Peringati Bulan Bung Karno, PDIP Gelar Wayangan dengan Lakon Pandu Swargo di Sekolah Partai
Memperingati Bulan Bung Karno tahun 2024, DPP PDI Perjuangan (PDIP) menggelar wayangan bersama Dalang Ki Warseno Slank dan Ki Amar Pradopo dengan Lakon Pandu Sw
Memperingati Bulan Bung Karno tahun 2024, DPP PDI Perjuangan (PDIP) menggelar wayangan bersama Dalang Ki Warseno Slank dan Ki Amar Pradopo dengan Lakon Pandu Swargo.
- Peringati 28 Tahun Peristiwa Kudatuli, PDIP Gelar Wayang dengan Lakon ‘Sumatri Ngenger’
- PDIP Gelar Wayangan di Bulan Bung Karno, Hasto Ungkit Kisah Sisupala yang Lupa Kebaikan Saudara
- PDIP Gembleng Calon Kepala Daerah di Sekolah Partai: Pemimpin Tidak Boleh Bohong
- Sidang Paripurna, PDIP dan PKB Minta Pimpinan DPR Serius Sikapi Wacana Hak Angket Pemilu
Peringati Bulan Bung Karno, PDIP Gelar Wayangan dengan Lakon Pandu Swargo di Sekolah Partai
Kegiatan wayang ini di gelar di halaman Masjid At Taufiq, Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Sabtu (8/6) malam.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, pagelaran wayang malam ini mengisahkan tentang Pandu Suargo. Dalam kisah ini, Pandu Suargo punya suatu persoalan karena ketidakadilan para dewata yang lebih berpihak kepada istrinya.
Selain itu, Hasto juga mengkisahkan, Pandu Dewanata ini menerima perlakuan yang tidak adil.
"Nah di sini lalu dibela oleh anak-anak dari Pandu Dewanata tersebut yaitu Ksatria Pandawa itu, sehingga cerita ini juga mengajarkan kepada kita bagaimana kita harus berhormat pada orang tua kita,” ujar Hasto.
"Harus hormat pada orang yang mendidik kita, yang membesar-kan kita," lanjutnya.
Politisi asal Yogyakarta ini menjelaskan, wayang menyajikan suatu kisah-kisah kehidupan inspiratif tentang apa yang terjadi dalam kehidupan manusia, yang kemudian disajikan dalam cerita yang menarik.
Selain itu, penonton wayang ini bisa memahami apa yang disampaikan oleh Bung Karno dan Ibu Megawati tentang kesabaran revolusioner.
"Namanya Pandawa ini ketika kalah dalam suatu permainan, dia pernah kehilangan istana yang kemudian muncullah suatu kisah bagaimana dia dibuang tetapi kebenaran selalu akan menang, Satyam Eva Jayate," jelasnya.
"Wayang ini kita juga belajar tentang keyakinan kita dan kita diajarkan oleh Bung Karno oleh Ibu Mega, oleh para pendiri bangsa yang lain bahwa kebenaran itulah jalan PDI Perjuangan. Kita bukan menempuh jalan yang lain, jalan kebenaran itu yang kita lakukan malam ini," sambungnya.
Kegiatan wayang ini juga turut dihadiri Ketua Bappilu PDIP Bambang Wuryanto, Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Utut Adianto hingga anggota DPR RI, Rahmad Handoyo dan Deddy Sitorus.
Tak hanya pengurus partai, ratusan masyarakat sekitar Sekolah Partai Lenteng Agung turut hadir dalam gelaran wayang tersebut. Mereka begitu antusias untuk menyaksikannya.
Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri juga turut menyaksikan wayangan melalui daring.
Hasto dan Utut menyerahkan wayang kepada kedua dalang sebagai simbol dimulainya gelaran wayang tersebut. Lagu "Padamu Negeri" juga dinyanyikan bersama para pemain wayang.
Sekadar informasi, dalam cerita lakon Pandhu Swargo menceritakan sifat egois hanya membuat orang menjadi lupa terhadap asalnya dan bagaimana cara mendapatkannya, lebih-lebih lupa pada saudaranya yang rela mengorbankan jiwa dan raganya.
Kenang Bung Karno di Ende
Hasto juga mengatakan, wayang mengajarkan berbagai nilai kehidupan serta falsafah bangsa sebagaimana diajarkan Proklamator RI Soekarno atau Bung Karno.
Pada kesempatan itu, Hasto lantas mengingatkan kembali perjalanannya bersama Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri ke Kota Ende, Nusa Tenggara Timur pada 1 Juni 2024 lalu.
Ende menjadi tempat pengasingan Bung Karno pada tahun 1934-1938. Di tempat pengasingan yang terletak di pulau Flores itu, Bung Karno banyak merenung di sebuah taman. Di bawah pohon sukun di taman tersebut, hasil perenungan Bung Karno adalah Pancasila.
"Seorang Bung Karno kalau mau hidup mudah dengan gelar insinyurnya Bung Karno bisa kaya. Tetapi Bung Karno demi kemerdekaan rakyat Indonesia agar bisa merdeka agar bisa bersuara agar bisa berserikat mengatasi hukum-hukum kolonial yang menjajah kehidupan seluruh rakyat Indonesia," jelasnya.
Di Ende, meski hidup dalam kesulitan, Bung Karno menolak ajakan untuk diselundupkan ke luar dan memilih menyatu dengan rakyat jelata.
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Meski dengan berbagai kesulitan, Bung Karno tetap menegaskan komitmennya untuk tidak meninggalkan Ende, meski harus berkorban.
"Maka Bung Karno kemudian mengatakan, kita harus menyusun kekuatan, karena ketika Belanda menyusun kekuatannya dengan mentega dan keju, kita menyusun kekuatan kita dengan kesadaran rakyat, agar benar-benar menggunakan kedaulatannya untuk bersatu melawan berbagai bentuk kezaliman dari hukum-hukum kolonial itu," tegasnya.
Dalam peringatan bulan Bung Karno, yang mencakup 1 Juni Hari Lahir Pancasila, 6 Juni kelahiran Bung Karno, dan 21 Juni wafatnya Bung Karno, Hasto mengajak semua pihak untuk meneladani kehidupan dan perjuangan Bung Karno.
"Dengan itu kita punya energi perjuangan yang tidak akan pernah habis, seperti kata Ibu Megawati Soekarnoputri bagaikan api perjuangan nan tak kunjung padam," ucapnya.
Hasto juga berharap penonton dapat mengambil hikmah dari cerita wayang 'Pandu Swargo' dan menerapkannya