Siapa Peter Carey? Polemik Buku yang Diduga Diplagiat oleh Dosen FIB UGM
Peter Carey, seorang sejarawan dari Inggris, terkenal karena komitmennya dalam meneliti sosok Pangeran Diponegoro serta konflik Perang Jawa.
Peter Carey, seorang sejarawan asal Inggris yang sudah terkenal di Indonesia, telah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk meneliti Pangeran Diponegoro, yang merupakan tokoh penting dalam sejarah Jawa.
Karya-karya Carey yang sangat mendetail berhasil mengungkap kisah perjuangan Diponegoro serta Perang Jawa yang berlangsung antara tahun 1825 hingga 1830, yang ia dokumentasikan dalam beberapa buku yang berpengaruh.
- Ini Pembahasan Prabowo dan Ketum Parpol di Kemhan, Tak Ada Bicarakan PDIP
- Dari Pelosok Jogja hingga Tampil di Inggris, Rumah Kerajinan Yu Payem Berhasil Mendunia Bersama BRI
- Datangi Prajurit di Perbatasan, Kasad Beri Pesan Mendalam 'Fokus, Ingat Ada Anak Istri Menunggu'
- Peristiwa 4 November: Wafatnya Agus Salim, Pejuang Kemerdekaan Indonesia yang Kuasai 7 Bahasa Asing
Selain fokus pada Diponegoro, Carey juga mengeksplorasi sejarah kolonialisme di Asia Tenggara, termasuk di negara-negara seperti Burma dan Timor Timur. Ia juga aktif dalam berbagai proyek kemanusiaan di Kamboja.
Saat ini, namanya menjadi sorotan publik setelah salah satu bukunya diduga menjadi objek plagiarisme oleh seorang dosen di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Gadjah Mada (UGM).
Mengutip dari situs resmi ugm.ac.id, tuduhan plagiarisme tersebut ditujukan kepada Dosen Departemen Sejarah FIB UGM terkait buku berjudul "Madiun: Sejarah Politik dan Transformasi Kepemerintahan dari Abad XIV ke Abad XXI" serta "Raden Rangga Prawiradirdja III Bupati Madiun 1796-1810: Sebuah Biografi Politik", yang ditulis oleh Dr. Sri Margana dan rekan-rekannya. Beberapa bagian dari kedua buku tersebut diduga mengambil dari buku "Kuasa Ramalan" (2019) yang ditulis oleh Peter Carey.
Pihak pimpinan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Gadjah Mada menanggapi masalah ini dengan sangat serius. Dekan FIB UGM telah membentuk tim khusus untuk menyelidiki tuduhan tersebut, dan hasil penyelidikan akan segera diumumkan kepada publik dalam waktu dekat.
1. Latar Belakang
Carey dilahirkan di Yangoon, Myanmar, pada tanggal 30 April 1948. Ia menyelesaikan pendidikan sarjananya di Trinity College, Oxford, dengan fokus pada sejarah modern. Ketertarikan Carey terhadap sejarah Indonesia dimulai ketika ia mempelajari sosok Diponegoro di Cornell University, Amerika Serikat.
Selama proses belajar tersebut, ia menemukan bahwa meskipun Diponegoro berasal dari kalangan bangsawan, ia tetap dekat dengan rakyat. Hal ini menjadi sumber inspirasi yang mendalam dalam karya-karyanya.
2. Awal Ketertarikan pada Diponegoro
Setelah menyelesaikan studi di Trinity College, Oxford, pada tahun 1969, Carey melanjutkan pendidikan dengan menerima beasiswa dari English Speaking Union di Cornell University. Di sana, ia menjadi sangat tertarik dengan Pangeran Diponegoro, sosok yang memiliki peranan penting dalam perjuangan melawan pemerintahan kolonial Belanda di Jawa.
Peter Carey menyatakan, dalam setiap perjalanan dan cobaan yang dihadapi Diponegoro, ia tidak kehilangan semangatnya. Ketertarikan Carey terhadap sejarah Jawa dan Pangeran Diponegoro semakin mendalam selama ia tinggal di Indonesia antara tahun 1971 hingga 1973 untuk keperluan penelitian disertasinya.
Setibanya di Inggris, ia melanjutkan penelitiannya dan menyusun tesis doktoral berjudul Diponegoro dan Pembentukan Perang Jawa: Sejarah Yogyakarta, 1785-1825. Tesis ini kemudian menjadikannya sebagai seorang ahli dalam bidang sejarah Jawa.
3. Mengajar di Oxford dan Pengabdian pada Penelitian Jawa
Pada tahun 1974, Carey berhasil terpilih sebagai penerima Prize Fellowship di Magdalen College, Oxford. Kemudian, pada tahun 1979, ia diangkat menjadi Laithwaite Fellow untuk sejarah modern di Trinity College.
Ia menjalani karir mengajarnya di Oxford hingga tahun 2008, saat ia memutuskan untuk menetap di Indonesia. Selama masa mengajarnya, Carey menulis berbagai karya akademis yang membahas budaya dan sejarah Jawa, yang hingga saat ini masih dianggap sebagai referensi penting.
Carey juga menulis beberapa buku besar, di antaranya adalah Babad Diponegoro: An Account of the Outbreak of the Java War yang diterbitkan pada tahun 1981. Selain itu, ia juga menerbitkan biografi Pangeran Diponegoro dengan judul The Power of Prophecy: Prince Diponegoro and the End of an Old Order in Java, 1785--1855 pada tahun 2007.
Buku ini menyajikan analisis mendalam, termasuk mengenai pengasingan Diponegoro yang jarang dibahas oleh penulis lain. Menurut Carey, sosok Diponegoro adalah representasi pemimpin kuat yang memiliki hubungan erat dengan rakyatnya.
4. Kontroversi dalam Film Prabowo Subianto
Carey menarik perhatian publik pada tahun 2014 ketika ia tampil dalam sebuah film dokumenter mengenai Prabowo Subianto, yang pada waktu itu mencalonkan diri sebagai presiden Indonesia. Dalam film yang berjudul Prabowo: Sang Patriot, Carey memberikan pandangannya mengenai Perang Jawa serta menyebutkan leluhur Prabowo yang diklaim terlibat dalam perjuangan Diponegoro.
Setelah menyaksikan hasil akhir film, Carey meminta agar adegan yang melibatkan dirinya dihapus. Ia menjelaskan bahwa wawancaranya telah diambil di luar konteks yang semestinya. "Wawancara saya seharusnya bersifat sejarah murni dan tidak dikaitkan dengan isu politik apa pun," tegasnya, mengungkapkan kekecewaannya terhadap pengeditan yang dianggap tidak sesuai dengan maksud awal.
Meskipun demikian, adegan tersebut tetap ditayangkan dalam versi film yang dirilis, sehingga Carey menghadapi kritik, terutama dari kalangan akademisi. Beberapa kritik menilai bahwa Carey tampak berafiliasi dengan kepentingan politik tertentu. Namun, Carey membantah tuduhan tersebut dan menegaskan bahwa wawancaranya semata-mata bertujuan untuk memberikan perspektif sejarah, bukan sebagai dukungan terhadap politik tertentu.
5. Aktivitas di Indonesia dan Dedikasi pada Warisan Budaya Jawa
Sejak ia tinggal di Indonesia, Carey telah aktif dalam proyek-proyek transliterasi dan penerjemahan naskah-naskah kuno Jawa yang pernah dijarah oleh Inggris pada tahun 1812. Selain itu, ia juga menjabat sebagai kurator di Ruang Diponegoro di Museum Sejarah Jakarta, yang dibuka pada tahun 2019.
Proyek tersebut bertujuan untuk mengenang Pangeran Diponegoro dan menghormati sejarah perjuangan masyarakat Jawa. Carey mengungkapkan bahwa ketertarikan awalnya terhadap Diponegoro muncul dari interaksinya yang mendalam dengan rakyat biasa, meskipun latar belakangnya berasal dari kalangan bangsawan.
Carey menikah dengan Lina Surjanti dan saat ini tinggal di Tangerang, Banten. Ia juga terlibat aktif dalam berbagai inisiatif yang berkaitan dengan pelestarian budaya dan sejarah, khususnya dalam bidang warisan dan transliterasi teks-teks bersejarah yang berhubungan dengan Jawa.
Dengan dedikasi tersebut, Carey berupaya untuk menjaga dan melestarikan warisan budaya yang ada di Indonesia. Keterlibatannya dalam proyek-proyek ini menunjukkan komitmennya terhadap pemahaman dan penghormatan terhadap sejarah lokal.
Apa yang membuat Peter Carey tertarik pada Diponegoro?
Carey memiliki ketertarikan yang mendalam terhadap Diponegoro. Meskipun berasal dari kalangan bangsawan, Diponegoro tetap menjalin kedekatan dengan masyarakat. Hal ini memberikan inspirasi yang besar bagi Carey dalam menciptakan berbagai karya yang berkaitan dengan sejarah Indonesia.
Keterlibatan Diponegoro dalam perjuangan rakyat menunjukkan bahwa status sosial tidak menghalangi seseorang untuk berjuang demi kepentingan masyarakat. Dengan demikian, Diponegoro menjadi simbol kepemimpinan yang merakyat dan mampu menyentuh hati banyak orang.
Apa buku paling terkenal yang ditulis oleh Peter Carey?
Buku terkenal karya Carey berjudul The Power of Prophecy: Prince Diponegoro and the End of an Old Order in Java, 1785--1855 menyajikan biografi menyeluruh mengenai Diponegoro. Selain itu, buku ini juga memberikan analisis yang mendalam tentang Perang Jawa, menjelaskan latar belakang dan dampak yang ditimbulkan oleh konflik tersebut.
Dalam karya ini, Carey tidak hanya menyoroti kehidupan pribadi Diponegoro, tetapi juga mengupas peranannya dalam perjuangan melawan penjajahan. Analisis yang tajam dalam buku ini membantu pembaca memahami konteks sosial dan politik yang melatarbelakangi Perang Jawa, serta bagaimana Diponegoro menjadi simbol perlawanan bagi rakyat Indonesia.
Mengapa Peter Carey muncul dalam film tentang Prabowo Subianto?
Carey berperan dalam film Prabowo: Sang Patriot, tetapi kemudian ia meminta agar adegannya dihapus. Permintaan tersebut muncul karena wawancaranya mengenai Diponegoro dianggap berkaitan dengan konteks politik yang berbeda dari niat awal yang ingin disampaikan.
Apa kontribusi terbaru Carey pada pelestarian budaya Jawa?
Carey saat ini menjabat sebagai kurator di Ruang Diponegoro, Museum Sejarah Jakarta. Ia aktif terlibat dalam proses transliterasi teks-teks Jawa kuno yang memiliki hubungan erat dengan sejarah Jawa.