Ditanya Apakah Tidak Takut pada Donald Trump & AS, Jawaban Pemimpin Houthi Yaman Bikin Merinding Bak Menampar Negara-Negara Arab
Jawaban pedas pemimpin Houthi Yaman sindir negara Arab yang berdamai dengan AS.
Pejabat Houthi Yaman Mohammed Al-Bukhaiti menjawab isu serangan militer Amerika terhadap target-target Houthi di Yaman lewat wawancara yang dilakukan Al-Jazeera Network (Qatar) pada Sabtu (15/3) lalu.
Dalam keterangannya yang dikutip dari surat kabar Yaman MEMRI TV, Bukhaiti menilai serangan tersebut tidak dapat dibenarkan. Menurutnya seluruh operasi militer Houthi hanya ditujukan pada target-target Israel.
- Lawan Rencana Trump, Negara Ini Bakal Bangun Kembali Gaza Tanpa Usir Warga Palestina dari Tanah Air Mereka
- Bertemu Donald Trump, Raja Abdullah II Tolak Rencana Pengusiran Warga Palestina di Gaza ke Yordania
- Negara-Negara Arab Tolak Keinginan Trump Pindahkan Warga Palestina di Gaza
- Donald Trump Blak-Blakan Sebut Turki Dalang di Balik Penggulingan Rezim Assad di Suriah
Mengetahui markas Houthi diserang AS, Al-Bukhaiti menyatakan bahwa Houthi akan membalas terhadap target-target Amerika, karena Amerika-lah yang memicu eskalasi tersebut.
"Operasi militer kami hanya menargetkan entitas Zionis, dan oleh karena itu, agresi Amerika ini tidak dapat dibenarkan. Kami akan menghadapi eskalasi dengan eskalasi dan tantangan dengan tantangan. Tidak diragukan lagi, akan ada pembalasan terhadap target-target Amerika, karena mereka memulainya dan kesalahan ada pada mereka,"ucap Al-Bukhaiti.
Houthi Tidak Takut AS-Trump
Kekuatan militer Houthi banyak diragukan termasuk pembawa acara Al-Jazeera. Pembawa acara tersebut bahkan ragu dengan kemampuan Houthi untuk membalas serangan Amerika Serikat.
"Apakah kalian tidak takut kepada Donald Trump? Dia berbeda dengan para presiden AS sebelum ini. Dia mengancam Yaman dengan serangan militer. Dalam konteks ini apakah kalian tidak takut kepada AS yang dipimpin Trump?" ucap pembawa acara.
Al-Bukhaiti pun menjawab dengan tegas bahwa Houthi dan pasukannya tidak pernah takut dengan AS maupun Israel. Menurutnya, hanya Allah SWT yang layak untuk ditakuti.
"Kami hanya takut kepada Allah SWT. Dahulu kami juga ditakut-takuti dengan AS dan Israel. Namun kami tetap berperang hingga tercapainya gencatan senjata di Gaza. Benar bahwa dunia saat ini dikendalikan dengan kepentingan, ambisi dan ancaman. Sebab itu Yaman bangkit atas dasar agama, moral dan kemanusiaan," tegas Al-Bukhaiti.
Lebih lanjut, pembawa acara mengingatkan kekuatan militer Houthi yang tidak sebanding dengan AS. Namun pejabat Houthi meyakinkan bahwa pasukannya berperang bersama Allah SWT sehingga tidak bisa disandingkan secara materi.
"Dari sisi militer, kalian tidak bisa dibandingkan dengan AS," tanya pembawa acara.
"Tentu saja kalkulasi keimanan berbeda dengan kalkulasi materi. Sekuat apapun AS mereka tidak lebih kuat dari Allah SWT. Kita semua di bawah kuasa Allah baik itu AS atau seluruh dunia. Apa yang tidak bisa diwujudkan AS di masa Biden, juga tidak bisa diwujudkan di masa Trump," balas Al-Bukhaiti.
Sindiran Keras Houthi ke Negara Arab Sekutu AS
Jawaban menohok terus dilancarkan oleh Al-Bukhaiti selama wawancara. Selain dengan tegas siap melawan balik AS, Houthi juga menyayangkan sikap negara Arab yang justru melupakan tujuan 'perjuangan' yang dilakukan.
"Harus kami tegaskan bahwa kami tidak berperang demi kemenangan. Kami berperang demi menunaikan tugas keagamaan, moral dan kemanusiaan," kata Bukhaiti.
Pernyataannya seakan menyasar kebijakan banyak negara Arab yang lebih memilih berdamai dan menjalin hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat dan Israel. Menurutnya, hal tersebut tak lebih dari sebuah pengkhianatan dan sikap menyerah.
"Jika kami tidak melakukannya, berarti kami melakukan perjudian. Berjudi dengan apa? Dengan kekekalan di neraka. Mana yang lebih mudah? Gugur di tangan musuh Allah dan umat Islam, serta meraih kemenangan dengan terhindar dari neraka atau menyerah, bungkam, berkhianat dan kemudian masuk ke neraka?" pungkasnya.
Hubungan Negara-negara Arab dan AS
Mendukung pernyataan Al-Bukhaiti, sampai saat ini mulai banyak negara-negara Arab yang mulai memperbaiki hubungan diplomatik dengan Israel dan Amerika Serikat.
Meskipun AS secara terang-terangan mendukung Israel berperang melawan negara di timur tengah sejak awal kemerdekaan zionis tahun 1948, beberapa negara Arab justru tutup mata dan lebih mementingkan hubungan politik daripada kemanusiaan.
Menurut data dari berbagai sumber, beberapa negara Arab seperti Yordania, Bahrain, Arab Saudi, UEA, dan Qatar menjalin hubungan dengan negara yang pernah menjadi musuh Arab tersebut.
Sejumlah kerjasama pun dilakukan oleh Amerika Serikat dan negara Arab mulai dari ekonomi, bisnis, politik hingga militer dan pertahanan.
Walau bersekutu dengan AS, tidak semua negara Arab tersebut mendukung Israel. Mereka justru mengecam aksi zionisme yang dilakukan ke Gaza.