Kisah Hidup NH Dini Penulis Legendaris Asal Semarang, Mantan Pramugari yang Hidup Berkelana di Luar Negeri
Sastrawan Goenawan Moehammad pernah mengatakan karya-karya NH Dini ibarat titik-titik embun pada daun
Nurhayati Srihardini lahir di Semarang pada tanggal 29 Februari 1936. Ia merupakan seorang pengarang legendaris asal Indonesia yang lebih dikenal dengan nama NH Dini. Ia merupakan anak bungsu dari lima bersaudara. Ayahnya, Salyowijoyo, merupakan seorang pegawai perusahaan kereta api.
Dikutip dari kanal YouTube Penjelajah Waktu, NH Dini dikenal karena karya-karyanya yang indah. Sastrawan Goenawan Moehammad pernah mengatakan karya-karya NH Dini ibarat titik-titik embun pada daun: ringan, bersih, segar, transparan, dan cepat menguap.
-
Siapa penulis novel terkenal? Siapa saja penulis novel terkenal? Daftar penulis novel Indonesia terbaik dan karyanya:Andrea Hirata. Haidar Musyafa. Raditya Dika. Eka Kurniawan. Budi Darma. Pramoedya Ananta Toer. Ahmad Fuadi.
-
Kenapa Nengah Natyanta merantau ke Denpasar? Nengah hanya seorang anak keluarga petani dan pedagang desa yang bertekad merantau ke Denpasar untuk mengubah nasib.
-
Apa profesi Naja Dewi? Selain cantik dan menawan, Naja juga semakin dikenal di dunia model.
-
Kenapa Dewi Perssik merantau ke Jakarta? Ia memulai kariernya dari nol setelah mengambil keputusan untuk merantau ke Jakarta demi mewujudkan impiannya sebagai penyanyi.
-
Bagaimana Dimas Seto dan Dhini Aminarti Umrah? Tidak ada lagi air mata yang berlinang saat salah satu dari mereka pergi menjalankan ibadah suci ini, melainkan sebuah perayaan ketika keduanya bersama-sama merayakan pergantian tahun di Mekkah.
-
Siapa yang menulis buku tentang bandara Ngebul? Seperti diurai dalam buku Salatiga Sketsa Kota Lama, Sabtu (30/9), bandara Ngebul hanyalah sebuah lapangan terbang yang berlokasi di kompleks militer Ngebul.''Pesawat-pesawat tak hanya lewat di atas langit Salatiga, tapi juga mendarat di sana. Hal ini dimungkinkan karena dulunya Salatiga mempunya landasan yang berlokasi di kompleks militer Ngebu,' kata penulis buku Salatiga Sketsa Kota Lama, Edy Supangkat.
Lalu seperti apa perjalanan hidup NH Dini? Berikut selengkapnya:
Sempat Jadi Pramugari
NH Dini sudah gemar menulis sejak masih duduk di bangku di kelas 2 SMP. Saat itu ia menulis karena rasa rindu pada kakaknya yang lama tidak berjumpa. Ia juga menulis karena tertarik melihat keindahan alam.
Lalu ia menulis karena melihat ketidakadilan. Sejak duduk di bangku SMA, ia giat dalam perkumpulan sastra. Saat itu ia rajin membawakan sandiwara radio.
Selanjutnya ia berkarier sebagai pramugari untuk maskapai Garuda Indonesia. Dari pekerjaannya, ia mengenal seorang wakil konsulat Prancis di Jakarta bernama Yves Coffin.
Pada Juni 1960, ia menikah di Kobe, Jepang. Di saat bekerja sebagai pramugari itulah muncul cerita-ceritanya tentang udara. Tulisannya itu muncul di berbagai majalah seperti “Siasat” dan “Mimbar Indonesia”.
Hidup Berpindah-Pindah
Di kalangan para sastrawan, Dini dianggap sebagai pengarang perempuan yang tajam dan teliti dalam pengamatannya terhadap keadaan masyarakat. Bila tidak suka akan sesuatu, ia akan berterus terang. Ia menganggap perempuan punya persamaan dengan laki-laki dalam hal hak dan kewajiban.
Pada tahun 1955, berita kedatangan NH Dini ke Jakarta membuat heboh pengarang-pengarang muda di sana. Mereka kemudian mengajak Dini berdiskusi, bertemu para tokoh sastra, dan menyusuri daerah hitam di Jakarta.
Selama hidupnya, Dini memang hidup berpindah-pindah mulai dari Jepang, Kamboja, Amerika, Belanda, dan Prancis. Selama lebih dari 20 tahun ia bermukim di luar negeri.
Akhir Hayat NH Dini
Pada akhir 1980, NH Dini kembali ke Indonesia untuk berobat. Sekembalinya ke Indonesia, ia memperoleh kembali kewarganegaraan Indonesia. Selama bertahun-tahun setelah itu, Dini mengelola sebuah lembaga nirlaba yang dikhususkan untuk literasi anak-anak.
Pada masa senjanya, Dini tinggal di sebuah panti jompo Katolik di Semarang. Ia meninggal dunia pada 4 Desember 2018 karena tabrakan antara mobil taksi yang ia tumpangi dengan sebuah truk di jalan raya Semarang.
Semasa hidupnya, Dini menerbitkan buku antara lain “Pada Sebuah Kapal” (1973), La Barka (1975), Namaku Hiroko (1977), Keberangkatan (1977), Sebuah Lorong di Kotaku (1978), Padang Ilalang di Belakang Rumahku (1979), dan Langit dan Bumi Sahabat Kami (1980).