Pelajaran TIK tak masuk kurikulum, guru protes
Dampak dari dihilangkannya mata pelajaran TIK adalah terjadi kesenjangan teknologi informasi & komunikasi antarpelajar.
Sejak diterapkannya Kurikulum 2013, mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) serta Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi (KKPI) tidak lagi menjadi pelajaran wajib yang berdiri sendiri, melainkan terintegrasi dengan mata pelajaran lainnya.
Mendikbud Muhammad Nuh beralasan bila berdiri sendiri, masih dipertanyakan kesiapan dari SDM, infrastruktur dan kontennya.
Dampak dari dihilangkannya mata pelajaran TIK adalah akan terjadi gradasi dan kesenjangan teknologi informasi dan komunikasi antara pelajar di daerah perkotaan dengan yang di pedesaan serta pedalaman karena mata rantainya yang telah terbentuk mulai tahun 2004 telah terputus.
Atas dasar itulah para guru TIK membentuk Asosiasi Guru TIK/KKPI Nasional (Agtikknas) pada 23 Januari 2014.
"Organisasi ini merupakan wadah komunitas guru TIK dari berbagai jenjang, mulai dari SD, SMP, SMA dan SMK di seluruh Indonesia, yang keberadaannya diharapkan mampu menampung aspirasi dari guru TIK seluruh Indonesia," demikian siaran pers Agtikknas, Kamis (06/03).
Pernyataan sikap Asosiasi Guru TIK dan KKPI Nasional telah bergulir dan telah dilaksanakan oleh beberapa sekolah yang ditunjuk sebagai pilot project.
Beberapa pendekatan dipakai agar peserta didik memiliki kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang jauh lebih baik, namun pengetahuan yang memerlukan kreativitas dan inovasi berpikir justru dihilangkan dari kurikulum ini.
Hilangnya mata pelajaran itu ditegaskan dalam PP No. 32/2013 sebagai revisi dan pengganti PP No. 19/2005.
Menurut Agtikknas, hilangnya mata pelajaran TIK dan KKPI adalah fenomena yang menarik sekaligus absurd di tengah-tengah hingar bingar perkembangan teknologi informasi dalam menopang kemajuan pendidikan di Indonesia.
Alasan pemerintah menghilangkan mata pelajaran ini di antaranya pembelajaran sudah seharusnya berbasis TIK (alat bantu guru dalam mengajar), bukan TIK sebagai mata pelajaran khusus yang harus diajarkan.
Selain itu, jika TIK masuk struktur kurikulum nasional maka pemerintah berkewajiban menyediakan laboratorium komputer untuk seluruh sekolah di Indonesia, dan pemerintah tidak sanggup untuk mengadakannya, belum lagi banyak sekolah yang belum teraliri listrik.
Menurut para guru TIK, jika TIK dianggap akan memberatkan pemerintah karena implikasinya pemerintah harus menyediakan sarana dan prasarananya maka terkesan pemerintah ingin lepas dari tanggung jawab karena anggaran pendidikan yang mencapai 20 persen sudah tinggi.
Selain itu, dengan adanya TIK sebagai mata pelajaran, maka pemerintah secara tidak langsung akan dipaksa untuk membangun infrastruktur listrik dan mengalirkannya hingga pedesaan. Dengan demikian Indonesia akan maju semakin pesat.
Dan keberadaan mata pelajaran TIK selama kurun waktu 10 tahun terakhir membawa perubahan besar terhadap wajah pendidikan dan menjadi pemicu akselerasi sistem pembelajaran di Indonesia.
"Mendesak diadakannya uji publik mengenai keberadaan mata pelajaran TIK di sekolah, sebagai bentuk penting tidaknya atau layak tidaknya TIK di kurikulum 2013," ungkap Agtikknas