Iktikaf, upaya pendiaman diri dari kecenderungan bendawi
Iktikaf dapat menjadi jalan bagi manusia untuk berbicara dengan Al Khaliq.
Manusia kerap disibukkan oleh berbagai hal yang menitikberatkan pada unsur kebendaan. Waktu yang dimiliki setiap manusia habis hanya untuk memenuhi hasrat badani yang dipenuhi kecenderungan bendawi.
Manusia pun tidak lagi memiliki, bahkan tidak lagi mau merelakan waktu yang dia punya untuk beraktivitas mengisi kebutuhan ruhnya. Ramadan pun dianggap hanya sebagai bulan saat manusia menjalankan rutinitas peribadatan.
Padahal, Ramadan adalah bulan yang memberikan rahmat luar biasa bagi manusia, yang dapat diraih dengan menjalankan berbagai kegiatan ibadah. Salah satunya, iktikaf.
"Boleh jadi di zaman sibuk dan modern ini, beriktikaf terasaa tidak populer. Bagaimana di dunia yang bersemboyan waktu adalah uang begini, orang sudi meluangkan waktu untuk berdiam di masjid seperti pengangguran? Bahkan menganjurkannya saja mubaliq pun kayanya sungkan," tulis Cendekiawan Islam KH Mustofa Bisri dalam bukunya 'Mencari Bening Mata Air: Renungan KH Mustofa Bisri' halaman 88-90.
Gus Mus, sapaan akrab Mustofa Bisri menerangkan, justru saat inilah, pada zaman inilah, iktikaf menemukan relevansinya. Iktikaf mampu menjadi ruang bagi manusia untuk mendiamkan sejenak tubuhnya dari berbagai kecenderungan bendawi yang mereka jalani selama ini.
"Bukankah justru di zaman di mana aktivitas kejasadam dan kebendaan mendominasi kehidupan seperti sekarang, kita sangat memerlukan paling tidak sesekali meliburkan diri dari kerutinan pemanjaan jasad," terang dia.
Selanjutnya, terang Gus Mus, melalui iktikaf itulah, manusia dapat langsung berkomunikasi dengan Al Khaliq. Hal itu patut dijalankan sebagai bekal manusia ketika kelak bertemu denganNya.
"Ya, sejenak dalam kehidupan keseharian, di sela-sela kesibukan memakmurkan bumi, berdiam diri di rumah Tuhan, bertakafur dan bersendiri dengan Tuhan, agaknya sangat kita perlukan. Sungguh tidak masuk akal bila untuk perjalanan singkat, rencana cermat kita buat, segala daya, pikiran, dan waktu kita kerahkan untuk membekalinya, sementara untuk perjalanan panjang menghadapNya, kita tidak mengambil kesempatan apa saja yang kita harapkan dapat membantu mempermudah dan memperlancarnya," pungkas dia.