Pegiat internet SatuDunia soal UU ITE: jangan hanya kejar target
"Kami khawatir target penyelesaian pembahasan revisi UU ITE hanya ingin mengurangi hukuman di pasal karet."
Direktur Eksekutif Yayasan SatuDunia, Firdaus Cahyadi, mengatakan, revisi UU ITE yang sedang menjadi pembahasan di DPR, alangkah baiknya tak terburu-buru selesai. Pasalnya, antara DPR dan pemerintah, melihat bahwa krusial masalah hanya soal penurunan hukuman semata, sementara ada persoalan lain yang juga perlu diatur dan dimasukan dalam revisi UU ITE itu.
"Kami khawatir target penyelesaian pembahasan revisi UU ITE itu didasarkan pada draft pemerintah yang hanya ingin mengurangi hukuman di pasal karet pencemaran nama baik," katanya kepada Merdeka.com melalui sambungan telepon, Kamis (21/4).
-
Apa yang dimaksud dengan revisi UU ITE jilid II? Revisi UU ini dikarenakan masih adanya aturan sebelumnya masih menimbulkan multitafsir dan kontroversi di masyarakat.
-
Kenapa revisi UU ITE jilid II ini dianggap penting? Untuk menjaga ruang digital Indonesia yang bersih, sehat, beretika, produktif, dan berkeadilan, perlu diatur pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik yang memberikan kepastian hukum, keadilan, dan melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik, Dokumen Elektronik, Teknologi Informasi, dan/ atau Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum.
-
Kapan revisi UU ITE jilid II mulai berlaku? Aturan ini diteken Jokowi pada 2 Januari 2024. Revisi UU ITE ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
-
Kenapa revisi UU Kementerian Negara dibahas? Badan Legislasi DPR bersama Menpan RB Abdullah Azwar Anas, Menkum HAM Supratman Andi Agtas melakukan rapat pembahasan terkait revisi UU Kementerian Negara.
-
Bagaimana menurut Menkominfo Budi Arie, revisi UU ITE jilid II dapat menjaga ruang digital di Indonesia? Yang pasti kan pemerintah ingin menjaga ruang digital kita lebih kondusif dan lebih berbudaya.
-
Mengapa Revisi Kedua UU ITE dianggap sebagai momentum untuk melindungi hak anak di ruang digital? Revisi Kedua UU ITE dianggap sebagai momentum perlidungan hak anak di ruang digital. Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Dirjen APTIKA) Semuel Abrijani Pangerapan menyatakan Perubahan Kedua (UU ITE) akan meningkatkan perlidungan anak-anak yang mengakses layanan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE).
Persoalan lain yang dimaksudnya itu adalah pengaturan perlindungan data pribadi dan persoalan pemblokiran konten internet. Kedua persoalan itu, kata dia, semestinya bisa masuk di dalam revisi UU ITE. Dia juga mengatakan, sebelum draft revisi UU ITE akan dibahas di DPR, para pegiat internet sudah mengusulkan terkait dua hal tersebut. Namun sayangnya, pemerintah hanya memfokuskan pada soal pencemaran nama baik saja.
"Draft yang dikirimkan pemerintah itu tidak membahas dua hal tadi. Hanya pencemaran nama baik, yaitu penurunan hukuman dan menjadi delik aduan. Persoalan kedua itu tidak dimunculkan dari draft pemerintah. Padahal, persoalan itu kan krusial, banyak aplikasi muncul dan meminta data pribadi pengguna. Sementara itu, dari sisi pemblokiran, sepertinya semua orang bisa mengajukan pemblokiran. Pemblokiran itu seharusnya diatur dalam UU jadi ada aturan yang jelas," terangnya.
"Paling tidak, ada tiga persoalan yang bisa diatur dalam revisi UU ITE, yakni pencabutan pasal pencemaran baik, perlindungan data pribadi, dan pengaturan terkait pemblokiran konten internet. Karena pemblokiran internet dan data pribadi itu kan termasuk dalam ranah Hak Asasi Manusia," imbuh Firdaus.
Pendapat Firdaus, berbeda dengan pegiat internet dari ICT Watch, Donni BU. Donni mengapresiasi niat komisi I DPR RI dan pemerintah untuk merampungkan revisi UU ITE tahun ini. Menurutnya, akan sangat bagus jika bisa dirampungkan lebih cepat. Tentu saja, dengan catatan yang baik.
"Bagus, jika bisa lebih cepat, tentu lebih baik. Sepanjang kualitasnya terjaga, dan poin pokok persoalan mengapa revisi itu ada, bisa dituntaskan," ujarnya.
"Kan masih ada perdebatan, apakah pasal 27 perlu ada atau tidak, ditambah atau dikurangi hukumannya. Beberapa fraksi sudah sepakat dihapus aja kan? Ya bagus, mudah-mudahan fraksi lain mengikuti," imbuhnya.
Sebagaimana diketahui, UU ITE khususnya pada pasal 27 ayat 3, kerap dipakai menuntut pidana pengguna media sosial yang melayangkan kritik lewat dunia maya. Ancamannya pun tak main-main, yakni ancaman pidana di atas 5 tahun dengan denda Rp 1 miliar.
"Yang jadi krusial pemerintah pasal 27 ayat 3, untuk pencemaran nama baik, yang berlaku hukumannya kan 6 tahun. Semua, ketentuan pidana yang di atas lima tahun istilahnya bisa di tahan dulu baru itu. Nah ini, agar menghilangkan multitafsir dari pasal ini, kita turunkan menjadi di bawah lima tahun atau persisnya empat tahun. Jadi tidak ditahan dulu baru ditanyalah kurang lebih," kata Menkominfo Rudiantara.
"Kemudian, dari sisi deliknya pun, harus delik aduan. Artinya, ada yang dirugikan dan yang bersangkutan melaporkan, kepada pihak yang berwajib. Sebelumnya itu, delik umum," sambungnya.
Baca juga:
Pegiat ICT soal revisi UU ITE: Bagus, jika lebih cepat selesai
Rapat dengan DPR, Menkominfo ingin turunkan ancaman pidana di UU ITE
RUU ITE rampung tepat waktu, DPR sebut sebuah prestasi
DPR targetkan RUU ITE selesai ditingkat komisi Juni mendatang
Netizen: dua fraksi komisi I DPR, progresif pandang revisi UU ITE
10 fraksi komisi I DPR setuju bahas revisi UU ITE
Menkominfo sebut hukuman 6 tahun penjara dalam UU ITE terlalu berat