Ridwan Hisjam: Ketum Golkar Berhak Buat Apa Saja, Termasuk Majelis Etik
Politisi Partai Golkar Ridwan Hisjam membantah tuduhan majelis etik partai lembaga yang dibuat-buat. Meskipun dia mengakui, dalam AD/ART Golkar tak disebutkan majelis etik. Namun, Ridwan menjelaskan, ketua umum Airlangga Hartarto berhak membuat badan tersebut untuk mengawasi jalannya kerja.
Politisi Partai Golkar Ridwan Hisjam membantah tuduhan majelis etik partai lembaga yang dibuat-buat. Meskipun dia mengakui, dalam AD/ART Golkar tak disebutkan majelis etik.
Namun, Ridwan menjelaskan, ketua umum Airlangga Hartarto berhak membuat badan tersebut untuk mengawasi jalannya kerja.
-
Bagaimana Airlangga Hartarto menjadi Ketua Umum Golkar? Airlangga Hartarto menjadi Ketua Umum Partai Golkar ke-11 sejak pertama kali dipimpin Djuhartono tahun 1964.
-
Bagaimana Airlangga Hartarto mengelola potensi konflik di dalam Partai Golkar? Lanjut Dedi, Airlangga juga mampu merawat infrastruktur partai dengan mengelola potensi konflik yang baik.
-
Apa yang diklaim Airlangga sebagai pencapaian Partai Golkar? "Dengan demikian Partai Golkar mengalami kenaikan dan dengan Partai Golkar mengalami kenaikan, Partai Golkar juga yang mendukung Pak Prabowo dan Mas Gibran bisa berkontribusi kepada kemenangan Bapak Prabowo Subianto dan Mas Gibran Rakabuming Raka," tutup Airlangga.
-
Apa alasan Nurdin Halid menilai Airlangga Hartarto layak memimpin Golkar? "Sangat layak, Erlangga memimpin Golkar," ujarnya kepada wartawan, Rabu (3/4). Nurdin mengaku di Pemilu 2024, Golkar perolehan kursi di DPR RI meningkat menjadi 102. Padahal di Pemilu 2019, Golkar hanya meraih 85 kursi. "Dari 85 kursi menjadi 102, itu tidak mudah. Sangat layak (memimpin kembali Golkar)," tuturnnya.
-
Siapa yang menyampaikan keinginan aklamasi untuk Airlangga Hartarto dalam memimpin Golkar? Untuk informasi, kabar adanya keinginan aklamasi dari DPD I dalam penunjukkan Airlangga kembali memimpin Partai Golkar disampaikan Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Lodewijk F. Paulus.
-
Kenapa Partai Golkar didirikan? Partai Golkar bermula dengan berdirinya Sekber Golkar di masa-masa akhir pemerintahan Presiden Soekarno. Tepatnya tahun 1964 oleh Angkatan Darat digunakan untuk menandingi pengaruh Partai Komunis Indonesia dalam kehidupan politik.
"Ketua umum dalam hal ini bisa membuat apa saja, misalnya majelis etik, itu kelasnya DPP Golkar, jadi majelis etik apakah itu sah? Sah," kata Ridwan saat dihubungi merdeka.com, Selasa (6/8).
Dia menuturkan, yang terdapat dalam AD/ART Golkar adalah Dewan Pakar, Dewan Kehormatan, Dewan Pembina. Tiga struktur itu di atas DPP. Namun, DPP bisa membentuk majelis etik di bawah naungan Ketua Umum dan Sekjen.
"Dan seingat saya itu diputuskan sudah di rapat pleno DPP Golkar itu majelis etik, tapi tingkatnya di bawah ketua umum, di bawah DPP Golkar," ucapnya.
Meski demikian, terkait pemanggilan Darul Siska, mestinya langsung dilakukan ketua umum dan sekjen. Sebab, majelis etik mengurus permasalahan di luar kepengurusan pusat. Sedangkan, Darul merupakan pengurus pusat. Sehingga menjadi aneh bila Darul dipanggil lembaga yang diurusnya sendiri.
"Sebaiknya pada pak Darul Siska karena salah satu ketua DPP seharusnya dia dipanggil oleh Ketua Umum, kan ini masalah Darul Siska masalah intern DPP, jadi seharusnya ketua umum atau Sekjen memanggil anggota, misalnya 'eh ada apa?'," tuturnya.
Polemik ini berawal dari surat terbuka Darul yang mengkritik keras Akbar Tanjung dan Agung Laksono yang dianggap terlalu partisan ke kubu Airlangga Hartarto jelang Munas Golkar. Terlebih, jadwal munas dalam rapat pleno DPP Golkar hingga kini belum ditentukan.
Tak lama setelah surat terbuka tersebut beredar, muncul surat Majelis Etik Golkar yang isinya memanggil Darul. Majelis etik dijadwalkan memanggil Darul pada Rabu (7/8).
Ridwan Hisjam tak mau menduga apakah majelis etik menjadi alat politik sepihak, lantaran bukan ketum Airlangga Hartarto langsung yang memanggil Darul. "Mungkin Pak Airlangga sedang sibuk," tandasnya.
Sebelumnya, fungsionaris Golkar M Syamsul Rizal mempertanyakan alasan majelis etik memanggil Darul. Bahkan dia menyebut ada indikasi abuse of power yang dilakukan oleh para pimpinan Golkar.
"Majelis Etik itu instrumen abuse of power yang tidak jelas tugas dan fungsi juga kedudukan lembaganya," kata Syamsul dalam keterangan yang diterima, Selasa (6/8).
Dia menduga, dengan langkah ini ada kaitannya dengan perebutan kekuasaan di puncak pimpinan Golkar. Bahkan bisa mengooptasi langkah kandidat lain.
"Alat untuk mengooptasi langkah-langkah politik kandidat lain yang mau maju juga sebagai calon ketua umum. Menurut saya ini namanya abuse of power dan benar-benar melanggar AD/ART maupun PO partai," kata Syamsul.
Baca juga:
Majelis Etik Golkar Dinilai Instrumen 'Abuse of Power'
'Majelis Etik Golkar Justru Tidak Etik'
Darul Siska: Harusnya Akbar Tanjung & Agung Laksono yang Ditegur
Darul Siska: Majelis Etik Golkar Tak Diatur AD/ART
Besok, Majelis Etik Golkar Panggil Darul Siska yang Kritik Akbar Tanjung
Sekjen PPP: Jika Disepakati Final Posisi Ketua MPR untuk Golkar, Kami Tak Masalah
Majelis Etik Golkar Panggil Darul Siska Terkait Surat Terbuka di Media Massa