SK Kepengurusan PDIP Digugat 4 Kadernya ke PTUN Jakarta, Ini Isi Gugatannya
Empat orang kader dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) seperti Pepen Noor, Ungut, Ahmad dan Endang Indra Saputra.
Empat orang kader dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) seperti Pepen Noor, Ungut, Ahmad dan Endang Indra Saputra mengajukan gugatan pada Kementerian hukum dan HAM (Kemenkumham) RI atas pengesahan kepengurusan DPP PDI Perjuangan masa bakti 2019-2024 yang diperpanjang hingga tahun 2025.
Salah satu anggota tim advokasi Victor W Nadapdap selaku kader partai akan membawa persoalan tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Mengingat hal tersebut diduga bertentangan dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PDI Perjuangan.
"Berdasarkan keputusan kongres PDI Perjuangan pada 9 Agustus 2019 telah ditetapkan keputusan No. 10/KPTS/Kongres-V/PDI-Perjuangan/VIII/2019 tentang AD/ART PDI Perjuangan, sekaligus mengesahkan program dan menugaskan DPP PDI-P masa bakti 2019-2024," kata Victor, dalam keterangan resmi.
Jika Kemenkumham RI mengesahkan SK No. M.HH-05.11.02 tahun 2024 yang dibacakan oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto pada acara pembacaan sumpah kader PDI Perjuangan pada Jumat 5 Juli 2024 membolehkan susunan pengurus DPP PDI Perjuangan masa baktinya diperpanjang hingga tahun 2025, lanjut Victor hal tersebut sama saja bertentangan dengan pasal 17 terkait dengan struktur dan komposisi DPP dimana hal tersebut mengatur masa bakti DPP selama 5 tahun.
"Berdasarkan pasal 17 tentang struktur dan komposisi DPP yang mengatur masa bakti anggota DPP selama 5 tahun, maka seharusnya masa bakti kepengurusan yang sesuai dengan AD/ART adalah hingga 9 Agustus 2024," ujar dia.
Victor juga menambahkan bahwa seharusnya berdasarkan pasal 70 AD/ART yang dimiliki oleh PDI Perjuangan, menetapkan bahwa kongres partai dilaksanakan setiap 5 tahun sekali dan memiliki wewenang untuk mengubah dan menyempurnakan serta menetapkan AD/ART partai.
Dengan mengikuti aturan tersebut papar Victor perubahan AD/ART yang memuat masa bakti kepengurusan harus dilakukan melalui kongres. "Hal ini tentunya sejalan dengan pasal 5 UU No. 2 tahun 2011 tentang perubahan atas UU No. 2 tahun 2008 mengenai partai politik. Perubahan AD/ART sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan berdasarkan hasil forum tertinggi pengambilan keputusan partai politik yakni kongres," tandas Victor.
Tanggapan PDIP
Menanggapi hal tersebut Ketua DPP Deddy Sitorus menilai gugatan itu sebagai sebuah langkah politik keterlaluan da bukan upaya hukum murni.
“Tidak ada kerugian apapun, baik moril maupun materil bagi penggugat. Gugatan inj lebih kelihatan sebagai upaya "penyerangan" terhadap Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP),” kata Deddy, Selasa (10/9/2024).
Deddy menilai ada hal aneh, sebab beberapa pengacara penggugatnya berafiliasi dengan satu partai tertentu. “Jadi menurut saya, aroma politiknya sangat terasa,” kata dia.
Menurut Deddy, proses perpanjangan kepengurusan DPP PDI Perjuangan sudah dikaji dengan sangat mendalam terhadap aturan dan konstitusi partai. Perpanjangan kepengurusan juga sudah melalui proses pembahasan dan pengkajian hukum di Kemenkumham.
“Kalau logika mereka para penggugat ini diikuti, maka seluruh produk dan konsekuensi hukumnya sangat besar,” kata Deddy.
Deddy menjeaskan, pada tahun 2019, PDIP mempercepat Kongres dan menyesuaikan mekanisme penyusunan pengurus di daerah dan provinsi untuk menyesuaikan dengan agenda politik nasional pada saat itu.
“Jika memakai logika penggugat, maka SKK DPP PDI Perjuangan yang dikeluarkan paska percepatan kongres itu jadi tidak sah. Termasuk keputusan DPP PDI Perjuangan menyangkut pemilihan kepala daerah saat itu. Kalau begitu, akan terjadi krisis kenegaraan,” kata dia.
Dia mencontohkan, Gibran Rakabuming maju menjadi Walikota Solo dengan menggunakan SK DPP PDI Perjuangan dipercepat Kongresnya.
“Kalau keputusan DPP saat itu cacat hukum, jadi Gibran adalah produk cacat hukum. Artinya dia harus dianulir sbg cawapres terpilih di 2024. Karena untuk menjadi Cawapres, dia harus memenuhi kriteria pernah atau sedang menjabat sbg kepala daerah. Kalau keputusan PDIP paska percepatan kongres tak sah, maka Gibran pun tak sah. Demikian pula seluruh produk hukum pilkada 2020 di seluruh Indonesia,” kata dia.
Oleh karena itu, Deddy menilai gugatan itu sesat logika dan harus dihentikan.
“Tidak boleh difasilitasi, apalagi kalau motivasinya adalah politik. Saya sarankan agar para otak kotor, atau mastermind dan dalang dari upaya sabotase PDI Perjuangan ini, untuk berpikir panjang dan tidal usah cari masalah,” pungkasnya.