Pengakuan Ismail Bolong & Isu Perang Bintang di Polri, Para Jenderal Buka Kartu Truf?
Mantan anggota polisi bernama Ismail Bolong mengaku sempat menyetor sejumlah uang hasil kegiatan tambang ilegal kepada salah satu petinggi Polri.
Sejak ditangkapnya Ferdy Sambo sebagai dalang pembunuhan Brigadir Nofriasnyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, berbagai isu tak sedap terus menghantam institusi Polri.
Setelah ramai kabar soal konsorsium 303 hingga penangkapan Irjen Teddy Minahasa atas kasus narkoba, saat ini masyarakat kembali digegerkan dengan adanya isu perang bintang di tubuh Korps Bhayangkara.
-
Di mana Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo berada ketika HUT PP Polri? Pak Kapolri beliau jam 5 sudah berada di Papua, dengan Panglima TNI. Jadi beliau tidak bisa hadir, karena beliau tidak bisa hadir tentunya kita tidak mengikutsertakan para pejabat lainnya. Sehingga murni kita adalah PP Polri pada acara hari ini ya.
-
Kapan Polri mengatur pangkat polisi? Hal itu sesuai dengan peraturan Kapolri Nomor 3 Tahun 2016 tentang Administrasi Kepangkatan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
-
Apa yang dilakukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Papua? Pak Kapolri beliau jam 5 sudah berada di Papua, dengan Panglima TNI. Jadi beliau tidak bisa hadir, karena beliau tidak bisa hadir tentunya kita tidak mengikutsertakan para pejabat lainnya. Sehingga murni kita adalah PP Polri pada acara hari ini ya.
-
Bagaimana upaya Kapolri Listyo Sigit Prabowo dalam meningkatkan citra Polri di mata masyarakat? Untuk menyakini masyarakat jika Polri 'Tidak Anti Kritik', dibentuklah suatu program yang dekat dengan warga. Yakni 'Jumat Curhat', kegiatan interaksi langsung dengan warga ini dilaksanakan oleh seluruh personel di wilayah hukumnya masing-masing hingga petinggi Polri.Tak hanya itu, untuk lebih mendekatkan diri dengan warga. Polri pun juga membentuk 'Polisi RW', di setiap daerah atau wilayah. Bahkan, Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Kabaharkam) Polri Komjen Fadil Imran turun dan berkomunikasi langsung dengan warga.
-
Apa yang dikerjakan oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) di bawah kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang mendapat pujian dari Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni? “Sebagai mitra kerja kepolisian, Komisi III bangga sekali dengan kinerja Polri di bawah kepemimpinan Pak Kapolri Listyo Sigit. Polri tak hanya menjadi lebih humanis, tapi juga jadi jauh lebih inklusif. Kita bisa sebut semuanya, mulai dari kesetaraan gender, kesetaraan akses masuk tanpa pungli, dan kini pemberian kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk mengabdi. Terobosan yang luar biasa,” ujar Sahroni dalam keterangannya, Selasa (27/2).
-
Bagaimana polisi tersebut disekap? Saat aksi percobaan pembunuhan itu dilakukan, korban memberontak sehingga pisau badik yang dipegang pelaku N mengenai jari korban dan mengeluarkan darah. "Selanjutnya tersangka N melakban kedua kaki agar korban tidak berontak.
Ini terjadi usai seorang mantan anggota polisi bernama Ismail Bolong mengaku sempat menyetor sejumlah uang hasil kegiatan tambang ilegal kepada salah satu petinggi Polri.
Dari situlah kemudian muncul dugaan adanya perang bintang yang menyebut para perwira tinggi (pati) Polri sengaja saling membuka 'kartu truf' mereka. Simak ulasan selengkapnya:
Viral Video Ismail Bolong
Nama Ismail Bolong mendadak ramai jadi sorotan dalam beberapa waktu belakangan ini. Ia jadi perbincangan setelah mengaku sempat menyetor uang sejumlah Rp6 miliar kepada salah satu petinggi Polri dari hasil kegiatan tambang ilegal.
Pengakuan Ismail tersebut terekam lewat sebuah video yang kini ramai di media sosial. Dalam pernyataannya, ia mengaku secara aktif terlibat dan ikut bermain dalam bisnis tambang ilegal di bumi Borneo di sekitaran Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Ismail menyebut, bahwa uang itu ia serahkan sepanjang September hingga November 2021 kepada salah satu petinggi Polri, masing-masing sebanyak Rp2 miliar saat dirinya masih bertugas di Polresta Samarinda. Ismail sendiri diketahui telah pensiun dini dari Polri sejak 1 Juli lalu 2022 lalu.
"Pada bulan September 2021 sebesar Rp2 miliar, bulan Oktober 2021 sebesar Rp2 miliar, dan bulan November 2021 sebesar Rp2 miliar," kata Ismail Bolong dalam video.
Ismail Bolong Cabut Pernyataannya
Setelah videonya viral dan ramai jadi perbincangan, justru kembali beredar video pengakuan dari Aiptu Ismail Bolong yang meminta maaf dan mencabut pernyataannya soal isu setoran uang miliaran rupiah dari hasil pengepulan ilegal penambangan batu bara.
Pernyataan maaf itu disampaikan Ismail dalam sebuah video yang turut membantah pengakuan sebelumnya. Dia mengaku tidak pernah memberikan uang kepada petinggi Polri yang pernah disebutnya. Dalam potongan video tersebut, Ismail lalu menyebut nama Mantan Karopaminal Propam Polri, Brigjen Hendra Kurniawan.
"Untuk memberikan testimoni kepada Kabareskrim dengan penuh tekanan dari Pak Hendra, Brigjen Hendra, pada saat itu saya berkomunikasi melalui HP anggota Paminal dengan mengancam akan dibawa ke Jakarta kalau nggak melakukan testimoni," kata Ismail dalam video tersebut.
Isu Perang Bintang di Tubuh Polri
Serangkaian peristiwa ini berturut-turut terjadi usai Ferdy Sambo dinyatakan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir J. Setelah ditangkapnya mantan Kadiv Propam Polri itu, sejumlah isu tak sedap terus bermunculan.
Mulai dari isu kerajaan judi Ferdy Sambo, adanya nama beberapa pati Polri yang dikabarkan masuk dalam diagram konsorsium 303, hingga ditangkapnya mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa karena narkoba.
Karena serangkaian kejadian itulah, pernyataan mengejutkan dari Ismail Bolong seperti semakin menguatkan isu soal adanya perang bintang di tubuh Korps Bhayangkara. Banyak pihak menyebut, jika para petinggi Polri seolah seperti berlomba-lomba saling membuka 'kartu truf' mereka.
Menkopolhukam Minta Usut Tuntas
Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM (Menkopolhukam), Mahfud MD pun meminta agar hal ini segera diusut. Menurutnya, isu perang bintang ini harus segera diredam dengan cara mengukir akar permasalahannya.
"Isu perang bintang terus menyeruak. Dalam perang ini para petinggi yang sudah berpangkat bintang saling buka kartu truf. Ini harus segera kita redam dengan mengukir akar masalahnya," kata Mahfud kepada wartawan, Minggu (6/11).
Ada Isu Upaya Pecah Belah Polri
Senada dengan Mahfud, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Desmond J Mahesa juga meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk segera mengusut hal tersebut. Menurutnya, isu ini harus segera diatasi agar tak semakin merusak citra Polri.
"Itu merusak citra Polri, kalau enggak terjawab dengan baik. Bias ini muncul diagram yang seolah-olah membalas, ini ada kaya perang di Polri, ini dipertanyakan," ujar Desmond ketika rapat kerja dengan Kapolri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/8).
Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan juga mengatakan bahwa menurutnya ada upaya terstruktur, sistematis, dan masif untuk memecah fokus Polri mengusut kematian Brigadir J. Caranya dengan melakukan adu domba internal Polri, bahkan sampai membuat isu Kapolri dinonaktifkan.
Ada Faksi-Faksi di Polri
Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan, bahwa apa yang terjadi pada instansi Polri saat ini bisa merugikan masyarakat. Ia juga meyakini bahwa ada kelompok atau subgrup di tubuh Polri yang saling berlawanan. Kelompok-kelompok ini kemudian membangun rivalitas berdasarkan keakraban.
Menurutnya, kelompok ini jika berkompetisi dengan cara konstruktif maka masyarakat akan menerima faedahnya. Namun sebaliknya, jika antar mereka membangun rivalitas dengan cara destruktif maka masyarakat justru akan dirugikan.
"Di internal institusi kepolisian kerap muncul berbagai klik atau subgrup atau faksi. Walaupun yang mereka lakukan terlihat laksana penegakan hukum, namun yang terjadi sesungguhnya adalah praktik pemangsaan (predatory). Ini merusak kohesivitas organisasi. Ketika organisasi kepolisian tidak lagi kohesif, maka puncaknya adalah masyarakat menjadi pihak yang paling dirugikan," ungkapnya kepada merdeka.com dalam pesan elektronik.
Meski begitu, hal yang saat ini terjadi pada Polri justru disebut Reza bisa dijadikan sebagai self-detox. Ini dikatakan bisa menjadi cara alami tanpa intervensi eksternal Polri untuk membersihkan sekaligus meregenerasi dirinya sendiri.
"Karena meniadakan klik secara total adalah tidak mungkin, maka yang paling realistis adalah Divisi SDM Polri membangun sistem pengembangan karir yang dapat dilalui secara kompetitif, konstruktif, dan objektif oleh seluruh personel Polri," ungkapnya.