua umum cenderung menahan diri mengkritik pemerintahan yang dikomandoi oleh Jokowi.
"Prabowo menahan diri untuk tidak terlalu banyak mengomentari jajaran pemerintahan ini untuk memberi kesempatan. Apa yang dilakukan Prabowo bukan tak berdampak, terbukti survei kemarin turun 12 persen karena diam saja," kata Dasco.
Dia menuturkan, Prabowo cenderung diam dan tidak mau mengomentari pemerintah. Namun koleganya di partai merasa kecewa karena pemerintah justru sering melontarkan tuduhan-tuduhan secara tidak langsung pada mantan Danjen Kopassus tersebut.
Dia mencontohkan dalam kasus ujaran kebencian dengan tersangka Asma Dewi. Ada yang mengaitkan ujaran kebencian yang dilakukan Asma bermuatan politis terkait Pilpres 2019.
"Dalam kasus Asma Dewi kami mendapat info bahwa pada saat ditangkap beliau ditanya apakah anggota Gerindra kemudian ditanya juga apakah beliau menerima dana dari yayasan Pak Hasim Djojohadikusumo," ujarnya.