Handphone Disita Penyidik, Aiman Ketar-Ketir Pemberi Info Netralitas Aparat Terbongkar
Aiman menjalani pemeriksaan selama 12 jam sebagai saksi kasus dugaan penyebaran berita bohong.
Aiman menjalani pemeriksaan selama 12 jam sebagai saksi kasus dugaan penyebaran berita bohong.
Handphone Disita Penyidik, Aiman Ketar-Ketir Pemberi Info Netralitas Aparat Terbongkar
Jubir Tim Pemenangan (TPN) Ganjar Pranowo- Mahfud MD, Aiman Witjaksono mengakui ada rasa khawatir dengan identitas narasumbernya yang akan terbongkar. Usai penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya menyita handphone (gawainya).
Hal itu diakui Aiman usai menjalani pemeriksaan selama 12 jam dengan 50 pertanyaan, sebagai saksi terlapor atas kasus dugaan penyebaran berita bohong perihal netralitas aparat.
“Iya jelas ada rasa kekhawatiran, karena data saya semua ada disana. Meskipun itu menjadi perdebatan hampir 2 jam, tarik ulur supaya hp itu kemudian jangan disita. Tetapi penyidik bisa melakukan upaya paksa dari pengadilan yang kami tidak bisa, melawan hal tersebut,” kata Aiman kepada wartawan, Jumat (26/1).
Meski demikian, Aiman tetap berkomitmen tidak akan membuka siapa narasumber pemberi informasi berkaitan dengan dugaan netralitas aparat.
“Tapi pesannya yang penting, yang bisa saya buka tetapi narasumbernya yang tidak akan saya buka. Karena saya yakin mereka orang baik dan saya punya komitmen untuk menjaga identitas mereka,” ujarnya.
Bahkan, Aiman juga sempat menunjukan potongan barang bukti chat lewat aplikasi Whatsapp dirinya dengan narasumber yang merupakan anggota polisi. Dimana, terdapat komunikasi terkait dugaan tidak netralnya aparat dalam pelaksanaan pemilum
“Saya akan tunjukkan salah satu contohnya, ini saya tutup sebutkan jelas disini 'Kami nggak mau institusi rusak oleh orang-orang yang menjual kewenangan'. Pesan pesan ini yang kami sudah sampaikan kepada para penyidik,” kata dia.
Aiman pun menyatakan siap menanggung resiko atas kasus ini. Dengan tetap mempertahankan kerahasiaan narasumbernya, sebagai tanggung jawab dirinya yang juga seorang jurnalis.
Sebab dijelaskan oleh Aiman, selaku Jurnalis memiliki hal untuk melindungi setiap narasumber yang memberikan informasi sebagaimana telah diatur dalam undang-undang pers.
“Dan tentu saya tidak akan pernah siapa membuat narasumber saya, biarkan resiko ini saya ambil karena saya meyakini mereka orang orang baik dan mereka orang orang yang wajib dilindungi identitasnya,” tuturnya.
Aiman juga kembali mempertanyakan kritik yang dirinya sampaikan berujung pada proses pidana. Sebab kritik seperti netralitas aparat juga disampaikan oleh media massa lainnya.
"Apakah media ini menyampaikan berita bohong jawabannya tidak, lalu kenapa saya diproses pidana ini jadi pertanyaannya yang besar yang jawabannya saya serahkan kepada publik," tutupnya.
Penjelasan Polisi
Secara terpisah, Dirreskrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak menyatakan tindakan penyitaan bisa dilakukan kepada saksi. Hal itu sebagai bentuk dari wujud untuk kepentingan pembuktian dalam proses penyidikan.
“Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan,” tutur ade Safri saat dikonfirmasi.
Meski demikian, Ade Safri memastikan pihaknya akan secara profesional dan transparan dalam menangani kasus ini.
“Serta bebas dari segala bentuk intimidasi, intervensi, ataupun tekanan apapun,” ujarnya.
Diketahui sejak sekitar pukul 11.00 WIB, Aiman telah mendatangi Mapolda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi terlapor. Dengan agenda pemeriksaan yang dimulai selepas Salat Jumat, tadi siang.
“Setibanya di ruang riksa Subdit Cyber Ditreskrimsus PMJ, kemudian dimulai pemeriksaan terhadap saksi Aiman Witjaksono di Ruang Riksa Subdit Siber dengan didampingi Kuasa Hukum,” ujarnya.
Perlu diketahui dalam kasus tersebut, Aiman sampai saat ini masih berstatus sebagai saksi terlapor. Berdasarkan enam laporan yang diterima Polda Metro Jaya, dengan konstruksi pasal sebelumnya masih memakai ITE.
Namun, setelah hasil gelar perkara awal penyidik pun memutuskan menaikan kasus ke penyidikan dengan hanya menemukan unsur pidana pada pasal 14 ayat (1) dan atau pasal 14 ayat (2) dan atau pasal 15 Undang Undang no 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana, dan tidak memakai UU ITE.