Ketum Perindo Hary Tanoesoedibjo Datangi Polda Metro Saat Jubir TPN Aiman Diperiksa
Hary Tanoesoedibjo (HT) mengaku hanya untuk melihat dan memantau langsung proses penyidikan
Sayangnya, HT tidak berbicara banyak kepada awak media.
Ketum Perindo Hary Tanoesoedibjo Datangi Polda Metro Saat Jubir TPN Aiman Diperiksa
Ketua Umum (Ketum) Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo mendatangi gedung Mapolda Metro Jaya di tengah proses pemeriksaan Jubir Tim Pemenangan (TPN) Capres Cawapres nomor urut 03 Ganjar Pranowo- Mahfud MD, Aiman Witjaksono yang masih berlangsung, Jumat (26/1) malam.
Dia mengaku hanya untuk melihat dan memantau langsung proses penyidikan terkait kasus dugaan penyebaran berita bohong soal netralitas aparat yang menyeret Aiman.
“Biasa ngecek anak buah saya, Mas Aiman,” kata Hary saat ditemui wartawan sebelum masuk gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Jumat (26/1) malam.
Sayangnya, HT tidak berbicara banyak kepada awak media. Dengan menyapa, dan lantas pergi ke atas ditemani petugas yang mengantarkannya untuk bisa memantau proses penyelidikan.
Secara terpisah, Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak mengaku tidak mengetahui tujuan dari HT mendatangi Mapolda Metro Jaya ditengah pemeriksaan Aiman yang masih berlangsung.
“Coba tanya yang bersangkutan. Ngapain datang ke PMJ?” tanya Ade Safri saat dikonfirmasi awak media.
Meski demikian, Ade Safri memastikan pihaknya akan secara profesional dan transparan dalam menangani kasus ini.
“Serta bebas dari segala bentuk intimidasi, intervensi, ataupun tekanan apapun,” ujarnya.
Diketahui sejak sekitar pukul 11.00 WIB, Aiman telah mendatangi Mapolda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi terlapor. Dengan agenda pemeriksaan yang dimulai selepas Salat Jumat, tadi siang.
“Setibanya di ruang riksa Subdit Cyber Ditreskrimsus PMJ, kemudian dimulai pemeriksaan terhadap saksi Aiman Witjaksono di Ruang Riksa Subdit Siber dengan didampingi Kuasa Hukum,” ujarnya.
Pembelaan Aiman
Sebelumnya, Jubir Tim Pemenangan (TPN) Capres Cawapres nomor urut 03 Ganjar Pranowo- Mahfud MD, Aiman Witjaksono mengaku tudingannya soal netralitas aparat dilontarkan dengan melekat statusnya sebagai wartawan.
Pernyataan itu disampaikan Aiman, menanggapi proses pidana yang dihadapinya sebagai saksi terlapor atas kasus dugaan penyebaran berita bohong terkait netralitas polisi.
“Fakta (apa yang disampaikannya). Jadi begini narasumber itu menyampaikan informasi kepada saya itu kan bukan narasumber yang satu dua hari kenal tapi bertahun-tahun kenal dia menganggap saya masih sebagai wartawan,” kata Aiman saat ditemui jelang pemeriksaan di Mapolda Metro Jaya, Jumat (26/1).
“Dan saya menyampaikan pada forum juru bicara TPN tersebut memang itu bukan produk jurnalistik. Tapi saya sebagai individu itu masih melekat latar belakang saya sebagai wartawan,” tambahnya.
Alasan tetap melekat status sebagai jurnalis, kata Aiman, karena posisinya masih sebagai wartawan dengan status cuti. Sehingga perihal hak-hak wartawan, yang melekat ke dirinya pun tidak hilang.
“Saya sebagai jurnalis itu sebuah fakta kan gitu. Dan hak tolak itu melekat pada wartawan bukan sekedar jadi wartawan di mana pun itu melekat hak tolak apakah dia sedang berproses jurnalistik atau tidak itu tentu jadi perdebatan,” ujarnya.
Meski, Aiman mengaku saat konferensi pers soal peringatannya terkait netralitas aparat bukan produk jurnalistik. Namun, dia menekankan tujuannya adalah demi menjaga aparat tetap netral selama pelaksanaan pemilu 2024.
“Sangat kecil kalau hanya bicara seorang Aiman. Tapu ini bicara ketika ada seseorang yang mengingatkan lalu berujung pada proses pidana. Tentu ini hal yang menyedihkan di tengah isu netralitas yang saat ini, Pemilu 2024 paling sering digaungkan,” ujarnya.
Perlu diketahui dalam kasus tersebut, Aiman sampai saat ini masih berstatus sebagai saksi terlapor. Berdasarkan enam laporan yang diterima Polda Metro Jaya, dengan konstruksi pasal sebelumnya masih memakai ITE.
Namun, setelah hasil gelar perkara awal penyidik pun memutuskan menaikan kasus ke penyidikan dengan hanya menemukan unsur pidana pada pasal 14 ayat (1) dan atau pasal 14 ayat (2) dan atau pasal 15 Undang Undang no 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana, dan tidak memakai UU ITE.