Bahaya Politisasi Agama di Pilkada Serentak, Bisa Ganggu Kerukunan dan Persatuan
Sejumlah pihak diingatkan tidak memainkan politisasi agama hanya untuk meraih kemenangan
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 berlangsung pada 27 November. Sejumlah pihak diingatkan tidak memainkan politisasi agama hanya untuk meraih kemenangan.
Peneliti Komunikasi Politik, Effendi Gazali menyerukan agar masyarakat waspada serta tak mudah termakan isu. Effendi menilai cara itu berbahaya jika digunakan hanya untuk meraup elektoral semata.
"Dapat mengganggu kerukunan dan persatuan serta stabilitas politik di Indonesia," kata Effendi dalam keterangannya, Rabu (20/11).
Menurutnya, ketika agama digunakan sebagai alat politik, sering kali muncul distorsi dalam penyampaian pesan keagamaan yang seharusnya netral. Hal ini membuat orang menganggap bahwa pandangan tertentu adalah kebenaran absolut.
Akibatnya, Effendi menambahkan, objektivitas dalam pengambilan keputusan, baik secara pribadi maupun kolektif menjadi bias.
"Jadi ukuran keadilan, kebenaran, hak asasi, hukum, kesuksesan ekonomi, kesejahteraan hidup, kebebasan beragama sudah diukur berdasarkan politisasi agama yang diajukan," ujar Effendi.
Effendi mengungkapkan politisasi agama merupakan salah satu strategi komunikasi politik tertinggi. Mulai masuk dari interpersonal lalu bersahut-sahutan dengan komunikasi intrapersonal yang membuat pertahanan batin seseorang menjadi lemah.
"Salah satu ciri penggunaan politisasi agama adalah adanya klaim-klaim penderitaan dan ketidakadilan yang dikaitkan dengan unsur dan nilai agama," tuturnya.
Effendi berpendapat sulit untuk memerangi politisasi agama di era keterbukaan informasi ini. Menurutnya, aspek religius merupakan bagian dari kehidupan, tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sosial dan politik.
"Untuk itu nilai-nilai kebangsaan dan agama tetap harus diutarakan secara sejuk berbarengan di dalam politik," imbuhnya.
Effendi menegaskan pentingnya membangun narasi dan diskusi positif baik di lingkungan rumah, kampus maupun di dunia maya untuk mengimbangi narasi negatif yang disebar oleh oknum penyebar politisasi agama.
Selain itu, dibutuhkan peran tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam menjaga stabilitas sosial dan menguatkan persatuan anak bangsa. "Amat penting mengajak tokoh-tokoh ulama yang dalam, sejuk, dan diterima rakyat," katanya.
Selain itu, Dia juga menyatakan pentingnya mengedukasi generasi muda agar lebih peka terhadap bahaya politisasi agama dalam narasi politik. Dibutuhkan kedewasaan dalam mencari dan mengelola informasi di media sosial.
"Media sosial kata kunci bagi generasi muda, kita ajak sebagian anak muda menjadi peduli dengan isu ini," tandas Effendi.