Strategi kirim warga ziarah wali antar Abah Anton pimpin Malang
Sebelumnya, Anton dikenal menjabat sebagai Ketua Persatuan Islam Tionghoa (PITI) Malang Raya.
Pasangan Moch Anton-Sutiaji diprediksi memenangkan pilkada Malang dengan perolehan suara cukup tinggi, 48,15 persen (berdasarkan hasil hitung cepat Lingkaran Survei Indonesia atau LSI). Moch Anton yang dipanggil Abah Anton mengalahkan pasangan istri Wali Kota Malang Peni Suparto, yakni Heri Puji Utami-Sofyan Edi Jarwoko (Dadi) yang hanya menempati urutan ketiga dengan perolehan suara hanya 18,4 persen.
Sementara posisi kedua ditempati pasangan yang diusung PDIP Sri Rahayu-Priyatmoko Oetomo (SR-MK) yang meraup suara 21,61 persen.
"Dalam sepanjang sejarah pilkada di berbagai daerah, perolehan suara tidak seperti yang diraih pasangan Aji, karena seluruh kelurahan, bahkan kantong-kantong suara partai lain, termasuk PDIP juga 'disikat' habis dan cara mencoblosnya pun sama (seragam) persis di nomornya," tegas Kertua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDIP Kota Malang Eddy Rumpoko.
Salah satu strategi yang mengantar Abah Anton menang disebut-sebut adalah mengajak ribuan warga Malang ziarah Wali.
Pasangan Anton-Sutiaji menggelontorkan program pendekatan ziarah wali lima bagi seluruh warga di Kota Malang, bahkan target yang berangkat saat ini sebanyak 1.000 unit bus dengan kapasitas 60 orang setiap bus.
"Masyarakat kita ini sebagian besar penduduknya adalah muslim dan mereka pasti ingin ziarah ke wali lima. Karena kami memiliki dana, maka keinginan warga inilah yang kami tangkap dan akhirnya kami berangkatkan ziarah ke wali lima secara bergelombang serta kami beri uang saku sebesar Rp 15 ribu/orang," ujar Anton.
Bahkan, Anton berjanji jika memenangkan pilkada, maka warga akan diberangkatkan kembali untuk ziarah ke Wali Songo dan seluruh tim suksesnya diberangkatkan umroh ke Tanah Suci.
Selain pendekatan ziarah ke wali lima dan dijanjikan ke Wali Songo, Anton yang beretnis Tionghoa itu juga menggelontor masyarakat dengan paket sembako yang berisi lima kg beras, dua kg gula pasir dan 2 liter minyak goreng kemasan.
Atas strateginya ini, dia juga kerap menerima prasangka buruk dari beberapa kalangan. "Ada yang bilang saya money politic karena memberangkatkan banyak warga untuk ziarah wali lima. Padahal saya sudah lama mengadakan kegiatan tersebut, jauh sebelum terjun ke politik seperti sekarang," ungkap pria kelahiran Malang 31 Desember 1965 itu kepada merdeka.com.
Pria yang menjabat sebagai Ketua Persatuan Islam Tionghoa (PITI) Malang Raya itu juga mendapat dukungan dari kaum minoritas dan kalangan nonmuslim. "Saya sendiri sebagai orang minoritas. lahir dari ayah keturunan dan ibu asli Jawa, tidak ingin memalukan kaum minoritas," tegas Anton. Dia ingin membuktikan jika minoritas bisa lebh baik dari mayoritas. "Siapapun berhak menjadi Walikota, entah itu etnis Tionghoa, Madura, Batak dan lainnya karena kita adalah orang Indonesia," pria yang aktif di Forum Kerukunan Umat Beragama ini.
Meski baru empat bulan berkecimpung di dunia politik, dia berjanji akan melakukan yang terbaik. Anton mungkin tidak bisa berbicara banyak soal Undang-Undang atau Perda, namun dia sudah melihat kenyataan yang ada di masyarakat. Dan itu yang ingin dia perjuangkan. "Banyak anak yang kesulitan mendapat biaya untuk sekolah, infrastruktur yang tidak rapi. Jadi saya berbicara realitas saja, suara hati saya," tegasnya.