Negara-negara Ini Jadi Sasaran Empuk Disikat Hacker
Berikut daftar negara-negara yang kerap diserang hacker.
Berikut daftar negara-negara yang kerap diserang hacker.
-
Siapa saja yang menjadi korban serangan hacker? Distributor kimia asal Jerman, Brenntag SE, dilaporkan membayar uang tebusan sebesar USD4,4 juta atau Rp71,9 miliar dalam bentuk Bitcoin kepada kelompok ransomware DarkSide untuk mendapatkan dekripsi file yang dienkripsi oleh para peretas selama serangan ransomware terhadap perusahaan tersebut.
-
Bagaimana cara hacker sampingan menawarkan jasanya? Salah satu contoh iklan yang ditemukan adalah seorang pengembang Python yang menawarkan layanan pembuatan chatbot VoIP, chatbot grup, chatbot AI, peretasan, dan kerangka kerja phishing dengan harga sekitar USD 30 per jam.
-
Apa yang menjadi sasaran utama hacker dalam serangan siber terkait pemilu? Laporan dari Pusat Keamanan Siber Kanada ungkapkan bahwa serangan siber yang menargetkan pemilihan umum (pemilu) telah meningkat di seluruh dunia.
-
Apa saja layanan hacking yang ditawarkan? Seorang pengembang dengan pengalaman hampir satu dekade menawarkan layanan pembuatan halaman phishing, kloning bank, kloning pasar, penguras kripto, spoofing SMS, dan spoofing email.
-
Apa yang dilakukan para hacker terhadap toko penjara? Para peretas memanipulasi daftar harga di toko penjara, menurunkan harga barang menjadi jauh di bawah nilai normalnya.
-
Kenapa "red hat hacker" sering kali bekerja sendiri? Biasanya, peretas seperti itu bekerja sendiri, tetapi mereka mungkin sesekali bekerja sama untuk menggabungkan sumber daya.
Negara-negara Ini Jadi Sasaran Empuk Disikat Hacker
Laporan Microsoft menyatakan ada empat negara yang paling sering menghadapi serangan siber.
Dilansir dari The Record, Minggu (3/12), Microsoft melaporkan bahwa dalam periode Juli 2022 hingga Juli 2023, lebih dari 120 negara mengalami lebih dari seratus serangan siber.
Negara-negara mana saja yang kerap dihajar hacker?
Empat negara yang paling sering menjadi sasaran adalah Ukraina, Israel, Korea Selatan, dan Taiwan. Lantas, mengapa hanya keempat negara itu?
Laporan tersebut secara detail menjelaskan serangan-serangan yang dilakukan pemerintah dari Rusia, China, Iran, dan Korea Utara, serta beberapa kelompok peretas di wilayah Palestina dan peretas bayaran yang disewa negara-negara lain.
Serangan-serangan ini meliputi serangan siber yang merusak hingga yang melibatkan pemata-mataan (spionase), pencurian informasi, dan penyebaran misinformasi atau disinformasi.
“Terkadang, hampir setengah dari serangan ini menargetkan negara-negara anggota NATO, dan lebih dari 40 persen ditujukan terhadap pemerintah atau organisasi sektor swasta yang terlibat dalam pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur penting,” jelas Tom Burt dari Microsoft.
Tahun ini, fokus serangan beralih dari penghancuran atau keuntungan finansial melalui ransomware ke upaya pencurian informasi, pemantauan komunikasi, dan manipulasi informasi. Perubahan ini mengindikasikan transisi ke kampanye spionase yang bertujuan untuk tujuan jangka panjang.
Microsoft menjelaskan bagaimana kampanye peretasan oleh pemerintah Rusia, China, Iran, dan Korea Utara telah berkembang selama satu tahun terakhir.
Rusia telah menargetkan komunitas Ukraina dengan melakukan phishing intensif terhadap anggota NATO dan Ukraina. Lonjakan serangan terjadi pada April hingga Mei 2023.
Mereka menggunakan aktor-aktor yang berpura-pura menjadi diplomat Barat dan pejabat Ukraina untuk mengakses akun, memahami kebijakan luar negeri Barat terhadap Ukraina, serta merencanakan serangan terhadap organisasi pemerintah Ukraina dan sektor-sektor penting di NATO.
China mempengaruhi komunitas berbahasa Mandarin dengan kritik terhadap institusi AS dan meningkatkan kewaspadaan terhadap sasaran militer AS, termasuk opsi tindakan destruktif pada infrastruktur penting di pangkalan AS di Guam. Peretas China bahkan memanfaatkan perangkat Fortnite untuk akses ke militer AS, seperti yang dilaporkan oleh Microsoft.