Politikus NasDem: Jangan jadikan agama tameng menolak Kapolda Banten
Menurut Sahroni, penolakan terhadap Listyo Sigit hanya karena yang bersangkutan non muslim sangat tidak beralasan. Hal ini menunjukkan kurang dewasanya MUI Banten dalam menyikapi perkembangan kondisi kekinian Indonesia. Apalagi, penunjukan mantan ajudan Presiden Joko Widodo tersebut sudah melalui proses yang berjenjang
Anggota Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni turut angkat bicara terkait maraknya isu SARA yang tidak hanya menyangkut Pilkada, tapi juga menyasar jabatan di institusi kepolisian. Hal ini terkait Majelis Ulama Indonesia (MUI) Banten yang menolak pelantikan Komisaris Besar Polisi Listyo Sigit Prabowo sebagai Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Banten untuk menggantikan Brigadir Jenderal Polisi Ahmad Dofiri.
Menurut Sahroni, penolakan terhadap Listyo Sigit hanya karena yang bersangkutan non muslim sangat tidak beralasan. Hal ini menunjukkan kurang dewasanya MUI Banten dalam menyikapi perkembangan kondisi kekinian Indonesia. Apalagi, penunjukan mantan ajudan Presiden Joko Widodo tersebut sudah melalui proses yang berjenjang di internal Polri sendiri.
"Jangan jadikan agama sebagai tameng tidak dilantiknya Kombes Pol Listyo Sigit Prabowo sebagai Kapolda Banten," kata Sahroni, Jakarta, Rabu (19/10).
Politikus Partai Nasdem ini mendukung penuh keputusan Kapolri Jenderal Tito Karnavian atas penunjukan Kombes Pol Listyo Sigit sebagai Kapolda Banten. Karena itu, Kapolri harus tegas bersikap dan tidak boleh tunduk di bawah tekanan siapapun, termasuk pihak yang menolak.
"Saya rasa penunjukkan itu sudah tepat dan profesional, sesuai dengan kewenangan dan kapasitas beliau selaku Kapolri," jelasnya.
Dia menambahkan, Kapolri Tito pernah menjadi Kapolda Papua pada tahun 2012 menggantikan pejabat lama Irjen Pol Bigman Lumbang Tobing. Papua sendiri mayoritasnya adalah non muslim.
Namun sama sekali tidak ada penolakan terhadap kahadiran Tito pada waktu itu. Oleh karena itu, Sahroni meminta Kapolri tidak terbawa arus kelompok yang menyeret-nyeret agama ke pusaran politik.
"Isu-isu yang menyangkut agama akhir-akhir sedang marak diperbincangkan, hendaknya jangan sampai agama menjadi tameng untuk kepentingan-kepentingan politik," tegasnya.
Selain itu, dia meminta Presiden sebagai kepala negara tidak boleh kalah melawan kelompok sipil intoleran. Negara memiliki power untuk memaksa rakyatnya tunduk pada konstitusi Pancasila, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika.
"Saya tegaskan, bahwa Bangsa Indonesia adalah negara plural (majemuk). Mari kita merawat kemajemukan ini demi tegaknya bangsa tercinta," tandasnya.