SBY kritik manifesto Gerindra?
Frasa 'presidensil murni' persis tertulis dalam manifesto partai yang mencapreskan Prabowo Subianto itu.
Lewat Youtube, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ( SBY ) belum lama ini mengkritik para bakal capres yang mewacanakan kembali ke Undang-undang Dasar 1945 sebelum diamandemen. Dengan kembali ke UUD 1945, maka akan diterapkan presidensil murni.
"Ada capres yang bilang, kalau terpilih akan kembali ke UUD 1945 sebelum diadakan perubahan. Sistem presidensial murni, MPR memegang kendali, pemilihan tidak langsung. Itu mudah diucapkan, tapi bagaimana implementasinya? apa tidak mengganggu stabilitas nasional, apa tidak membalik sejarah?" kata SBY lewat video Youtube yang diunggah 5 Mei lalu.
Seperti biasa, SBY tidak pernah langsung menunjuk hidung siapa yang dikritiknya. Namun, setelah ditelusuri, ternyata apa kritik SBY itu ada dalam Manifesto Perjuangan Partai Gerindra. Frasa 'presidensil murni' pun persis tertulis dalam manifesto partai yang mencapreskan Prabowo Subianto itu.
"Partai Gerindra akan memperjuangkan tatanan politik nasional yang sesuai dengan amanat konstitusi, UUD 1945. Yakni, penerapan sistem pemerintahan presidensil
murni, kemandirian dan keterkaitan fungsional antara lembaga tinggi negara yang sehat dan tidak saling menjatuhkan, serta pembenahan lembaga, badan, atau
komisi yang dibentuk dan tidak sesuai dengan UUD 1945," demikian petikan manifesto halaman 13.
Soal kritik SBY terhadap para capres yang sesumbar akan mengembalikan ke UUD 1945 sebelum amandemen, juga terlihat dari manifesto bahwa amandemen konstitusi dari 1999-2002 mempunyai kelemahan. Utamanya dalam penghilangan Garis-Garis Besar
Haluan Negara (GBHN).
"Partai Gerindra memandang perlunya Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai perencanaan, arah dan ukuran pembangunan ekonomi. Amandemen UUD 1945
(1999-2002) telah menyederhanakan tugas MPR dengan tidak diberikan wewenang dalam menyusun GBHN. Lebih buruk lagi, penyusunan GBHN tidak dilimpahkan kepada
Lembaga Tinggi Negara manapun. Sehingga pembangunan ekonomi Indonesia berjalan tanpa perencanaan jangka panjang," demikian manifesto pada halaman 20.
Selanjutnya, masih lewat video di Youtube, SBY juga mempertanyakan janji-janji para bakal capres untuk menasionalisasi aset Indonesia yang dikuasai perusahaan asing.
"Saya dengarkan janji-janji kampanye, ada yang berbahaya. Misalnya 'kalau saya jadi presiden semua aset asing ada yang saya nasionalisasi," kata SBY
Frasa 'nasionalisasi aset asing' memang tidak ada persis dalam manifesto. Namun keseluruhan manifesto dalam bidang ekonomi mengkritik sistem ekonomi liberal-kapitalistik yang tidak menguntungkan rakyat.
"Sumber-sumber pembiayaan dari dalam negeri diutamakan antara lain dengan pengelolaan sumber daya alam yang berpihak pada kepentingan nasional. Karena itu, perlu renegosiasi (peninjauan ulang) terhadap kontrak karya di berbagai bidang seperti pertambangan yang tidak menguntungkan kepentingan rakyat," demikian manifesto halaman 17.