Saat era 5G operator seluler harus makin diuntungkan
“Jangan sampai internet makin kencang nanti, global apps yang makin diuntungkan. Sementara operator seluler begitu-begitu saja,” ujar Kalamullah Ramli, Penasihat Indonesia 5G Forum.
Tak bisa dimungkiri, perkembangan teknologi begitu cepat. Bila 2 tahun lalu, 4G baru saja diresmikan Presiden Jokowi, kini pembahasan soal teknologi kelima untuk seluler kian menghangat. Beragam spekulasi pun muncul tentang penerapan 5G di Tanah Air. Kalamullah Ramli, Penasihat Indonesia 5G Forum sempat meramalkan bila teknologi anyar itu siap diterapkan pada tahun 2025. Prediksinya itu, mengacu pada tren adopsi teknologi di Indonesia.
“6-7 tahun setelah first adopter,” katanya pada suatu kesempatan.
Jeda waktu itu, semaksimal mungkin dimanfaatkan untuk mengkaji model bisnis 5G termasuk bagaimana hubungan kerja sama dengan global apps. Terlepas 5G ini nantinya akan lebih banyak diperuntukan oleh kalangan industri. Hal itu diungkapkan oleh pengamat telekomunikasi dari Mastel Institut, Nonot Harsono.
“Jangan sampai internet makin kencang nanti, global apps yang makin diuntungkan. Sementara operator seluler begitu-begitu saja,” ujarnya.
Menurutnya, mau tidak mau pemerintah bersama operator seluler bersatu bersama-sama membahas model bisnis untuk global apps. Langkah itu dirasa perlu dikala industri telekomunikasi tengah sulit. Bila hal ini tak ada kekompakan, kata dia, hanya global apps saja yang diuntungkan.
“Mau dibawa kemana bisnis ini. Hubungan dengan apps mau diapakan. Sementara apps ini makin besar, jika infrastrukur makin lancar, akses makin cepet, operator gak dipuji, tapi gak dapat value. Yang dapat value mereka. Value virtual tapi riil,” jelasnya.
Ia pun menyampaikan bahwa value dari apps itu berdasarkan dari para pelanggannya. Para pelanggan apps sendiri pada dasarnya adalah pengguna seluler. Hubungan simbiosis mutualisme inilah yang seharusnya menjadi jalinan kerja sama antara operator seluler dengan global apps.
“Namanya bekerja sama, apa yang didapatkan juga mesti dibagi. Sementara ini kan enggak. Kira-kira ada kemungkinan bagi hasil? Kalau ada, kasih dong,” kata mantan komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) ini.
Sementara itu di sisi lain, berdasarkan hasil studi ‘The 5G Economy’ oleh Qualcomm dan dilaksanakan oleh berbagai perusahaan riset, IHS Markit, Penn Schoen Berland (PSB), dan Berkeley Research Group (BRG), rantai nilai (value chain) 5G di seluruh dunia akan menghasilkan pendapatan hingga USD3,5 triliun dan membuka 22 juta lapangan pekerjaan di tahun 2035. Selain itu, 5G juga memungkinkan terciptanya distribusi barang dan jasa berskala global yang bernilai hingga USD12,3 triliun di tahun yang sama.