Tak transparan, penetapan tarif interkoneksi cacat hukum
"Ini cacat hukum, karena kebijakan tarif yang cukup penting ini ditetapkan tanpa sosialisasi."
Tidak seperti biasanya, Kementerian Kominfo dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) terkesan terburu-buru dalam menetapkan tarif interkoneksi. Bahkan tarif yang sudah diumumkan ke publik itu ditetapkan tanpa adanya sosialisasi kepada masyarakat dan operator.
"Ini cacat hukum, karena kebijakan tarif yang cukup penting ini ditetapkan tanpa sosialisasi. Apalagi dengar-dengar tarif ini sebenarnya sudah selesai disusun pada akhir Januari," ujar pengamat telekomunikasi Koesmarihati kepada merdeka.com, Selasa (18/3).
Menurut mantan anggota BRTI itu, banyak operator yang tidak diberitahu mengenai tarif interkoneksi ini, sehingga pengajuan daftar penawaran interkoneksi (DPI) operator dipastikan terlambat.
Seperti diketahui, Kominfo telah menerima pengajuan Telkomsel mengenai usulan perubahan DPI yang telah disesuaikan dengan hasil perhitungan biaya interkoneksi. Usulan perubahan DPI Telkomsel telah selesai dievaluasi oleh BRTI dan disetujui.
Menurut Koesmarihati, ada 6 hari delay terkait pengumuman ini dan itu belum dihitung sejak penetapan biaya interkoneksi baru, yang sekitar 40 hari sebelumnya.
"Pemerintah kok tidak transparan mengenai interkoneksi sekarang. Kita tidak diberikan waktu menanggapi DPI Telkomsel," ungkap seorang eksekutif operator telekomunikasi.
Menurut ketentuan Peraturan Menkominfo No 8 tahun 2006 mengenai Interkoneksi, Pasal 21 mengatur mengenai perlunya keterlibatan publik. "BRTI dalam menyetujui atau menolak wajib memperhatikan masukan dari publik," tulis aturan tersebut.
Bukan cuma itu, aturan lainnya, publikasi usulan DPI penyelenggara dilakukan selambat-lambatnya 5 hari kerja sejak tanggal diterimanya usulan DPI penyelenggara dalam situs internet milik BRTI dan Direktorat Jenderal.
Surat Persetujuan BRTI ditandatangani Ketua BRTI Kalamullah Ramli dan Wakil Ketua BRTI M Budi Setiawan. Dalam suratnya, meski menyetujui BRTI memberikan beberapa catatan kepada Telkomsel. Di antaranya adalah masalah transit interkoneksi SMS yang merupakan pilihan, bukan kewajiban pencari akses, sehingga pengiriman dan penerimaan SMS dilakukan secara langsung.
Ketika dikonfirmasi, Ketua BRTI Kalamullah Ramli mengaku tidak mengetahui adanya persoalan cacat hukum tersebut. "Nanti saya cek," katanya.