Revisi UU Pilkada susah rumuskan pasal politik uang
DPR masih mempersoalkan pasal yang mengharuskan anggota DPR, DPD maupun DPRD mundur jika ingin maju di Pilkada.
Revisi UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada masih tarik ulur. Ini disebabkan masih ada beberapa pasal yang dirumuskan, salah satunya soal sanksi bagi pelaku politik uang saat Pilkada.
Mendagri Tjahjo Kumolo mengatakan poin tersebut khususnya sanksi bagi timses yang ketahuan memainkan politik uang. Apabila terbukti calon kepala daerah melakukan politik uang akan didiskualifikasi.
"Rumusan sanksi bagi yang tertangkap tangan money politics. Kalau tertangkap tangan langsung didis (didiskualifikasi) tapi ancaman hukumannya kalau timnya bagaimana?" ujarnya kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (30/5).
Meski demikian, Tjahjo mengaku kesulitan untuk memastikan apakah seseorang merupakan tim sukses salah satu pasangan calon. Bisa saja ada yang mengklaim sebagai timses, padahal bukan.
"Tim yang bagaimana, membuktikan tim itu kan harus sesuai dengan SK. Jangan sampai nanti ada orang menyusup," ungkap dia.
Untuk diketahui, revisi UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada masih tarik ulur. Hal ini dikarenakan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih mempersoalkan pasal yang mengharuskan anggota DPR, DPD maupun DPRD mundur jika ingin maju di Pilkada. DPR ingin anggota dewan tidak perlu mundur jika mencalonkan diri dalam Pilkada.
Pimpinan Panja, Rambe Kamarulzaman dalam rapat pembahasan revisi UU Pilkada, membenarkan adanya tarik ulur soal status anggota DPR yang akan ikut pilkada.
"Pendekatan yang kami lakukan adalah UU yang mengatur. Kalau TNI Ada UU No. 34, Polri ada UU tentang kepolisan, lalu ada UU Aparatur Sipil Negara (untuk PNS). Anggota DPR ya UU MD3," ungkap Rambe usai rapat Panja yang digelar tertutup di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (25/5).
Persoalan lain yang masih diperdebatkan dalam Revisi UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada yaitu penambahan kewenangan Bawaslu. Dalam poin terkait kewenangan Bawaslu bisa mengadili jika ada politik uang dinilai tidak tepat.
"Karena Bawaslu bukan lembaga peradilan, Gukkumdu dianggap nggak efektif. Kan UU sebelumnya menyatakan sampai terbentuknya peradilan khusus," kata Anggota Panja Arif Wibowo.