Setelah Laku Rp 57 Triliun, Pendiri Startup ini Menyesal Jual Perusahaannya
Ia menyesali langkah dalam hidupnya menjual perusahaannya.
Jyoti Bansal adalah seorang entrepreneur yang telah mencapai sesuatu yang menjadi impian banyak orang. Ia mendirikan sebuah perusahaan rintisan (startup), menerima tawaran akuisisi yang sangat menggiurkan, dan akhirnya menjualnya dengan nilai miliaran dolar atau triliunan rupiah.
Namun, keputusan tersebut justru menjadi salah satu penyesalan terbesarnya.
-
Kenapa David rugi puluhan juta di awal usaha? Rugi David menceritakan, kerugian terjadi saat dirinya hendak mengirim batu ke India. Namun, pihak ekspedisi mengembalikan lagi batu tersebut kepada David.'Akhirnya kami mengganti kerugian pembeli Rp22 juta,' ungkap David, dikutip dari Instagram @kominfotrenggalek, Jumat (23/2/2024)
-
Apa yang dilakukan Arief setelah bisnisnya gagal? Seorang teman di pondok pesantren tempat Arief menimba ilmu berseloroh agar dirinya bangkit bersama anak yatim dan dhuafa. Arief kemudian keliling untuk mencari dhuafa yang perlu ditolong.
-
Apa kata motivasi bisnis tentang kegagalan? 'Siapa yang berhenti berusaha ketika menghadapi kegagalan, berarti dia telah gagal.'
-
Kenapa Facebook dan Google rugi besar? 1 hariDalam waktu satu hari semenjak internet padam secara keseluruhan, berbagai raksasa platform digital dapat mengalami kerugian yang besar. Facebook dan Google bisa kehilangan lebih dari Rp 6 triliun dalam pendapatan iklan di antara mereka.
-
Kenapa TikToker ini kecewa awalnya? Dari empat pesanannya, hanya satu unit iPhone 15 Pro Max 1TB yang tiba dengan sempurna.Kehadiran hanya satu unit dari empat pesanan tersebut membuatnya bertanya-tanya.
-
Siapa yang diusir pemilik toko? Pemilik toko makanan di Vietnam ini terlihat begitu marah. Ia bahkan mengusir satu keluarga dari tokonya. Pemilik toko ini tidak gentar mengusir paksa keluarga Israel tersebut.
Menurut laporan dari CNBC pada Jumat (4/10), Bansal adalah pendiri perusahaan pengembang perangkat lunak bernama AppDynamics, yang didirikan pada tahun 2017. Ketika perusahaannya bersiap untuk melantai di bursa saham, Cisco, perusahaan teknologi besar, tiba-tiba menawarkan untuk membeli AppDynamics dengan harga USD 3,7 miliar atau sekitar Rp 57,34 triliun (dengan estimasi kurs Rp 15.497 per USD).
Kesepakatan ini membuat ratusan karyawan, termasuk Bansal, mendadak kaya. Namun, momen yang seharusnya menjadi kebahagiaan bagi Bansal justru berubah menjadi "hari paling menyedihkan" dalam hidupnya, seperti yang diungkapkannya kepada CNBC Make It.
Sejak kecil, Bansal memiliki cita-cita untuk menjadi seorang pengusaha. Ia bekerja sebagai insinyur perangkat lunak di Silicon Valley selama delapan tahun sebelum akhirnya mendapatkan Green Card.
Lahir di India, ia mendirikan perusahaannya sendiri, AppDynamics, yang lahir dari berbagai masalah yang sering ia temui selama berkarir sebagai insinyur. Bansal juga menciptakan alat-alat yang dapat membantu mengatasi gangguan dan kelemahan aplikasi perangkat lunak lainnya.
"Saat memulai AppDynamics, saya tidak memikirkan aspek finansial," ungkap Bansal. "Saya hanya fokus pada satu hal, yaitu masalah ini perlu dipecahkan."
Buatlah Perusahaan Startup yang Baru
AppDynamics pada akhirnya diakui sebagai perusahaan yang membantu perusahaan-perusahaan besar dalam memperbaiki aplikasi yang mengalami masalah. Namun, setelah menjualnya kepada Cisco, Bansal merasa bahwa tugasnya di AppDynamics belum selesai.
Ia berpendapat bahwa perusahaan tersebut berpotensi menjadi "jauh lebih besar" jika ia tetap terlibat dalam pengembangannya. Setelah penjualan itu, Bansal juga merasakan kehilangan arah karena tidak ada lagi tantangan besar yang bisa ia hadapi.
Setelah enam bulan berkeliling dunia, ia mendirikan sebuah startup baru di San Francisco yang bernama Harness, yang juga mengembangkan alat untuk para pengembang perangkat lunak.
Pada tahun 2022, valuasi Harness mencapai USD 3,7 miliar, angka yang setara dengan harga jual AppDynamics.
Dalam wawancara ini, Bansal berbagi tentang keputusan sulit yang diambilnya untuk menjual AppDynamics, penyesalan yang muncul setelahnya, serta mengapa ia kemungkinan besar akan menolak tawaran serupa jika hal itu terjadi pada perusahaan rintisannya saat ini.