Pertahankan Jokowi jadi gubernur, investasi besar bagi PDIP
"Jokowi kalau sudah berhasil memperbaiki Jakarta, bikin partai sendiri pun akan ada banyak yang ikut," jelas Hasan.
Politisi Partai Golkar M Misbakhun mengakui melejitnya elektabilitas Joko Widodo (Jokowi) sebagai Capres 2014. Bahkan, di survei internal Golkar, Jokowi bertengger di urutan pertama mengalahkan Aburizal Bakrie (Ical) yang telah dideklarasikan sebagai capres.
"Siapa presiden ke depan? Kita harus belajar fenomena lahirnya figur SBY , SBY lahir seperti drama. Membangun pencitraan luar biasa. Kita harus belajar semua itu, tak punya partai dan memiliki partai," ujar Misbkahun dalam diskusi bertema 'Haruskah Jokowi Jadi Presiden RI? Kalau Bukan dia lalu siapa?' di Jakarta, Selasa (4/2).
Menurut Misbakhun, SBY telah gagal selama menjadi presiden. Indikasinya, utang bangsa Indonesia selama kepemimpinan SBY semakin membengkak.
"Apa yang terjadi pada bangsa ini, utang makin bertambah. Zaman Mega, utang Rp 1.800 triliun, zaman SBY Rp 3.000 triliun lebih, Rp 1.200 triliun lahir di zaman SBY ," tegas Misbakhun.
Di tempat yang sama, Direktur Eksekutif Cyrus, Hasan Nasbi berpendapat, investasi terbesar PDIP adalah mempertahankan Jokowi menjadi gubernur. Kalau sudah berhasil menjadi gubernur, maka masyarakat akan melihat sendiri kinerja sesungguhnya yang dilakukan Jokowi.
"Jokowi kalau sudah berhasil memperbaiki Jakarta, bikin partai sendiri pun akan ada banyak yang ikut," jelas Hasan.
Dia menyayangkan di mana masyarakat hanya sekedar ikut arus dalam tren dalam menentukan pilihan siapa capres pada Pemilu 2014. Menurut dia, masyarakat, pakar politik, dan media tengah larut dalam euforia pencalonan Jokowi sebagai capres.
"Kita bahkan kadang-kadang menerima suara rakyat suara Tuhan. Kalau suara rakyat suara Tuhan, mungkin Tuhan sudah salah berkali-kali. Masyarakat kadang hanya mengikuti tren. Seharusnya dalam memilih, tidak berdasarkan ikut-ikutan tren," terangnya.
Hasan menegaskan, jika PDIP mencalonkan Jokowi, ia mengibaratkan PDIP seperti menggali kuburannya sendiri. Hasan berargumen, Jokowi terlalu cepat untuk dikatrol memikirkan masalah Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
"Blusukan adalah mengontrol dengan jangkauan fisik. Kalau dari Sabang sampai Merauke mau mengontrol dengan fisik, akan jadi seperti apa?" tegas Hasan.
"Contoh tanggul jebol, terus Jokowi gotong-gotong karung, tidak mungkin melakukan hal serupa di daerah lain dengan jangkauan fisik. Belum lagi mengurusi 500 lebih daerah otonom," pungkasnya.