Streaming video makin diminati pengguna smartphone
Perkembangan teknologi internet dan data, secara tidak langsung mempengaruhi kebiasaan konsumen. Salah satunya adalah kebiasaan dalam mengonsumsi konten yang kini banyak dihabiskan untuk menonton Video.
Perkembangan teknologi internet dan data, secara tidak langsung mempengaruhi kebiasaan konsumen.
Salah satunya adalah kebiasaan dalam mengonsumsi konten yang kini banyak dihabiskan untuk menonton Video.
-
Di mana letak permukiman terbengkalai di Jakarta yang diulas dalam video? Baru-baru ini sebuah kawasan di wilayah Jakarta Timur yang terbengkalai terungkap, dengan deretan rumah yang ditinggalkan oleh penghuninya.
-
Siapa yang membuat video Jakarta di masa depan? Seorang content creator TikTok bernama @fahmizan membuat gambaran kota Jakarta di masa depan.
-
Di mana lokasi yang ditampilkan dalam video tentang Jakarta di masa depan? Dalam video yang dipostingnya pada Jumat pekan lalu memperlihatkan wilayah Sarinah, Jakarta dipenuhi oleh gedung-gedung pencakar langit dengan gaya modern juga berbagai teknologi tingkat tinggi lainnya.
-
Mengapa konten video Jakarta di masa depan menjadi viral? Karena kreativitasnya, postingan @fahmizan kemudian menjadi viral dan di repost oleh banyak akun di berbagai sosial media.
-
Bagaimana cara kreator video tersebut mengetahui alasan ditinggalkannya permukiman terbengkalai di Jakarta Timur? Menurut keterangan yang dihimpun sang kreator, ada alasan kuat mengapa rumah-rumah di sana ditinggal oleh pemiliknya dan tidak bisa dipertahankan lagi, walau kondisi rumah masih tampak utuh.
-
Apa yang diklaim oleh video yang beredar? "PRESIDEN JOKOWI DAN SIGIT RESMI COPOT POLDA JABAR AKIBAT BATALKAN SIDANG PEGI" tulis akun @AKTUAL dalam keterangan video.
Menurut General Manager Digital Advertising PT Telkomsel Ade Parulian, kebiasaan konsumsi video ini serta merta tak lepas dari kehadiran platform streaming video yang makin beragam.
"Awalnya, video hanya dapat ditonton di satu medium, tapi dengan pertumbuhan internet yang pesat pengguna diberi kebebasan untuk memilih konten yang ingin ditontonnya," kata Ade dalam satu sesi Marketing Mobile Associtation Forum Indonesia 2018 di Jakarta, Rabu (17/10).
Konsumsi video yang tinggi, menurut Ade, juga terlihat dari volume data yang digunakan pengguna Telkomsel sebagai salah operator telekomunikasi.
Dia menuturkan, 33 persen volume data pengguna Telkomsel berasal dari video.
"Konsumsi video dari pengguna juga terus naik. Rata-rata pengguna mengonsumsi data sekitar 1,05GB khusus untuk video," tuturnya menjelaskan.
Lebih lanjut, Ade menambahkan jumlah pengguna Telkomsel yang mengakses video hingga Agustus 2018 mencapai 62,4 juta.
"Jumlah itu setara dengan populasi Italia," ujarnya membandingkan.
Sementara dari sisi media, CEO dan Co-Founder KLY Steve Christian mengamini hal tersebut. Dia mengakui konsumsi penonton video di Indonesia terus naik.
"Peningkatan itu terjadi terutama saat ada event-event khusus. Salah satunya saat gelaran Asian Games kemarin. Penonton naik cukup signifikan, sehingga memang diakui konsumsi video terus berkembang dengan cepat," terang Steve.
Mengingat konsumsi video yang terus meningkat dan makin besar ke depannya, Steve juga memberikan tips bagi pebisnis yang ingin terjun ke industri video.
"Sebelum memutuskan terjun ke industri video, sebaiknya tentukan dulu ingin berinvestasi ke platform atau konten," tandasnya.
Dengan menentukan fokus, pebisnis dapat menentukan strategi dan perhitungan hasil yang ingin dicapai.
Apabila ingin berinvestasi ke platform, secara tidak langsung pengiklan berarti melakukan hard sell.
Sementara saat memilih mengeluarkan dana di konten, pengiklan dapat meminta sesuatu yang berbeda dan memasarkan sesuatu dengan lebih halus.
Turut hadir dalam acara tersebut CEO Kaskus Networks Edi Taslim.
Menurut Edi, dalam bisnis video, penyedia platform dan pengiklan juga harus mampu menemukan keunikannya sendiri.
"Saat ini sudah ada beberapa penyedia layanan video dan mereka memiliki keunikannya masing-masing. Sementara dari sisi pengiklan, konten menjadi hal yang penting," sahut Edi.
Tidak hanya itu, pengiklan juga harus menyesuaikan konten yang ingin diperkenalkannya.
Jadi, mereka harus mampu menempatkan konten sesuai dengan ciri khas dari platform yang digunakan.
"Pengiklan tidak bisa menempatkan konten yang sama antara di TV dengan media sosial. Sebab, media sosial hadir dengan konten yang tidak hanya landscape, tapi juga vertikal dan square," pungkasnya.
Sumber: Liputan6.com
Reporter: Agustinus Mario Damar
(mdk/faz)