Pemerintah yakin Perppu Pilkada penuhi unsur kegentingan
Banyak yang curiga Perppu Pilkada diterbitkan untuk kepentingan pencitraan SBY.
Pemerintah menyatakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) terbit dengan telah memenuhi unsur kegentingan. Unsur kegentingan tersebut salah satunya terindikasi dari banyaknya penolakan terhadap pelaksanaan UU Pilkada.
"Hal ini terlihat dari besarnya penolakan terhadap UU Pilkada yang dinilai melanggar HAM dan prinsip demokrasi karena menghapus hak warga negara untuk memilik kepala daerah secara langsung," ujar Direktur Jenderal Perundang-undangan Kemenkum HAM Wicipto Setiadi membacakan keterangan pemerintah dalam sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (16/12).
Wicipto menerangkan terdapat alasan lain yang juga menjadi pertimbangan penerbitan perppu tersebut. Alasan tersebut yaitu adanya kekhawatiran pilkada melalui DPRD hanya menjadi alat bagi segelintir orang untuk untuk memegang kendali daerah secara penuh.
"Adanya kekhawatiran bahwa pilkada melalui DPRD akan menjadi perpanjangan tangan dari sifat oligarki," ungkap dia.
Di samping itu, terang dia, Perppu Pilkada juga menemukan relevansi dalam status hukumnya lantaran UU Pilkada sudah dinyatakan mati. Sehingga, Perppu ini dapat dinilai sebagai payung hukum penyelamat adanya pilkada langsung dari ancaman kekosongan hukum.
"Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan," kata Wicipta.
Keberadaan Perppu Pilkada saat ini tengah dipersoalkan di MK. Ini lantaran Perppu tersebut dianggap tidak memenuhi unsur kegentingan yang menjadi dasar penerbitannya.
Selain itu, Perppu Pilkada dicurigai hanya sebagai alat bagi presiden SBY untuk melakukan pencitraan. Hal ini mengingat dinamika politik yang terjadi di DPR yang berdampak pada belum ditetapkannya Perppu ini apakah akan diterima atau ditolak.
Permohonan uji materi ini diajukan oleh beberapa pemohon yang terbagi menjadi tujuh perkara. Mereka adalah Victor Santoso Tandiasa, Denny Rudini, Bayu Segara, Kurniawan dengan nomor perkara 118/PUU-XII/2014, Yanda Zaihifni Ishak, Heriyanto, Ramdansyah dengan nomor perkara 119/PUU-XII/2014, Edward Dewaruci dan Doni Istyanto Hari Mahdi dengan nomor perkara 125/PUU-XII/2014 dan 126/PUU-XII/2014, Didi Supriyanto dan Abdul Khaliq Ahmad dengan nomor perkara 127/PUU-XII/2014, Arif Fathurohman dengan nomor perkara 128/PUU-XII/2014, Moch Syaiful dengan nomor perkara 129/PUU-XII/2014.