Peristiwa 4 November: Wafatnya Agus Salim, Pejuang Kemerdekaan Indonesia yang Kuasai 7 Bahasa Asing
Agus Salim adalah salah seorang tokoh besar yang berperan penting dalam kemerdekaan Indonesia.
Agus Salim adalah salah seorang tokoh besar yang berperan penting dalam kemerdekaan Indonesia.
Peristiwa 4 November: Wafatnya Agus Salim, Pejuang Kemerdekaan Indonesia yang Kuasai 7 Bahasa Asing
Agus Salim adalah salah seorang tokoh besar yang berperan penting dalam kemerdekaan Indonesia.
Pria yang lahir pada tanggal 8 Oktober 1884 ini mendapatkan julukan Singa Podium. Sebab, banyak sekali delegasi yang takjub dengan kemampuan berpidatonya.
Sepanjang hidupnya, Agus Salim dikenal sebagai sosok yang cerdas dan kritis. Setelah Indonesia merdeka, beliau acap berdiplomasi dengan negara lain. Agus Salim dipilih karena kepiawaiannya dalam public speaking.
-
Kapan Sunan Bonang wafat? Sunan Bonang lahir pada tahun 1465 M di Surabaya, dan wafat pada tahun 1525 di Tuban.
-
Bagaimana Wika Salim tampil memukau di atas panggung? Wika Salim selalu tampil memukau dengan gaun kupu-kupu. Netizen selalu memberikan pujian yang melimpah padanya.
-
Apa yang dilakukan Wina Talia, Wishnutama, dan Gista Putri saat wisuda Sultan? Memperingati kelulusan SMA anak mereka, Wina Talia dan Wishnutama hadir untuk menyaksikan wisuda Sultan. Dalam upacara tersebut, Wina, Wishnutama, dan Gista Putri berdiri di sebelah Sultan, memberikan dukungan pada saat yang spesial ini.
-
Kapan Sultanah Safiatuddin wafat? Safiatuddin wafat pada tanggal 23 Oktober 1675.
-
Bagaimana Wika Salim menata rambutnya saat berlibur? Wika Salim menambahkan sentuhan pada penampilannya dengan mengikat rambutnya dalam gaya sleek bun yang terinspirasi dari clean girl.
-
Kapan Syamsidar Yahya wafat? Hj. Syamsidar Yahya wafat pada tahun 1975 di Pekanbaru, Riau di usianya yang ke-61 tahun.
Tepat hari ini, 4 November pada tahun 1954 silam, Haji Agus Salim meninggal dunia. Meski namanya sangat akrab di telinga, namun masih banyak yang belum terlalu mengenal siapa sebenarnya Haji Agus Salim. Berikut perjalanan hidup singkat Haji Agus Salim yang merdeka.com lansir dari Liputan6.com dan sumber lainnya:
Profil Singkat Haji Agus Salim
Agus Salim adalah pejuang kemerdekaan Indonesia yang terkenal dalam sebuah organisasi bernama Sarekat Islam. Beliau pernah menempuh pendidikan di sekolah khusus anak-anak Eropa di Europeesche Lagere School (ELS) yang kemudian berlanjut di Hoogere Burgerschool (HBS) di Batavia.
Agus Salim juga berperan sebagai salah satu anggota panitia 9 BPUPKI yang mempersiapkan UUD 1945. Kepiawaiannya dalam hubungan internasional, membuat beliau dipercaya sebagai menteri muda luar negeri kabinet Sjahrir II dan III, serta menjabat sebagai menteri luar negeri pada kabinet Amir Sjarifuddin dan Hatta.
Pada tahun 1952, Haji Agus Salim menjabat sebagai Ketua di Dewan Kehormatan PWI. Hal tersebut menjadi penutup karirnya di dunia kancah politik. Beliau beralih menghabiskan masa tuanya sebagai penulis buku. Buku yang telah terbit dari tangannya berjudul "Bagaimana Takdir, Tawakal dan Tauchid Harus Dipahamkan". Buku tersebut kemudian diperbaiki menjadi "Keterangan Filsafat Tentang Tauchid, Takdir dan Tawakal".
Buku yang telah beliau tulis juga merupakan buah karya dari pengalamannya sebagai jurnalis pada masa mudanya. Agus Salim muda merintis karir sebagai Redaktur II di Harian Neratja yang kemudian diangkat menjadi Ketua Redaktur. Tidak berhenti disana, beliau juga menjadi pemimpin Harian Hindia Baroe di Jakarta, dan kemudian mendirikan Suratkabar Fadjar Asia.
Peran Agus Salim dalam Kemerdekaan Indonesia
Seperti yang sudah diketahui, Agus Salim turut andil dalam dibentuknya panitia sembilan dalam Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan indonesia yang mempersiapkan UUD 1945.
Setelah indonesia merdeka dan membutuhkan pengakuan dari negara lain, Agus Salim menjadi orang penting yang membuat negara Indonesia diakui oleh kancah dunia.
Berkat kemampuan diplomasinya, Mesir menjadi negera pertama yang mengakui kedaulatan Indonesia pada tanggal 10 Juni 1945, disusul oleh Suriah, Arab Saudi, dan Afghanistan. Hal ini yang membuatnya menjadi menteri Muda Luar Negeri Kabinet Sjahrir II 1946 dan Kabinet III 1947, Menteri Luar Negeri Kabinet Amir Sjarifuddin 1947 dan Menteri Luar Negeri Kabinet Hatta 1948-1949.
- 2 Oktober Surat Kabar Harian Rakjat Milik PKI Berhenti Beredar, Ini Sepak Terjangnya
- Mengenang Momen Pengumuman Hari Lebaran di Masa Awal Kemerdekaan Indonesia
- 26 November: Peringatan Hari Kue Internasional, Ketahui Sejarah dan Cara Merayakannya
- Peristiwa Pertempuran di Tebing Tinggi, Perjuangan Berdarah Pemuda Indonesia Melawan Penjajah
Agus Salim Menguasai 7 Bahasa Asing
Haji Agus Salim dikenal menguasai beberapa bahasa, di antaranya bahasa Belanda, Inggris, Perancis, Jerman, , Arab,, Jepang, dan Turki.
Salah satunya terbukti ketika beliau menghadiri Konferensi Buruh Internasional di Jenewa.
Saat itu, Agus Salim didaulat sebagai penasehat delegasi buruh Belanda. Di dalam konferensi, Haji Agus Salim berpidato memakai bahasa Inggris.
Pidato yang baik dan bagus itu mendapatkan pujian dari peserta konferensi.
Terpantik oleh bagusnya pidato dia, ada seorang peserta menantang Agus Salim berpidato dalam bahasa Prancis di lain waktu. Saat Agus Salim mendapatkan gilirannya, dia berpidato dalam bahasa Prancis.
Selain itu, Haji Agus Salim juga pandai berbahasa Arab. Hal tersebut seperti kesaksian M. Zain Hasan, aktivis 1947, yang mencari dukungan Mesir (Liga Arab) untuk Indonesia.
Saat berkunjung ke Mesir, Pak Salim mengadakan tiga kali ceramah dengan tiga bahasa yang berlain-lainan.
Ceramah itu diucapkan lewat bahasa Prancis di Institut Geografi Kerajaan, bahasa Inggris di Aula Universitas Fouad I (Universitas Kairo sekarang), dan bahasa Arab di Gedung Persatuan Wartawan Mesir.
Kepiawiannya dalam bahasa asing membuatnya menjadi seoarang diplomat, konsulat, dan penerjemah di Konsulat Belanda yang terletak di Jeddah, Arab Saudi. Beliau juga pernah menerjemahkan beberapa buku asing dan menjadi pemimpin redaksi di beberapa surat kabar.
Wafatnya Agus Salim
Sepanjang hidupnya, Haji Agus Salim memiliki jasa besar bagi kemerdekaan Indonesia. Kemampuannya dalam berbahasa asing dan berdiplomasi, telah memberi inspirasi bagi generasi setelahnya.
Namun sayang, karir beliau harus terhenti pada tanggal 4 November 1954.
Beliau meninggalkan dunia ini untuk selama-lamanya. Jasad beliau dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta. Segala perjuangan yang dilakukan beliau baik di dunia politik maupun media masa telah mengharumkan nama bangsa Indonesia.