4 Faktor Gagalnya Mobil Otonom, Teknologi yang Tak Akan Pernah Ada?
4 Faktor Gagalnya Mobil Otonom, Teknologi yang Tak Akan Pernah Ada?
Mobil otomatis atau mobil otonom, adalah sebuah teknologi yang rasanya masih sangat-sangat jauh. Saat ini, mobil listrik saja masih belum dipasarkan dengan masal, terlebih lagi mobil otomatis.
Berbagai hal seperti kondisi infrastruktur hingga dukungan Pemerintah, jadi hambatan tersendiri adanya teknologi ini di Tanah Air.
-
Apa itu motor listrik? Motor listrik, yang sering disebut sebagai "molis", adalah jenis kendaraan bermotor yang menggunakan energi listrik untuk menggerakkan komponennya.
-
Bagaimana motor listrik bekerja? Cara kerja motor listrik terbilang sederhana, di mana ia mengkonversi energi listrik menjadi energi mekanik, memungkinkan motor untuk bergerak seperti motor berbahan bakar konvensional.
-
Kenapa mobil pick up tertimpa tiang listrik? “Karena tidak ketahan, pohon tersebut malah roboh menimpa kabel dan tiang tadi. Total ada dua tiang listrik dan satu tiang telepon,” tambah Dede Suprapto
-
Apa yang memengaruhi penggunaan energi mobil listrik? Namun, ada beberapa faktor yang memengaruhi konsumsi energi mobil listrik yang perlu dipahami agar jangkauan dan kinerjanya dapat dioptimalkan.
-
Bagaimana tiang listrik bisa menimpa mobil pick up? Berdasarkan informasi dari lokasi, robohnya tiang listrik itu bermula dari warga setempat yang tengah menebang pohon kelapa. Tak disangka, pohon kelapa justru menimpa kabel hingga membuat tiga tiang yang terhubung roboh.
-
Apa yang dimaksud dengan energi listrik? Energi listrik adalah bentuk energi yang dihasilkan oleh pergerakan partikel bermuatan, khususnya elektron, melalui suatu penghantar atau rangkaian tertutup.
Pegiat mobil otomatis pun sudah sangat banyak. Mulai dari Waymo yang merupakan besutan perusahaan induk Google Alphabet, Cruise besutan perusahaan otomotif GM, Aurora yang didanai oleh Amazon, hingga Uber. Namun hambatan pun tetap ada dan membuat teknologi ini terasa jauh dari pelupuk mata.
Dalam survei yang dihelat Ansys, dilansir dari Mashable, disebut bahwa masyarakat dewasa pun pesimis akan hal ini, serta lebih dari separuh punya ketakutan jika teknologi ini akan membawa petaka.
Nah, berikut deretan faktor pesimistik yang membuat mobil otonom terasa masih jauh. Simak Yuk!
Teknologinya Belum Siap
Menurut Mike Demler, analis teknologi dari Linley Group yang dikutip Mashable, mobil otonom level 5 (mobil otomatis secara keseluruhan, tanpa monitoring manusia), memang telah dipresentasikan dan mungkin akan datang dalam 5 tahun mendatang.
Namun disebut, saat ini teknologi tersebut belum siap. Ia menyebut bahwa mimpi soal mengubah segalanya jadi otomatis adalah fantasi. Meski demikian, ia menandai bahwa selalu ada tonggak sejarah kecil yang diukir untuk menuju hadirnya mobil otonom.
Kesiapan Masyarakat
Chris Jacobs, VP di perusahaan prosesor mobil otomatis Analog Devices, menyebut bahwa deretan faktor penting untuk berhasilnya mobil otonom adalah penerimaan masyarakat, penerimaan dan regulasi pemerintah, serta diubahnya infrastruktur.
"Kita butuh membuat orang lebih terbiasa (dengan konsep mobil otonom) dan lebih nyaman," ungkap Jacobs.
Mahal
Harga dari mobil otonom sangatlah mahal. Sensor kit saja, tanpa kendarannya, harganya bisa USD 100.000 atau setara RP 1,4 miliar. Terlebih lagi, mobil dengan sensor ini cukup sulit untuk diproduksi secara masal.
Ini berkebalikan dengan mobil konvensional yang dengan mudah diproduksi sehingga harganya terjangkau.
Memasukkan Emosi Manusia Dalam Kecerdasan Robot
Mobil otomatis yang menggantikan peran manusia dalam menyetir, punya satu keharusan: manusiawi.
Dalam hal ini, banyak sifat dan kecerdasan emosi manusia yang harus diadaptasi oleh sebuah software dari mobil otomatis dan menerapkannya di jalan.
Ambil contoh gaya mengemudi di jalanan kota dan di kampung. Bagaimana mobil otonom menyikapi hal yang sangat dipengaruhi oleh cara berkendara dan juga budaya lokalnya ini. Hal ini yang sebenarnya membuat ada banyak sekali gaya mengemudi di tiap orang. Tentu gaya mengemudi orang Jakarta dan orang Malang akan berbeda karena faktor ini.
Faktor berikutnya adalah bagaimana penyikapan software dalam kondisi tertentu, yang biasanya diputuskan dengan logika manusia. Contohnya jika mobil otomatis harus berkendara di cuaca yang tak menentu yang licin atau banjir terguyur hujan.
Bayangkan jika mobil otomatis harus mengarungi jalanan penuh lubang. Bayangkan mobil otomatis harus menaklukkan perempatan yang ramai dan tak teratur. Bayangkan jika mobil otomatis harus mengalah kepada ambulans. Apakah semua itu bisa dilakukan tanpa campur tangan manusia?
Menurut Anda?
(mdk/idc)