Pengakuan Mengejutkan 5 Kader Penggugat SK PDIP, ini Sosok yang Disebut Menjebaknya
Lima kader PDIP yang melayangkan gugatan SK DPP PDIP mengaku dijebak. Mereka pun mengungkap siapa yang menjebaknya.
Politisi PDI Perjuangan Guntur Romli mengungkap sosok yang disebut menjebak dan menipu lima kader PDIP untuk menggugat Surat Keputusan (SK) Kemenkumham terkait pengesahan kepengurusan DPP PDIP periode 2019-2024 yang diperpanjang hingga 2025 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Lewat cuitan di akun X pribadinya, Romli mengungkap sosok bernama Anggiat BM Manalu yang disebut menjadi dalang di balik peristiwa tersebut. Romli mengatakan, jika lima kader PDIP dijebak dengan diberikan imbalan sebesar Rp300 ribu per orangnya.
"Anggiat BM Manalu mengatasnamakan 5 orang kader PDI Perjuangan yang belakangan mereka mengaku dijebak & diberi uang 300.000. Setelah mengaku, 5 orang itu meminta maaf kepada Ibu Megawati & seluruh kader PDI Perjuangan," dikutip dari akun @GunRomli (13/9/2024).
Pernyataan Lima Kader PDIP
Dalam pengakuannya, lima kader PDIP menyebut jika mereka dijebak memberikan tanda tangan yang kemudian dimanfaatkan oleh pihak pengacara untuk menggugat keabsahan SK Kepengurusan DPP PDIP tahun 2024-2025.
Kata Romli, lima kader PDIP itu juga mengatakan jika gugatan yang dilayangkan Anggiat BM Manalu merupakan rekayasa dan konspirasi jahat untuk mengganggu PDI Perjuangan serta Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.
Salah satu kader, yakni Jupri mengaku dijebak dengan cara dimintai tanda tangan di atas sebuah kertas kosong. Setelah itu dia mendapat imbalan uang sebesar Rp300 ribu. Dia mengatakan, awalnya diminta untuk memberikan dukungan terhadap demokrasi.
"Betul (kami tidak tahu kertas kosong itu akan digunakan untuk surat kuasa menggugat SKK DPP PDIP). Jadi kertas kosong itu kami tandatangani, tidak ada arahan atau penjelasan kepada kami. Cuma kami dimintakan tanda tangan saja," kata salah satu kader PDIP dalam keterangan resmi, Rabu (11/9).
"Alasan yang diberikan pihak mereka kepada kami, yang saya tanyakan, katanya itu untuk dukungan demokrasi. Cuma itu saja yang disampaikan kepada kami. Dalam hal ini yang menyampaikan itu namanya Bapak Anggiat M Manalu. Tidak ada juga pada saat itu (Anggiat) membawa-bawa nama partai," tambahnya.
Siapa Anggiat BM Manalu?
Lewat cuitannya, Guntur Romli juga mengungkap sosok Anggiat BM Manalu yang menjebak lima kader PDIP untuk memberikan tanda tangan.
Romli menyatakan Anggiat merupakan pengurus Bakastratel DPP Golkar dan Wasekjen Depinas Soksi. Informasi tersebut didapat dari hasil penelusuran melalui berbagai poster dan berita online di tahun 2019.
Anggiat, lanjutnya, juga diketahui pernah menjadi caleg DPR RI Partai Golkar Nomor Urut 10 dari Dapil Sumut III pada Pemilu 2019. Tak hanya itu, Anggiat juga dikatakan memiliki rekam jejak sebagai advokat.
Jika benar masih berprofesi sebagai advokat, kata Romli, Anggiat tentu telah melanggar kode etik profesi lantaran merekayasan suatu gugatan. Dalam tulisannya, Romli juga meminta Partai Golkar untuk melakukan klarifikasi karena Anggiat diketahui pernah menjadi kadernya.
"Dari rekam jejak sebagai Caleg Partai Golkar, apakah Anggiat BM Manalu ini masih menjadi pengurus atau anggota Partai Golkar, maka silakan Partai Golkar melalukan klarifikasi," ungkapnya.
Gugatan SK PDIP
Sebelumnya, SK perpanjangan kepengurusan PDIP yang dikeluarkan Kemenkumham periode 2019-2024 yang diperpanjang hingga 2025 digugat ke PTUN Jakarta. Gugatan itu disampaikan oleh lima orang kader PDIP yang belakangan mengaku dijebak.
Tim advokasi lima kader PDIP yang menggugat ke PTUN, Victor W Nadapdap mengatakan, gugatan itu diajukan lantaran SK kepengurusan PDIP 2025-2026 bertentangan dengan AD/ART PDIP.
Mereka menilai SK No M.HH-05.11.02 tahun 2024 untuk memperpanjang masa bakti kepengurusan hingga 2025 di bawah Megawati, telah bertentangan dengan Pasal 17 mengenai struktur dan komposisi DPP yang mengatur masa bakti lima tahun.
"Berdasarkan pasal 17 tentang struktur dan komposisi DPP yang mengatur masa bakti anggota DPP selama 5 tahun, maka seharusnya masa bakti kepengurusan yang sesuai dengan AD/ART adalah hingga 9 Agustus 2024," kata Victor dalam keterangan resmi.
Tanggapan PDIP
Menanggapi hal tersebut Ketua DPP Deddy Sitorus menilai gugatan itu sebagai sebuah langkah politik keterlaluan dan bukan upaya hukum murni.
“Tidak ada kerugian apapun, baik moril maupun materil bagi penggugat. Gugatan inj lebih kelihatan sebagai upaya 'penyerangan' terhadap Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP),” kata Deddy, Selasa (10/9/2024).
Deddy menilai ada hal aneh, sebab beberapa pengacara penggugatnya berafiliasi dengan satu partai tertentu. “Jadi menurut saya, aroma politiknya sangat terasa,” kata dia.
Deddy menjeaskan, pada tahun 2019, PDIP pernah juga mempercepat Kongres dan menyesuaikan mekanisme penyusunan pengurus di daerah dan provinsi untuk menyesuaikan dengan agenda politik nasional pada saat itu.
Sementara itu, lima kader PDIP yang namanya dicatut disebut akan segera mengajukan pencabutan surat kuasa gugatan ke pengadilan. Secara langsung, mereka juga menyampaikan permohonan maaf kepada Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri.