Tahun Pemilu Disebut Paling Disukai Hacker, Ini Buktinya
Berikut fakta mengenai jelang tahun pemilu yang disukai hacker.
Berikut fakta mengenai jelang tahun pemilu yang disukai hacker.
Tahun Pemilu Disebut Paling Disukai Hacker, Ini Buktinya
Laporan dari Pusat Keamanan Siber Kanada ungkapkan bahwa serangan siber yang menargetkan pemilihan umum (pemilu) telah meningkat di seluruh dunia.
Dilansir dari Jurist, Senin (11/12), laporan tersebut menyatakan bahwa proporsi pemilu yang menjadi sasaran serangan siber ini telah meningkat, dari 10 persen pada tahun 2015 menjadi 26 persen pada tahun 2022.
-
Bagaimana cara hacker melakukan serangan? Tahun ini, fokus serangan beralih dari penghancuran atau keuntungan finansial melalui ransomware ke upaya pencurian informasi, pemantauan komunikasi, dan manipulasi informasi.
-
Siapa saja yang menjadi korban serangan hacker? Distributor kimia asal Jerman, Brenntag SE, dilaporkan membayar uang tebusan sebesar USD4,4 juta atau Rp71,9 miliar dalam bentuk Bitcoin kepada kelompok ransomware DarkSide untuk mendapatkan dekripsi file yang dienkripsi oleh para peretas selama serangan ransomware terhadap perusahaan tersebut.
-
Apa saja jenis serangan yang dilakukan hacker? Serangan-serangan ini meliputi serangan siber yang merusak hingga yang melibatkan pemata-mataan (spionase), pencurian informasi, dan penyebaran misinformasi atau disinformasi.
-
Bagaimana cara hacker sampingan menawarkan jasanya? Salah satu contoh iklan yang ditemukan adalah seorang pengembang Python yang menawarkan layanan pembuatan chatbot VoIP, chatbot grup, chatbot AI, peretasan, dan kerangka kerja phishing dengan harga sekitar USD 30 per jam.
-
Kenapa "red hat hacker" sering kali bekerja sendiri? Biasanya, peretas seperti itu bekerja sendiri, tetapi mereka mungkin sesekali bekerja sama untuk menggabungkan sumber daya.
-
Siapa hacker yang pernah meretas komputer Departemen Pertahanan Amerika Serikat? Jonathan James (c0mrade)Jonathan James merupakan hacker remaja pertama yang pernah ditangkap karena kejahatan siber di Amerika Serikat. Saat ia berusia 15 tahun, di tahun 1999, James pernah melakukan peretasan ke dalam komputer Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Dengan aksinya itu, James berhasil mendapat akses ke lebih dari 3.000 pesan dari pegawai pemerintah, kata sandi, dan berbagai data sensitif lainnya.
25 hingga 35 persen negara yang menjadi target sasaran serangan pada tahun 2015 hingga 2022 ini adalah negara-negara NATO (North Atlantic Treaty Organization) dan OECD (Organization for Economics Cooperation and Development).
Menurut laporan tersebut, terdapat dua negara yang bertanggung jawab atas sebagian besar serangan siber yang terjadi sejak tahun 2021, yaitu Rusia dan China.
Ditemukan bahwa aktivitas yang sering dilakukan oleh pemerintah Rusia dan China adalah upaya untuk menghambat situs otoritas pemilihan, mengakses informasi pribadi pemilih, hingga memindai sistem pemilihan online untuk dicari kelemahannya.
Kehadiran teknologi-teknologi baru seperti kecerdasan buatan (AI) kini disalahgunakan untuk membuat dan menyebarkan konten palsu yang merupakan bagian dari serangan siber.
Oleh karena itu, sebagian besar kasus tidak dapat diatribusikan dan pihak yang bertanggung jawab atas aktivitas berbahaya ini menjadi anonim.
Insiden serangan siber yang menargetkan proses demokratis memang telah lazim terjadi dalam waktu beberapa tahun terakhir.
Pada tahun 2020, Komite Intelijen dan Keamanan Inggris telah menemukan bahwa Rusia telah campur tangan dalam referendum kemerdekaan Skotlandia pada tahun 2014.
Pada Agustus tahun ini, Komisi Pemilihan Inggris juga telah menemukan bahwa terjadi sasaran serangan siber kompleks pada tahun 2022 di mana pelaku serangan mengakses data pemilih dan sistem email negara tersebut.
Sementara itu di Indonesia, masyarakat baru-baru ini dibuat gelisah oleh aksi seorang hacker anonim dengan nama alias Jimbo yang mengklaim telah melakukan peretasan situs KPU.