Lawble.com, startup regulatory technology pertama di Indonesia
Lawble.com, startup regulatory technology pertama di Indonesia. Perusahaan rintisan (startup) financial technology alias fintech di Indonesia sudah dipahami banyak orang. Tapi kalau startup regulatory technology (regtech), masih awam, karena memang belum ada startup regtech di sini.
Perusahaan rintisan (startup) financial technology alias fintech di Indonesia sudah dipahami banyak orang. Tapi kalau startup regulatory technology (regtech), masih awam, karena memang belum ada startup regtech di sini. Meski di Amerika Serikat, Hong Kong, hingga Singapura regtech sangat familiar.
'Pecah telor' regtechdi Indonesia dilakukan oleh Lawble.com. Lawble ini dibangun oleh empat founder, yakni Charya Rabindra Lukman, Terrence Teong Chee Hoi, Eric Wishnu Saputra, dan Muhammad Arif Wicaksono. Perusahaan rintisan regtech ini menawarkan produk dan layanan berupa pusat data peraturan hukum atau produk hukum di Indonesia. Kemudian menyajikannya berupa kompilasi produk hukum tersebut. Di masa mendatang, Lawble menargetkan lebih dari 50 ribu peraturan yang bisa diakses via web oleh praktisi hukum dan masyarakat di Tanah Air.
-
Apa saja ide bisnis startup yang ditawarkan peserta Jagoan Digital? Dalam presentasi (pitching) Jagoan Digital sejumlah ide bisnis start up diangkat oleh peserta. Seperti layanan jasa servis elektronik, jasa pendidikan, kesehatan hingga pariwisata. Juga ada marketplace untuk UMKM, fashion batik lokal, pertanian hingga produk digital. Selain itu ada juga ide pengembangan usaha dan investasi yang semuanya dikembangkan lewat platform teknologi digital.
-
Kenapa perusahaan startup di bidang teknologi dan informasi berbasis internet disebut unicorn? Dalam mitologi Yunani, unicorn adalah hewan langka mirip kuda yang memiliki tanduk di kepala. Kemudian istilah ini diambil untuk menggambarkan perusahaan startup dengan nilai valuasi yang mencapai 1 miliar dollar.
-
Bagaimana Hadinata Batik menggunakan platform digital untuk mengembangkan bisnisnya? Banyak bermunculan brand batik baru di tengah disrupsi digital menjadi tantangan sekaligus motivasi bagi Hadinata Batik untuk terus berkembang. Hadinata Batik pun terus beradaptasi dengan berinovasi membuat model batik yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan serta bergabung di platform digital seperti Tokopedia dan ShopTokopedia guna mempercepat laju bisnis lewat pemanfaatan platform digital.
-
Siapa saja yang terlibat dalam pendanaan startup nasional ini? PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (Telkom) melalui entitas Corporate Venture Capital (CVC) MDI Ventures, dan juga Telkomsel Mitra Inovasi (TMI), berpartisipasi dalam penandatanganan Perjanjian Partisipasi Merah Putih Fund di Jakarta, Senin (4/9).
-
Bagaimana cara IndiBiz mendorong digitalisasi pendidikan? Indibiz, ekosistem solusi digital dari PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk berkomitmen mendorong digitalisasi pendidikan salah satunya melalui penyelenggaraan Indonesia Digital Learning (IDL).
-
Di mana Sule mengungkapkan keinginannya untuk fokus membangun perusahaan digital? Dalam sebuah wawancara dengan Onadio Leonardo di kanal YouTube The Leonardo's, Sule mengungkapkan keinginannya untuk membesarkan perusahaan digital miliknya.
Charya Rabindra Lukman, Founder dan CEO Lawble, menjelaskan memanfaatkan teknologi, kami menyediakan akses pengetahuan ke produk hukum yang mudah dan menyeluruh bagi masyarakat Indonesia. Visi jangka panjangnya, masyarakat Indonesia paham mengenai setiap produk hukum yang berlaku.
Sebab dengan akses hukum yang andal, kami yakini hukum tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang rumit, taoi menjadi mitra dalam aktivitas sehari-hari.
"Kami berharap Lawble dapat berdampak positif kepada masyarakat luas, terutama dalam mewujudkan regulatory inclusion di Indonesia," kata Charya, saat meluncurkan Lawble.com di Jakarta, Kamis malam (28/9).
Secara nyata, lanjut dia, Lawble dapat meningkatkan efektivtas kerja para mitra hukum, seperti firma hukum dan praktisi hukum. Dia mencontohkan, ketika meneliti satu kasus, biasanya memakan waktu lebih dari 6 jam untuk mengompilasi dan kolaborasi data regulasi.
"Namun, dengan Lawble yang memiliki sistem bookmark dan kolaborasi, maka para praktisi hukum dapat menghemat waktu sekitar 70 persen dari biasanya," tambah Eric Wishnu, Chief Technology Officer Lawble.
Bagaimana monetisasi dari layanan regtech ini?
Lawble menyasar pelanggan berbayar dari firma hukum dan perguruan tinggi. Dari lebih dari 700 firma hukum yang tercatat, Lawble menargetkan separuhnya atau 350 firma menjadi pelanggannya di tahun pertamanya. Dengan 10 pengguna dari satu firma hukum, maka Lawble akan memiliki sekitar 3.500 pelanggan.
Target berikutnya, 20 perguruan tinggi dengan sasaran minimal 100 pelanggan sehingga diperkirakan ada 2.000 pelanggan di sini.
Saat ini Lawble memiliki dua bagian layanan, yakni untuk praktisi hukum dan masyarakat umum. Untuk praktisi, dapat mengakses berbagai fitur kolaborasi berbayar lewat www.lawble.com. Sedangkan untuk masyarakat, dapat mengakses produk hukum yang berkaitan dengan aktivitas sehari-hari lewat journal.lawble.com.
Baca juga:
5 Bukti kerasnya keinginan Jokowi jadikan RI pemimpin ekonomi digital ASEAN
Jokowi: Saya sampaikan ke menteri, startup jangan dicekik dengan aturan berlebihan
Presiden Jokowi: Jangan coba-coba bikin Alibaba dan Google tandingan
Jokowi: Sekarang beli gorengan di pasar sudah pakai aplikasi smartphone
Spotify ingin go public, langsung 'dirayu' raksasa China
Mengenal berbagai produk startup di GMIC Indonesia 2017
Sasar pasar perempuan Indonesia, startup asal Jepang akuisisi perusahaan lokal