Pengamat politik: Waspadai 'calon bagongan' di Pilkada Purbalingga
Munculnya Sucipto yang selama ini menjauh dari hingar bingar dinamika politik juga menjadi pertanyaan besar di publik.
Pengamat politik dari Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Indaru Setyo Nurprojo mengemukakan ada kejanggalan yang terjadi dalam proses dukungan terhadap pasangan calon yang bersaing dalam pemilihan bupati dan wakil bupati Purbalingga. Dia menilai, ada beberapa partai pengusung salah satu pasangan calon yang kemudian secara de fakto mendukung tetapi tidak didukung rekomendasi dari dewan pimpinan pusat.
Ketika deklarasi pada beberapa waktu yang lalu untuk pasangan Tasdi-Tiwi, Indaru mengemukakan deklarasi dilakukan delapan partai, termasuk Partai Demokrat dan Hanura. Namun, pada saat-saat detik terakhir dua partai tersebut mengeluarkan rekomendasi untuk mendukung calon Sugeng-Sucipto.
"(Partai) Demokrat dan Hanura tidak menganulir, mereka mendukung (pasangan Tasdi-Tiwi). Hanya mereka tidak mendapat dukungan dari pusat. Cuma kemudian dalam konteks tata aturan KPU, kemudian ditolak karena harus mendapat rekomendasi dari dewan pimpinan pusat partai. Tapi dari pernyataan sikap, sebenarnya Hanura dan Demokrat pada awalnya mendukung pasangan itu (Tasdi-Tiwi). Nah, ini yang kemudian membuat publik bertanya," ujarnya, yang juga direktur Institut Negeri Perwira Purbalingga, Senin (3/8).
Selain itu, fenomena munculnya Sucipto yang selama ini menjauh dari hingar bingar dinamika politik juga menjadi pertanyaan besar di publik, karena sebenarnya banyak calon lain yang mumpuni. "Nah dari dua fenomena ini muncul pertanyaan publik, apakah ini by design untuk dalam menyelamatkan Purbalingga supaya tetap terlaksana atau memang karena murni persaingan politik yang sehat," terangnya.
Dia menyebut, konsentrasi publik saat ini bukan pada kualitas pasangan calon bupati, tetapi kepada proses yang dinilai tidak fair tidak kompetitif. "Tidak fair play karena kasar sekali. Kita menyebutnya sebagai 'calon bagongan', calon permainan, calon yang kemudian supaya pilkada ini terlaksana," ucapnya.
Untuk menjawab keresahan adanya calon bagongan tersebut, jelas Indaru, partai politik harus memastikan kepada publik tentang kesimpangsiuran tersebut. "Yang kemudian digugat adalah mekanisme internal pemberian rekomendasi, apakah pasangan calon diterima karena soal mahar atau track record calonnya," jelasnya.
Lebih lanjut, dia menyebut jika kemudian pemilihan bupati Purbalingga kali ini adalah sebuah desain, publik pun akan bisa mendesainnya. "Bisa saja kemudian rakyat memilih bagongannya dalam mendesain ini, karena kemudian mereka ingin menyatakan perlawanan terhadap arogansi sekelompok elit yang mencoba men-setting ini (pemilihan bupati)," tuturnya.
Menanggapi persoalan tersebut, Calon Bupati Purbalingga, Sugeng menegaskan pencalonannya di detik terakhir perpanjangan pendaftaran pasangan calon bupati dan wakil bupati, murni karena menunggu rekomendasi salah satu partai. "Jadi kami ingin menegaskan bahwa kami bukan tiba-tiba, kami sudah mempersiapkan visi misi sejak Maret lalu," ucap Sugeng yang diusung Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Hanura dan Partai Demokrat.
Sementara itu, anggota KPU Purbalingga Sukhedi memastikan secara administratif pasangan Sugeng-Sucipto yang mendaftar pada hari terakhir masa perpanjangan, sudah memenuhi persyaratan berkas administratif. "Ada tiga berkas yang sudah dipenuhi, yakni rekomendasi dari dewan pimpinan pusat masing-masing partai politik, jumlah suara yang mencapai 20 persen dari total kursi legislatif dan keabsahan pengurus cabang partai," ucapnya.